"Gerald, apa yang bisa aku lakukan demi menemukan ayahku? Bisakah kau membantuku?"
Sudah ribuan kali Arabella membahas tentang hal itu kepada Gerald.
Dia tidak menyangka jika gadis seperti Arabella akan sepercaya itu dengan ucapan Gerald. Memang tidak bisa Gerald bohongi sih, jika dia memiliki mesin waktu. Namun tidak tahu juga, apakah mesin itu bisa digunakan untuk menemukan orang hilang atau tidak.
Atau mungkin, kasusnya akan seperti Gerald. Bertahun-tahun mencari Arabella, dia dibuat bertemu dengan gadis itu bertahun-tahun lampau.
"Tidak semudah itu, Arabella."
Arabella berdecak kesal. "Kau terus berkata seperti itu. Padahal yang pertama kali memberitahunya kan kamu,"
Rasanya, Gerald sangat ingin mencubit dan memeluk gadis itu dengan erat, akibat kegemasan yang tiada tara.
"Banyak prosesnya, Arabella. Sama seperti aku menemukan kamu di sini, sangat lama."
Kedua mata Arabella sudah memerah, gadis itu jelas meminta belas kasihan kepada lelaki di hadapannya. "Selama apa pun itu, aku mau!"
Gerald menghela napasnya lelah. Gadis di depannya, benar-benar seperti Arabella-nya. Arabella yang keras kepala namun lembut, Arabella yang manis namun galak, semua yang ada padanya, Gerald menyukainya.
"Kau sungguh keras kepala. Bagaimana bisa Kei tahan terhadapmu?"
"Kenapa pula kau merelakan bertahun-tahun hidupmu, demi mencari aku?" Arabella gantian tersenyum penuh kemenangan.
Gerald menyukai hubungannya saat ini. Perlahan, namun pasti.
Tidak apa jika Arabella masih belum membuka pikiran dan hati untuknya, asal, gadis itu mau menerima keberadaannya dan membutuhkan dirinya saja, itu sebuah kemajuan untuk Gerald.
"Kau tidak penasaran? Mengapa aku mencari kau sampai sedemikian rupanya?" tanya Gerald. Karena, belum ada pertanyaan apa pun dari Arabella yang serius tentang hubungan mereka. Tentang pencarian Gerald.
Arabella menggeleng. "Belum saatnya. Aku belum mau berpisah dari Kei,"
"Suatu saat nanti, berarti mau?" tanya Gerald.
"Belum tentu. Kita lihat saja kedepannya, apakah nasibku akan bersama Kei, atau bersama, hmm? Siapa ya?"
Gerald terkekeh. Menggemaskan sekali bukan?
"Gerald, apakah sungguh bisa?"
"Bisa, Arabella. Semua bisa aku lakukan."
"Bagaimana caranya?"
Gerald mendekatkan wajahnya. "Memangnya kau sungguh-sungguh?"
Arabella mengangguk antusias.
"Kau harus pergi ke duniaku? Apakah kau sanggup?"
"Lalu, bagaimana kehidupanku di sini?"
Gerald mengangkat bahunya. "Itu pilihanmu. Kau hanya bisa memilih satu."
Arabella terdiam cukup lama. Namun Gerald yakin sekali akan pilihan gadis itu.
"Gerald. Tolong bantu cari ayahku."
***
Gerald tidak pernah sesenang ini di dalam hidupnya. Sebenarnya pernah sih, saat dia berhasil menjalin rumah tangga dengan perempuan yang dia cintai bertahun-tahun lalu. Namun, semua kesenangan itu telah lama hilang. Gerald benar-benar baru merasakannya sekarang.
Tepat saat Arabella memutuskan dirinya untuk ikut bersamanya ke dunianya. Arabella akan pergi ke rumahnya. Itu satu kejadian yang patut diapresiasi.
Gerald tahu akan konsekuensi yang dia dapatkan nanti. Namun, Gerald akan mengupayakan hal itu. Semua akan Gerald lakukan demi keselamatan gadis-nya.
"Kau gila ya!"
Alexander masih tidak percaya dengan semua ucapan Gerald. Ucapan itu benar-benar memancing amarah Alexander.
Mungkin lebih tepatnya, Alexander sudah paham dengan kericuhan yang akan terjadi. Lebih baik mencegah sebelum terlambat, bukan?
"Calm down, Lex. Semua akan aku atur dengan baik. Kau tahu kan, ini yang aku inginkan sejak bertahun-tahun lampau?"
Alexander masih bolak-balik sambil berkacak pinggang. Kesal setengah mati, namun tidak bisa berbuat apapun selain pasrah. Alexander tidak bisa mencegah Gerald, karena lelaki itu pasti akan bertingkah sesuai dengan keinginannya.
"Kau tahu kan? Kekacauan macam apa yang akan terjadi? Ini belum begitu baik untuknya. Aku takut dia akan kenapa-napa di sana, kau tidak berpikir demikian?"
"Dengar Alex. Aku sudah memikirkan apapun yang keluar dari bibirku, semua ucapanku kepadanya, perilaku kepadanya, semua sudah aku pikirkan baik-baik. Itulah juga gunanya ada dirimu, Lex. Kau harus melindungi dia seperti dulu!"
Alexander memijat keningnya. "Ya, aku sudah tahu tentang hal itu. Kau pasti akan membawaku dalam masalah ini,"
Gerald menepuk pundak Alexander. "Kau sahabatku, kan? Kau pasti akan memperjuangkan kenyamanan sahabatmu, benar begitu?"
Terpaksa Alexander mengangguk. "Terserah. Lakukan yang kau suka."
Kemudian Gerald berseru riang. "Ini baru Alexander yang aku kenal. Aku akan mentraktirmu makanan enak, mau apa?"
"Cepat belikan yang banyak. Tenagaku habis setelah berdebat denganmu. Bisa gila lama-lama bergaul denganmu!"
"Hei, tidak baik berkata seperti itu!"
"Diamlah! Jadi, bagaimana rencanamu selanjutnya?"
Gerald belum menjawab. Masih asik memesan makan lewat aplikasi online di ponselnya.
Kebiasaan baru Gerald. Lelaki itu pasti akan memesan apapun yang diinginkannya dalam jumlah banyak. Tidak peduli akan habis atau tidak, nantinya akan Gerald berikan kepada orang yang membutuhkan.
Sudah sering Alexander ingatkan tentang hal itu, namun Gerald selalu berkata. 'Hidup itu panjang. Nikmati apa yang kau punya saat ini, belum tentu kau bisa menikmatinya nanti'
Tidak salah. Gerald tidak pernah salah.
"Dia akan ikut bersama kita Lex. Kita pulang, bersamanya."
Alexander tahu, jika sahabat sekaligus atasannya itu benar-benar dalam mood baik. Pencapaian lelaki itu benar-benar sudah tercapai. Dia turut senang akan hal itu.
"Ya, setelah sekian lama."
"Omong-omong, bagaimana kau membujuknya?" tanya Alexander penasaran.
"Aku akan membantunya, menemukan ayahnya yang sudah hilang selama dua tahun ini. Terdengar asing mungkin, namun aku akan mencobanya."
"Kau benar-benar licik."
Tak lama, suara bell rumah berbunyi. Alexander mengernyitkan alisnya. "Tidak pernah ada tamu selama kita di sini, siapa itu?"
Gerald melebarkan senyumnya, kemudian lelaki itu berdiri tanpa sepatah kata untuk menghampiri pintu depan.
Dan kembali bersama seorang perempuan yang sudah lama sekali tidak Alexander lihat.
"Kau, kau, Arabella?" tanya Alexander sambil berdiri. Rupanya benar-benar sama dengan Arabella yang dia kenal.
Arabella bingung. "Iya, kau siapa?"
"Dia Alexander, sahabatku."
Arabella mengangguk dan segera menempatkan diri untuk duduk di sofa empuk. "Kalian berdua, berhasil melewati mesin waktu ya?"
Gerald mengangguk. "Iya, dia selalu membantuku untuk menggunakan mesinku. Aku berterimakasih atas jasanya."
"Apakah dia mengenalku juga?"
Alexander mengangguk. "Aku mengenalmu, sangat."
Selebihnya, Arabella hanya bisa tersenyum canggung. Duduk di antara dua pria tampan cukup membuat jantungnya berdebar.
"Jadi, Arabella. Ada beberapa hal yang harus kau tahu sebelum kau menjelajah dengan mesin waktu untuk masuk ke masa depan. Yang pertama, jangan pernah menjadi orang yang penasaran. Karena terkadang, rasa penasaran berlebih bisa membunuhmu, aku sangat serius akan perkataanku ini,"
"Yang kedua, kau tidak boleh lepas dari pandanganku ataupun Alex. Kau harus berada di sekitar kami. Terlalu berbahaya untuk pergi sendirian di sana, kau harus berjaga-jaga,"
"Dan yang ketiga, fokus pada tujuanmu. Oke?"
Arabella mengangguk. "Dunia seperti apa yang kalian tempati di masa depan? Terdengar cukup mengerikan."
Alexander dan Gerald mengangguk. "Memang cukup mengerikan."
***