Mereka semua telah siap.
Arabella menarik napasnya berulang kali saat Gerald mengulurkan tangan ke arahnya. Lelaki itu dan Alexander sudah lebih dulu berdiri di tengah silindris besar itu, hanya tersisa Arabella yang belum ke sana.
Nyalinya mendadak ciut, bagaimana jika Arabella tidak bisa kembali?
"Arabella, apa yang kau tunggu?" tanya Gerald.
Arabella menggigit bibirnya. "Aku takut tidak bisa kembali,"
Gerald tersenyum menenangkan ke arahnya. "Pasti bisa kembali. Aku sudah melewati waktu dengan mesin ini berulang kali, Ara. Kemarilah,"
Tubuh Arabella bergerak selangkah ke depan, tangannya terulur menerima genggaman tangan Gerald. Lelaki itu menggenggamnya erat sebelum menariknya bergabung bersama. Tangan Gerald yang satu melingkar di pinggangnya, mendekapnya erat agar Arabella tidak ketakutan.
"Maaf?"
Gerald tersenyum. "Agar kau tidak takut. Aku akan menjagamu Ara, kau tidak perlu takut."
Alexander berdeham. "Tolong jangan bermesraan di depanku."
Arabella terkekeh. Tak lama, dia bisa melihat pancaran cahaya yang menyala di sekitar silindris sangat menyilaukan, ditambah terpaan angin yang sangat kencang menerpa tubuhnya. Luna menundukkan kepala mendapati angin kencang itu, namun merasa terlindungi ketika tangan yang melingkar pada pinggangnya itu semakin lama semakin mengerat.
Hanya lima menit ketegangan itu berlangsung, karena setelahnya, Luna mendapati ketenangan kembali. Tidak ada angin kencang dan sinar di silindris meredup.
Bisikan terdengar di telinganya. "Selamat datang kembali, Arabella,"
Arabella membuka kedua matanya, mendapati lingkungan yang sudah berubah entah kapan.
Apakah Arabella benar-benar menjelajahi waktu?
"Tahun berapa ini?" tanya Arabella.
"2015."
Mata Arabella terbuka lebar. "2015!"
Gerald mengangguk, kemudian Alexander ikut tersenyum senang. "Selamat datang kembali, Ratu,"
Entah Arabella mengerti atau tidak, intinya Gerald benar-benar sangat senang hari ini.
Arabellanya telah kembali.
Mereka bertiga kemudian keluar dari dalam silindris, Arabella yang pertama kali terlihat sangat terkejut. Dia jelas bingung melihat bangunan kuno namun mewah ini, rasanya seperti pernah melihatnya, namun entah di mana.
"Gerald, kita di mana?"
Gerald berjalan membuka pintu. "Selamat datang di istanaku,"
Arabella menghampiri Gerald, mengintip dari dalam tentang keadaan yang ada di luar. Banyak sekali orang berkeliaran dengan pakaian kerajaan, aroma pepohonan benar-benar tercium menenangkan, ditambah suara seperti air jatuh menambah kecintaan Arabella kepada tempat yang baru saja dipijaknya ini.
"Sungguh? Ini sangat indah!"
Kemudian Gerald dan Alexander berjalan keluar, Arabella mengikuti dua lelaki itu di belakang.
"Arabella, di sini tidak begitu menyeramkan, namun kau harus berhati-hati jika sudah di luar, mungkin akan terlihat agak mengerikan," ujar Gerald.
Arabella mengangguk.
"Selamat siang, Ratu," sapa salah satu pelayan ketika mereka bertiga melintasinya.
Arabella mengernyitkan alisnya bingung. "Ratu? Siapa?"
Gerald menoleh ke arahnya. "Akan aku jelaskan nanti, sekarang, mari aku antar ke kamarmu,"
"Sebenarnya kamar kalian berdua, namun Gerald takut jika kau tidak nyaman," ucap Alexander.
Arabella semakin kebingungan. Satu kamar berdua?
"Tidak-tidak, jangan bebankan Arabella dulu, Lex. Perlahan saja," ujar Gerald.
Arabella tidak lagi menanggapi, namun hanya bisa terkejut di dalam hatinya ketika melihat pintu kamar yang Gerald buka, terlebih isi di dalamnya. Tidak, tidak, Arabella merasa seperti berada di dalam dongeng. Ini terlalu menakjubkan.
"Ini kamarmu, jika butuh sesuatu, kau bisa pergi ke kamarku yang ada di sebelah kamar ini. Jangan pergi ke kamar Alex!"
Arabella masuk ke dalam ruangan, memindai dengan matanya yang norak karena tidak pernah melihat kemewahan kuno seperti ini. "Ini terlalu bagus, apa tidak ada kamar yang biasa saja untukku?"
Gerald mengerjap, begitupun dengan Alexander yang terbahak. "Mana mungkin sang Ratu berada di kamar biasa, Arabella. Ini adalah kamar terbaik untukmu, terima saja." Ucap Alex.
Arabella masih tidak mengerti mengapa dirinya dipanggil 'ratu'.
"Iya, ini adalah milikmu. Pergunakan dengan baik dan rawat dengan baik, kau bisa meminta apapun selama aku ada di sini,"
Arabella melebarkan senyumnya, merasa bahagia karena dihargai. "Terimakasih karena sudah menghargaiku, kalian sungguh berbesar hati,"
Alexander pergi lebih dahulu setelah Gerald menyuruhnya untuk pergi, meninggalkan mereka berdua di dalam sana.
"Gerald, apa kau ingin menjelaskan kepadaku, tentang ratu dan kamar ini?"
Gerald tidak menjawab, namun lelaki itu berjalan menuju sofa yang menyambung ke arah jendela sehingga bisa melihat pemandangan taman dari sana. Lelaki itu menepuk tempat di sebelahnya.
Arabella nurut.
"Maaf jika terkesan tidak jelas atau mengada-ada. Namun, pada jamanku dahulu tepatnya di tahun ini, kau adalah Ratuku Ara. Kita sudah menikah dari dua tahun yang lalu dan memutuskan hidup tentram di sini, ini adalah kamar kita berdua di mana kita saling memadu kasih dan bercengkrama ketika aku pulang bertugas. Kamar ini penuh kenangan,"
Meski tidak paham dan terkesan cukup aneh, Arabella menghargainya. Lagi pula, meski Gerald mengenalnya pada beda dunia, itu tidak apa selain dia masih bisa menghargai Arabella dan memberinya banyak privasi.
Walau pada kenyataannya, Arabella benar-benar penasaran dengan kisah cinta mereka di jamannya Gerald. Mengapa bisa dunia yang satu ini bisa berjalan bersamaan dengan dunia yang lain, bagaimana bisa Gerald terlalu mencintai Arabella versinya sampai membuat mesin waktu, semua itu terbayang di dalam kepalanya.
"Gerald, boleh aku mengajukan satu pertanyaan?"
Gerald tersenyum lembut kepadanya. "Apa?"
Arabella mengulum bibir. "Bagaimana bisa dunia ini berbeda? Bagaimana bisa ketika kau kembali ke masa lalu, kisahnya sangat berbeda dengan kisah yang sudah pernah kau jalani? Mengapa aku tidak mengingatmu?"
Cukup sulit bagi Gerald.
"Dunia ini diciptakan sudah begitu lama, banyak sesuatu yang bahkan tidak manusia tahu. Rahasia itu yang kemudian menimbulkan banyak manusia berlomba-lomba menjadi pintar agar mereka tahu segala hal. Namun dibalik pintarnya teknologi dan ilmu pengetahuan, ternyata ada jalan takdir Tuhan yang begitu luar biasa, terkadang kita tidak bisa menandingi pemikirannya. Itulah yang aku coba rasakan dan terima sekarang. Jalan ceritaku hari ini dan besok mungkin akan berbeda juga ketika aku kembali lagi ke masa lampau, sama seperti hal ini Ara. Semua ini mungkin sudah takdir untuk aku tidak menentang kuasanya, tidak menjadi lebih pintar darinya dan menjadi segalanya melebihi dia."
Arabella benar-benar takjub dengan perkataan Gerald yang sampai halus di dalam kepala. Lelaki itu benar-benar luar biasa, sangat dewasa dan berpikir luas.
"Bagaimana? Kau paham sekarang?"
Kepala Arabella mengangguk. "Kita memang tidak bisa menentang kuasa Tuhan. Makanya ada pepatah yang mengungkapkan bahwa, kita ini hidup harus melihat ke depan, tidak boleh melihat ke belakang atau kembali ke belakang, benar kan?"
Gerald mengangguk, lelaki itu tersenyum sambil mengusap kepala Arabella. "Kau pintar juga. Tidak sia-sia aku mengajakmu ke sini,"
"Gerald, jika aku bosan, bolehkah aku berjalan ke taman atau mengelilingi istana? Sepertinya ada banyak hal menarik yang tidak boleh aku lewatkan di sini,"
"Tentu saja. Kau bisa mengajakku jika mau, atau mengajak Alex. Namun tidak-tidak, kau harus mengajakku saja!"
Arabella terkekeh. "Kapan rencana kita akan dimulai?"
Gerald terlihat berpikir. "Nanti akan aku susun rencana. Kau hanya tinggal mengikuti dan menaati peraturan saja, paham?"
Arabella mengangguk. Tidak terlalu buruk juga pergi bersama Gerald. Karena selain lelaki itu cakap dalam segi fisik, Arabella sudah terlalu kagum akan pemikirannya.
Gerald benar-benar idaman semua wanita.
Beruntung sekali Arabella yang dulu. Pernah dicintai lelaki itu sedalam-dalamnya.
***