Yeni akhirnya mau menceritakan hal itu kepada Azara. Meskipun awalnya ia takut, tapi lama kelamaan ia tidak lagi merasa ragu untuk menceritakan hal itu kepada Azara.
"Sekitar satu bulan yang lalu, ketika saya sedang pulang dari toko menuju ke rumah. Beberapa orang preman datang dan mencegat saya. Mereka menagih hutan saya karena saya pernah pinjam kepada salah satu rentenir."
"Terus?" kata Azara masih merasa pemasaran dengan kelanjutan cerita Yeni.
"Saya tidak ada uang sama sekali waktu itu. Sehingga saya tidak bisa mbayar semua hutang saya kepada rentenir. Saya sampai memohon dan berlutut di kaki preman itu. Tapi yang ada saya justru semakin diancam dan akan dibunuh," lanjut Yeni lagi.
"Setelah itu?" kata Azara dengan dahi yang mengerenyit.
"Setelah itu salah satu dari preman itu membisiki sesuatu di telinga saya. Katanya jika saya menerima sebuah ponsel, maka mereka akan pergi dari hadapan saya. Tanpa pikir panjang saya mengangguk. Kemudian mereka memberikan sebuah ponsel pada saya.
Tak berselang lama, ada panggilan masuk di ponsel tersebut.
Saya mengangkat panggilan teleponnya. Di balik telepon itu, terdengar suara seorang pria yang sangat menakutkan. Dia bilang seperti ini,' Saya bisa kasih kamu banyak uang jika kamu bisa carikan saya orang yang tertutup dan melakukan semua yang saya perintahkan!' saya hanya mengangguk dan setuju dengan apa yang dia katakan waktu itu. Setelah itu para preman itu pergi. Tapi tak berselang lama datang agi seorang pria dengan motor gede dan berhenti di depan saya sambil melemparkan sebuah tas ransel besar ke hadapan saya. Setelah saya buka tasnya, ternyata isi tas itu adalah uang. Saya segera pergi ke rumah rentenir itu untuk melunasi hutang saya. Sejak saat itu saya juga mengubah hobi saya jadi suka berbelanja barang mewah."
Setelah selesai mendengarkan cerita dari Yeni, Azara pun keluar dari ruang penyidik. Di luar ruangan Azara disambut oleh seluruh anggota tim yang sudah tidak sabar lagi untuk menginterogasi Azara.
Tapi Azka dan Ali tak terlihat ada di sana.
Sebelum Azara keluar dari ruang penyidik tadi, Azka dan Ali sudah lebih dulu pergi. Mereka duduk di depan kantor untuk menghisap rokok.
"Hei Azara... Apa dia mau mengakuinya?" tanya Arya yang paling bersemangat menanyakan hal ini.
"Iya, aku juga penasaran. Apakah Yeni mau mengakui perbuatannya?"
"Sebaiknya kita bicarakan ini di kantor saja. Mana Azka dan Komandan Ali?" tanya Azara celingukan mencari mereka.
"Mereka sudah lebih dulu keluar tadi. Mungkin sekarang masih di depan," jawab Arya.
Mereka pun sama-sama melangkah keluar meninggalkan ruang penyidik.
Di luar kantor polisi sudah terlihat Azka dan Ali sedang duduk berdua. Ada yang ingin sekali Ali tanyakan kepada Azka.
"Ada apa komandan mengajak saya keluar? Bukannya kita seharusnya masih di dalam untuk menunggu Azara keluar dari ruang penyidik?" tanya Azka sedikit heran.
"Sebenarnya ada yang ingin sekali saya tanyakan. Meskipun sebenarnya saya juga masih tidak percaya dengan ucapan Yeni tadi," jawab Ali ragu-ragu.
"Ucapan Yeni? Memangnya dia bilang apa sama komandan?"
"Dia bilang kalau Azara adalah monster. Dia juga bilang kalau Azara itu bukan manusia biasa," katanya dengan raut wajah tegang.
Mendengar ucapan komandannya, Azka malah tertawa terbahak-bahak.
"Monster? Hahaha..."
"Kenapa kamu tertawa? Memangnya ada yang lucu dengan pertanyaan saya tadi?"
"Sejak kapan komandan percaya sama omongan seorang penjahat?" tanya Azka lagi.
"Iya iya. Kenapa saya harus percaya sama omongan dia ya?" ucap Ali menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lebih baik sekarang kita kembali ke ruang penyidik. Siapa tahu Azara sudah selesai menginterogasi Yeni," kata Azka bangkit dari duduknya. Disusul oleh Ali yang juga ikut bangkit dari posisi duduknya.
Namun ketika akan kembali masuk ke ruang penyidik, Azara dan anggota tim lain justru sudah melangkah keluar dan mereka sling berpapasan.
"Azara, kamu sudah selesai? Bagaimana hasilnya? Apa dia mau mengakuinya?" tanya Ali dengan penuh rasa penasaran.
Azka juga ikut menatap Azara sambil menunggu jawabannya.
"Kita bahas ini di kantor saja!" jawab Azara dengan tegas.
Ali dan seluruh anggota timnya pun kembali ke kantor mereka. Mereka mengadakan rapat kecil untuk membahas masalah ini.
Azara mengeluarkan ponselnya dan menyalakan hasil rekaman yang tadi ia berhasil ambil dari semua ucapan Yeni.
Semua yang tadi dikatakan oleh Yeni telah berhasil direkam oleh Azara.
Semua anggota tim mendengarnya dengan sangat seksama.
"Wow... Keren Azara. Kamu bisa mengambil rekaman ini," kata Arya memuji Azara dengan senyum merekah di wajahnya.
"Kamu hebat Azara. Aku pikir wanita itu hnya bisa menyusahkan saja. Tetapi setelah aku bertemu denganmu, sepertinya kita bisa bekerja sama dengan baik," lanjut Dion memuji Azara juga.
"Biasa saja. Jangan terlalu berlebihan seperti itu memuji seseorang," sahut Azka yang tampak tidak suka jika Azara mendapat pujian dari pria lain.
"Sudah jangan ribut lagi!" kata Ali membuat suasana jadi hening seketika.
"Sekarang lebih biak kita susun rencana lagi untuk besok. Kita mulai bagi tugas lagi," kata Ali melihat ke semua anggota timnya.
"Dion dan Angga, kalian pergi ke tempat Yeni dihadang oleh gerombolan preman itu. Azka dan Azara kalian pergi ke rumah rentenir yang disebut oleh Yeni tadi. Dan kamu Arya, ikut saya menemui Jaksa Ilham untuk memberikan laporan ini," kata Ali lagi dengan tegas.
"Siap komandan!" jawab mereka dengan kompak.
Setelah selesai rapat, mereka bergegas untuk pulang ke rumah masing-masing.
Di depan kantor, Azara tampak berdiri sambil melihat ke arah langit yang terlihat gelap.
Sepertinya sore ini akan turun hujan lebat. Azara harus cepat pulang sebelum hujan membasahi tubuh seksinya itu.
Ketika akan berlari menuju ke halaman parkir, terdengar seseorang memanggil namanya.
"Azara!"
Azara pun menoleh dan melihat ke belakang. Ternyata Azka yang berteriak memanggilnya tadi.
"Ada apa?"
"Apa kamu hari ini sibuk? Bisakah kita berbicara sebentar?" tanya Azka dengan wajah yang serius.
"Apa itu sangat penting? Sebenarnya hari ini aku harus kembali pulang, karena aku ada janji lain malam ini," ucap Azara pelan.
"Oh kalau begitu biar besok saja deh," kata Azka tersenyum.
"Baiklah kalau begitu aku duluan ya," ujar Azara melambaikan tangan ke arah Azka.
"Eh... Azara tunggu!" teriak Azka lagi.
Azara menghentikan langkahnya lagi dan kembali menoleh ke belakang.
"Besok pagi aku akan jemput ke rumah kamu ya, jadi kamu tidak usah repot membawa mobil sendiri," ucap Azka.
Azara hanya mengangguk sambil tersenyum. Bahkan senyuman indah yang keluar dari mulut Azara mampu meluluhkan hati Azka yang dingin.