"Bisa kau jelaskan sekarang, Ara?"
Arabella gusar sejak tadi. Saat Gerald benar-benar pergi dari rumahnya dan sekarang hanya tersisa dia dan Kei saja, sejak saat itu juga, tunangannya terus menagih penjelasan tentang keberadaan Gerald yang ada di rumah.
Masalahnya adalah, bagaimana caranya menjelaskan kepada Kei tentang semua hal tidak masuk akal yang diceritakan dan dilakukan oleh Gerald. Arabella yakin seratus persen, jika tunangannya itu tidak akan percaya tentang semua hal yang keluar dari bibirnya, tentang Gerald.
Asal kalian tahu, Kei bukanlah sosok yang mudah percaya tentang suatu hal yang dapat dikatakan mustahil. Pernah suatu saat, Arabella membeli buku tentang dunia paralel dan Kei memrotesnya.
Kei berkata, jika hal tersebut hanyalah membuang waktunya saja, tidak begitu berguna bagi Arabella.
Namun, namanya juga senang, pasti Arabella beli saja.
Dan sekarang, bagaimana coba, jika Kei mendengar hal tidak masuk akal tentang Gerald?
"Jadi begini, Gerald datang sejak pagi untuk memberi obat kepadaku. Ibu merasa tidak enak kepada lelaki itu, jadi ibu mengajaknya untuk makan siang bersama."
Mata Kei memincing. Mendadak Arabella kembali dibuat gugup oleh tatapan lelaki itu.
"Obat macam apa yang dia berikan, sampai bisa menyembuhkanmu? Segala macam cara sudah kita lakukan selama dua minggu ini, Arabella. Mustahil sekali bisa sembuh bahkan dalam kurun waktu beberapa jam saja."
Benar bukan, yang Arabella katakan tentang Kei.
Lelaki itu tidak akan percaya.
"Kau tidak akan percaya jika aku ceritakan semuanya, Kei. Memangnya, kau tidak senang melihatku sembuh lagi?"
Kei sempat memutar bola matanya sebelum duduk di samping Arabella dan memeluk tubuhnya. Tangan hangat lelaki itu mengelus pucuk kepala Arabella.
"Aku senang, sangat senang. Jangan sakit seperti kemarin ya? Rasanya, seperti aku kehilangan sebagian dari diriku sendiri."
Senyum Arabella mengembang. Dipeluknya tubuh tinggi dan besar lelaki itu dengan hangat. Berada dalam pelukan Kei, benar-benar membuatnya tenang.
"Bagaimana penelitianmu?"
Kei menaruh dagu di atas kepalanya. "Tidak berjalan begitu lancar. Semenjak kau sakit kemarin, semua pikiranku hanya terfokus kepadamu. Namun, melihat kau baik-baik saja seperti ini, kuharap penelitianku segera berakhir."
"Kei, terimakasih untuk semuanya. Terimakasih tetap mau di sisiku meski aku terus merepotkanmu. Maafkan aku ya?"
Ketika Arabella menatap mata lelaki itu, Kei membalas dengan mencium keningnya. Perlakuan manis Kei benar-benar membuat Arabella meleleh, meleleh hingga mencair. Ini yang Arabella suka dari lelaki yang sedang memeluknya.
Kei benar-benar hangat.
"Kau tidak perlu berterimakasih atau meminta maaf. Semua itu pantas kau dapatkan, Ara. Kalau tidak ada kau, siapa lagi yang bisa aku banggakan, siapa lagi yang bisa menjadi tempatku berkeluh kesah?" tangan Kei berpindah untuk menggenggam tangannya.
"Terimakasih Kei. Terimakasih sudah mengandalkanku."
***
"Berhasil?"
Gerald menganggukkan kepalanya. "Bukan hanya satu misi Lex, ada tiga misi yang dapat aku selesaikan dalam satu hari ini."
Alexander terlihat tertarik. "Apa saja yang kau lakukan? Kau benar-benar tidak bisa sabar ya! Kondisimu bahkan belum sepenuhnya pulih, dan kau harus menanggung sakit perempuanmu itu!"
Gerald malah tersenyum. "Entah mengapa, rasa sakit ini terasa menyenangkan, Lex. Aku rela sakit seperti ini jika bisa berdekatan dengannya."
Alexander yang menjadi pendengar hanya bisa menggelengkan kepala melihat tuannya yang sedang kasmaran seperti sekarang ini. Jika saja yang di depannya ini adalah bawahannya, sudah dipastikan sepatu Alexander melayang di depan wajah.
Beruntung sekali Gerald terlahir sebagai atasan sekaligus sahabatnya.
"Kau benar-benar menjadi budak cinta ya? Aku hampir muntah mendengar gurauanmu,"
Lelaki berpakaian kaos berkerah warna hitam itu mendengus. Wajahnya berseri sejak pulang sampai sekarang.
"Hei, kau belum menceritakan tiga misimu!" sergah Alexander.
Lelaki yang masih saja sumringah itu membenarkan duduknya sebelum menceritakan dongeng indah kepada sang sahabat.
"Aku berhasil menyembuhkan Arabella, itu yang pertama. Yang kedua adalah, aku berhasil merebut hati calon mertuaku, dan yang ketiga adalah aku berhasil membuat tunangan istriku cemburu kepadaku. Yang terakhir adalah bonus."
Di depannya, Alexander terdiam sambil membuka mulutnya lebar. Tidak menyangka akan aksi nekat sahabatnya.
"Kau, kau benar-benar ajaib. Hidupmu sedang beruntung hari ini!"
"Aku selalu beruntung, Alexander." Ujar Gerald sombong.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
Gerald tidak menjawab, pandangan lelaki itu lurus ke depan menerawang sesuatu. Entah apa yang sedang dipikirkannya, yang pasti yang terbaik untuk kehidupannya.
Alexander terlalu mempercayai tuannya itu. Entah mengapa, namun menurutnya, apapun yang dibuat oleh Gerald pasti selalu berhasil.
"Menurutmu, apakah aku harus kembali?"
"Kalau kau kembali, bagaimana nasib misimu?"
Jari telunjuk Gerald menepuk dagunya.
"Benar juga. Lalu, siapa yang bisa menggantikanku?"
Belum sempat Alexander berbicara, Gerald sudah menunjuknya dengan jari telunjuk.
"Sial, kejadian buruk akan menimpaku!" desis Alexander dalam hati.
"Kau! Aku kan punya kau, Alex. Kenapa diam saja sejak tadi!"
Alexander tidak membalas, namun tidak ada hal lain yang dapat dia lakukan selain berserah kepada Yang Maha Kuasa atas ketidaksopanan tuannya itu.
"Seperti tidak ada orang lain saja!" gumamnya pelan, namun tetap terdengar di telinga Gerald yang setajam pisau.
"Aku dengar ya!"
"Memang tidak ada orang lain lagi kan? Memangnya siapa yang bisa menggantikanku selain kau? Hanya kau yang pantas, Lex. Kau harusnya membesarkan diri atas hal ini!"
Alexander pergi dari ruangan Gerald tanpa sepatah kata. Sudah terlalu lelah menanggapi Gerald yang seenaknya terus menerus.
Namun lagi-lagi, tidak ada yang bisa Alexander lakukan selain menuruti Gerald.
Wajib.
"Hei! Kau ingin pergi ke mana!" panggil Gerald kencang. Tidak habis pikir dengan sahabatnya yang dipikir-pikir memang suka seenaknya dengan Gerald.
Namun, Alexander tetaplah dia yang bisa Gerald percaya. Sudah berpuluh orang yang dia cari untuk mendapatkan kepercayaan mereka, namun berpuluh kali juga mereka menghianatinya.
Gerald juga sangat berterimakasih kepada sahabatnya itu. Karena, jika tidak mengenal Alexander, Gerald hanya bisa hidup seorang diri.
"Arabella, sepertinya kau sangat tertarik dengan dunia paralel, sangat berbeda dengan dirimu yang lama."
Satu fakta baru yang Gerald temui.
Arabella yang dulu tidak menyukai sains. Arabella yang dulu adalah Arabella yang ketinggalan jaman dari segala teknologi dan informasi kecanggihan dunia.
Gerald semakin tertantang.
Arabella yang sekarang, entah mengapa Gerald menyukainya.
Gerald benar-benar merindukan sosok Arabella di dalam hidupnya. Merindukan sosok gadis yang selalu ada disetiap pagi dia membuka mata, selalu ada menyediakan makannya, selalu ada di saat dia membutuhkan seorang ibu, dan selalu ada meski Gerald dalam keadaan rendah sedikitpun.
Arabella benar-benar mengambil dunianya.
Pusat dunia Gerald diserap sepenuhnya oleh gadis itu.
Dan Gerald merindukan hal itu.
Gerald merindukan Arabella.
Sangat amat teramat.
***