"Bagaimana bisa?"
Gerald tidak menjawab, lelaki itu masih menikmati hangat tangan gadis yang ada dalam genggamannya. Mengambil kesempatan dalam sebuah kesempitan, anggap saja seperti itu.
"Bagaimana bisa, Gerald?" tanya Arabella dengan sedikit penekanan. Gadis itu masih belum sadar jika tangannya masih asik dinikmati oleh lelaki di depannya.
Sudut bibir Gerald naik. "Bukankah kau sudah tahu jawabannya?"
"Jadi, semua ini benar adanya?"
Gerald mengangguk.
"Tapi bagaimana bisa? Bagaimana bisa kau datang dari masa depan? Bagaimana bisa, aku yang menjadi pasanganmu di masa depan?" tanya Arabella beruntun. Gadis itu benar-benar tidak habis pikir dengan semua perkataan tidak masuk akal yang keluar dari bibir Gerald.
Gerald menarik napas. "Teknologi semakin canggih di masa depan, Arabella. Ilmu pelajaran juga semakin berkembang. Kau masih belum percaya?"
Arabella menarik tangannya pada akhirnya, kemudian setelah itu, dia duduk melipat kaki berhadapan dengan Gerald. Arabella terlihat sedikit tertarik dengan topik yang sedang dibicarakan.
"Bisa kau jelaskan kepadaku? Ilmu dan teknologi seperti apa yang kau ciptakan?" tanya Arabella penasaran.
"Menggunakan silinder yang sangat amat besar, mungkin berdiameter 100 KM yang memikiki massa yang besar juga. Kemudian silinder tersebut harus berputar dengan sangat cepat menggunakan kecepatan cahaya, sekitar 285.000 KM per detiknya. Penggabungan keduanya inilah yang bisa memperlambat dan mempercepat waktu, sampai aku bisa tiba di sini, untuk menemuimu."
Arabella benar-benar tidak berkedip maupun berkutik. Gadis itu terheran-heran dengan apa yang diucapkan oleh Gerald. Antara percaya dan tidak.
"Kau benar-benar tidak berbohong, kan?"
Lelaki itu terkekeh. "Apa lagi yang harus aku tunjukan, Arabella?"
Arabella berpikir.
"Mungkin tentangku? Kenapa kau sampai seniat ini menemuiku? Aku ingin mendengarnya lebih jelas."
Gerald menarik napas dalam. "Sudah pernah aku katakan, bukan? Kau adalah belahan jiwaku, Arabella. Aku ke sini untuk menemuimu, dan membawamu kembali ke masa depan. Atau mungkin, kita bisa melewati masa sekarang dengan damai. Kau sudah ditakdirkan untukku, kau percaya?"
Ketika melihat kedua mata itu mengedip, Gerald lagi-lagi terpana dan jatuh cinta.
"Tapi, aku sudah memiliki Kei. Bahkan sudah bertunangan dengannya. Kenapa kau kembali dan berniat merusak hubunganku?"
"Aku tidak berniat merusaknya. Aku hanya menunjukan bagian mana yang harus aku tunjukkan. Aku akan melakukan tugasku sampai benar-benar berhasil, Arabella,"
"Lalu, merusak hubunganku, kan?"
Gerald tidak tahu lagi harus berkata apa. Di satu sisi, dia ingin berkata bahwa hal itu benar, namun di sisi lain, dia tidak ingin melihat keterpaksaan dan kesedihan di wajah gadis kesayangannya.
"Mau izinkan aku untuk melakukan suatu hal?" tanya Gerald.
"Apa?"
"Izinkan aku menjelaskan semuanya kepadamu secara perlahan. Izinkan aku membuka matamu secara perlahan. Jika memang kau tidak percaya sampai detik itu, aku akan mundur dan pergi dari kehidupanmu."
"Kau--aku benar-benar tidak mengerti. Semua ini terlalu rumit,"
Gerald mengangguk paham. "Aku tahu. Kau tidak perlu pusing akan hal itu, biarkan aku yang bergerak."
"Namun, Gerald. Bagaimana jika aku tidak mengizinkanmu?"
Arabella melihat ekspresi pria tampan di depannya, sedikit tidak enak hati, namun dia juga penasaran dengan perkataan Gerald.
Apakah dia harus menghianati Kei?
Bagaimana ini?
Arabella benar-benar dibuat pusing tujuh keliling oleh Gerald.
Semua tentang lelaki itu.
"Aku akan berusaha sampai kau mengizinkanku, Arabella."
***
"Nak Gerald, makan yang banyak ya. Ibu berterimakasih sekali karena bisa menyembuhkan Arabella," ucap ibu yang asik menyendokkan lauk ke atas piring milik Gerald.
Sejak obrolan Gerald dan Arabella tadi, ibu langsung menyuruh mereka berdua untuk segera pergi ke ruang makan. Sengaja sudah masak berbagai macam lauk untuk Gerald.
Entahlah, ibu merasa, jika Gerald adalah orang yang baik. Bukan orang aneh seperti yang anaknya selalu katakan.
"Terimakasih bu, maaf jika merepotkan."
"Tidak Gerald, ibu senang kamu main ke sini. Sering-sering ya?"
"Ibu." Sergah Arabella. Sudah sejak tadi ibunya terus memperhatikan Gerald secara berlebihan. Bahkan menurutnya, perhatian ibu ke Gerald lebih besar dibanding peehatian ibu ke Kei.
Menurut Arabella, Gerald itu hanya orang baru. Tidak sepatutnya diperlakukan sangat baik seperti ini.
"Saya tidak ingin membuat suasana menjadi tidak nyaman. Karena sepertinya, Arabella tidak begitu menginginkan saya berada di sini, bu." Canda Gerald yang dibalas lirikan tajam dari Arabella.
Lelaki itu benar-benar berhasil mengambil hati ibunya.
"Biarkan saja, anggap saja ibu yang ingin bertemu."
"Aku sudah selesai makan."
Baru saja Arabella ingin berdiri, namun suara ketukan pada pintu menyadarkan mereka semua.
"Oh tidak, Kei datang!"
Tak lama, muncul lelaki tinggi berpakaian rapih ke dalam rumah. Kei memandang tiga orang yang sedang asik duduk di kursi makan, kemudian mengernyitkan alisnya bingung.
"Anak ibu sudah pulang, sini makan, ibu sudah masak banyak sekali." Ujar ibu sambil menarik tangan Kei untuk duduk di samping Arabella, sedangkan dia berpindah tempat di samping Gerald.
"Kau?" Kei memincing.
Gerald mengulurkan tangannya. "Gerald, teman Arabella."
Kei tidak membalas, namun lelaki itu menoleh ke arah Arabella untuk meminta penjelasan.
"Dia, temanku. Nanti akan aku jelaskan." Tidak ada yang bisa Arabella katakan di depan ibu dan Gerald, namun dapat Arabella katakan bersama Kei. Dia harus memikirkan segala alasan yang logis agar Kei mau menerima semuanya ini.
"Maaf jika kehadiranku mengganggu kenyamanan rumah ini. Izinkan aku pergi setelah menghabiskan makanan ibu yang sangat lezat ini."
Sebut saja Gerald adalah penjilat. Biasanya, untuk mendapatkan hati seorang perempuan, bukankah kita harus mendapatkan hati ibunya dulu?
Maka itu yang akan Gerald lakukan.
"Terimakasih nak, kehadiranmu sangat membantu. Aku akan mengundangmu untuk makan malam lagi ya? Mungkin Arabella akan menghubungimu nanti."
"Ibu...."
"Baik, baik. Maafkan ibu, Kei. Sini ibu ambilkan makananmu."
Setelah ibu pergi untuk menyiapkan makanan Kei, barulah Kei berani angkat suara kepada lelaki asing yang tiba-tiba dia temui di rumah tunangannya.
"Kau teman kuliahnya?" tanya Kei penuh selidik.
Gerald berpikir keras. Alasan apa yang bagus untuk menjawab pertanyaan Kei, ya?
"Bisa dibilang begitu. Namun sepertinya tidak juga. Lebih tepatnya, aku teman yang tidak sengaja ditemui oleh Arabella, ya, tepat seperti itu."
Meski melihat wajah Arabella yang sudah memerah karena amarah, Gerald tetap menjawab dengan hatinya.
Memang tujuannya kan, ingin memanas-manasi Kei.
Maafkan Gerald ya, Arabella.
"Bertemu di mana?"
"Di rumah ini? Benarkan Arabella?"
Giliran Arabella yang tergagap. "Ah, bukan. Lebih tepatnya bertemu di kampus. Kau ingat lelaki yang aku temui dekat toilet? Nah, dia adalah Gerald."
Mau tidak mau, Kei harus percaya.
Meski ada raut ketidaksukaan di wajahnya.
Namun itulah tujuan Gerald saat ini.
Mendapatkan hati Arabella.
***