"Gerald? Apa yang kau lakukan di sini?" Arabella hampir menjerit histeris begitu melihat penampakan lelaki tampan hadir di balkon kamarnya.
Yang menjadi masalah adalah, Kei sedang hadir di rumahnya! Dan lelaki itu sedang makan bersama sang ibu di bawah.
Kehadiran Gerald tentu saja dapat membawa masalah bagi hubungan Arabella dan Kei yang baru saja berbaikan kemarin.
"Apa yang aku lakukan? Kau bisa lihat kan? Aku sedang minum kopi di balkonmu yang indah. Senangnya bisa melihat matahari tenggelam di sini," Gerald masih saja asik menyeruput segelas kopinya. Tidak melihat wajah Arabella yang sudah memerah karena panik.
Ketika gadis itu berjalan mendekatinya, hati Gerald berdesir merasakan jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.
Benar-benar luar biasa. Efek kehadiran Arabella di hidupnya sangat luar biasa. Gerald menyadari hal itu semenjak bertahun-tahun tidak merasakannya.
Tidak menyesal bersusah payah membangun mesin waktu jika hasilnya akan semenyenangkan ini. Gerald puas.
"Kau harus bersembunyi. Sebentar lagi Kei pasti akan datang ke sini!" Arabella malah menarik lengan Gerald menyuruh lelaki itu untuk segera pergi dari sana.
Bukannya pergi, Gerald malah senyum-senyum tidak jelas. Jelas sekali lelaki itu kesenangan karena lengannya disentuh oleh Arabella. Dia harus menceritakan semuanya ini kepada Alexander, dan membuat lelaki itu panas.
"Gerald, kau aneh!" gerutu Arabella sebal.
Tak lama, memang terdengar suara langkah kaki mendekat diiringi suara pintu kamar Arabella berdecit. Hal itu sentak membuat Arabella berlari ke dalam dan menutup pintu balkon dengan kencang.
"Ada apa Ara? Mengapa kau di sana?" tanya Kei sambil menatap curiga ke arah luar balkon. Lelaki itu mengelus puncak kepala Arabella dengan sayang.
"Aku tidak kenapa-kenapa. Hanya sedang melihat matahari tenggelam saja tadi, kau sudah kenyang kan?" Arabella menarik lengan Kei untuk duduk di atas kasur. Menghindari lelaki itu untuk terus curiga kepada kondisi di luar balkon.
Kei mengangguk. "Ya aku sudah kenyang. Tadi katamu, melihat matahari tenggelam? Bolehkah aku ke sana? Kita melihat matahari tenggelam bersama sore ini,"
Jantung Arabella seperti berhenti berdetak. "Tidak! Di luar banyak nyamuk!"
Alasan tidak logis hingga Kei dibuat tertawa terbahak-bahak. "Kau ada-ada saja. Nyamuk mungkin akan takut denganku, Ara,"
Kemudian Kei benar-benar berdiri setelah itu. Berdiri dan berjalan ke arah balkon dengan santai. Hal itu membuat Arabella berlari menghampiri kekasihnya dan memeluk tubuh tinggi lelaki itu dari belakang.
"Di sini saja ya?"
Kei keras kepala. Lelaki itu memutar kenop pintu balkon dan berjalan ke luar. "Ada apa memangnya di sini, Ara? Tidak terlihat banyak nyamuk."
Baru saja Arabella ingin pura-pura pingsan, namun begitu melihat Kei yang baik-baik saja tanpa mengetahui kehadiran Gerald. Sepertinya Gerald benar-benar sudah pergi dari sana.
"Ah, sepertinya iya." Sambil menggaruk tengkuknya, Arabella melihat keadaan sekitar balkon. Memang tidak ada lelaki itu di sana, namun bekas kopinya masih ada di sana.
"Ada yang habis bertamu? Siapa?" tanya Kei begitu melihat bungkus gelas kopi tergeletak di atas meja.
"Temanku kemarin kemari untuk belajar bersama. Mungkin dia lupa membuang bungkus kopinya." Segera diambil bungkus kopi itu kemudian dibawa ke dalam kamar untuk dibuang ke tong sampah.
Namun jantung Arabella benar-benar dibuat berhenti sejenak begitu mendapati Gerald sedang asik tiduran di atas kasurnya tanpa beban sedikitpun.
Dengan mata melotot seperti ingin keluar, Arabella berjalan mendekati Gerald. "Kau kenapa bisa di sini? Bagaimana jika Kei tahu keberadaanmu!"
Gerald tersenyum iseng. "Ya memangnya kenapa? Bukankah bagus? Jika dia segera memutusi hubungannya denganmu?"
Tak lama, rintih kesakitan keluar dari bibir Gerald begitu mendapatkan cubitan maut dari perempuan di depannya. Hal itu tentu saja mengundang curiga dari Kei.
"Kenapa Ara? Aku mendengar suara laki-laki di dalam?"
Segera Arabella buang kopi di tangannya dan berlari menghampiri Kei. "Hanya suaraku karena hampir terpentok meja. Ada binatang kecil di sana, aku kaget tadi. Maaf Kei,"
Kei hanya tersenyum dan mengangguk. Lelaki itu kemudian menarik lengan Arabella untuk duduk di sebelahnya. Menikmati matahari yang perlahan menghilang digantikan awan gelap yang akan datang.
Lokasi rumah Arabella memang sangat strategis untuk melihat matahari tenggelam. Berada di dataran tinggi, ditambah berlantai dua, membuat pemandangan dari balkon memang menjadi favorit Arabella sejak kecil.
Biasanya, Arabella suka duduk di sini bersama ayahnya.
"Hei, kenapa?" tanya Kei begitu menyadari raut wajah Arabella yang berubah.
Arabella menggeleng, namun setetes air mata juga meluncur secara bersamaan.
"Aku teringat ayahku. Dulu, aku sering sekali duduk di sini bersamanya hanya untuk melihat matahari tenggelam. Sambil minum kopi, dan bercengkrama hangat. Aku merindukannya, Kei,"
Kei hanya bisa mengelus rambut gadisnya penuh sayang. Dia jelas tahu masalah yang menimpa keluarga Arabella. Tentang ayah gadis itu yang hilang entah ke mana.
Kejadiannya sekitar dua tahun yang lalu. Ketika ayahnya meminta izin memancing di sungai. Namun sampai malam hari, ayah tidak kunjung datang. Begitupula dengan seminggu dan berminggu-minggu kemudian. Arabella dan ibunya telah berusaha melaporkan hal tersebut ke kantor polisi, namun mereka belum juga menemukan ayahnya hingga sampai detik ini, ayahnya dinyatakan tewas.
Arabella tidak pernah percaya jika ayahnya meninggal. Sebelum dia benar-benar melihat tubuh ayahnya, Arabella tidak akan percaya.
Namun, sudah dua tahun ini. Arabella benar-benar tidak pernah melihat titik terang tentang keberadaan ayahnya.
Mustahil jika Arabella tidak merindukan sosok ayah yang selalu melindungi dan menyayanginya.
"Kei, jangan pernah menghilang dariku ya?" tanya Arabella murung.
Kei mengecup dahi gadis di pelukannya, kemudian mengelus rambut Arabella.
"Maaf sayang, aku harus pulang sekarang. Ibuku meminta dibelikan sesuatu untuk makan malam, kau tidak keberatan kan?"
Arabella menggeleng, terpaksa melepas pelukan Kei yang begitu hangat. Kemudian dia bergegas mengantar lelaki itu ke bawah.
Setelah kepergian Kei, dan keberadaan Gerald yang entah di mana sekarang. Gadis itu berjalan kembali ke balkon, duduk di atas sofa sendirian sambil memandang lurus ke depan.
Dua tahun belakangan ini, Arabella juga sudah jarang pergi ke balkon hanya untuk duduk-duduk santai seperti ini. Dia hanya khawatir, jika kepergiannya ke sana akan membuka luka lama di hatinya.
Ternyata benar, Arabella merindukan ayahnya. Sangat. Hingga rasanya hampir gila.
"Kau merindukan ayahmu?"
Mata Arabella memejam rapat karena kesal. Suara itu kembali.
Belum sempat Arabella mengeluh, dia sudah merasakan posisi di sebelahnya terisi. Gerald rupanya belum kembali.
"Aku bisa menemukan ayahmu, jika kau mau."
Arabella malah terkekeh. "Tidak usah bercanda hanya untuk membuatku senang. Aku sudah biasa mendengar kata-kata seperti itu, jadi, aku tidak akan percaya,"
Gerald masih saja menatap wujud di sampingnya tanpa berkedip. "Kau tidak percaya? Bukankah kau percaya kepada mesin waktuku?"
Dan saat itu juga, pandangan Arabella kepada Gerald berubah.
Arabella tertarik.
***