Chereads / VAMPIRE DETECTIVE / Chapter 4 - CHAPTER 3

Chapter 4 - CHAPTER 3

"Pelaku utamanya adalah Dony yang menyebabkan kebakaran itu."

"Apa?!"

Semua tersentak kaget saat Q mengungkapkan kebenaran.

"Kau yang ingin chef Hiro terbunuh, Galih."

"Galih?" tanya Getra

Q mengangguk.

"Namamu bukan Dony. Tapi Galih."

"Kau bercanda," sahut sinis Dony

"Bisa aku lihat KTP-mu?" tanya kepala polisi

Dony atau Galih itu mengambil KTP pada dompetnya. Tapi tanpa di sangka secarik kertas terbang jatuh dan mendarat di dekat kaki Getra yang berdiri tidak jauh dari Dony atau Galih.

Getra memungutnya, lalu memberikannya pada Q.

'Sudah aku siapkan'

Begitulah yang terdapat di carik kertas itu. Q memberikannya pada kepala polisi lalu melirik ke arah Q.

"Sudah terbukti," sahut Q.

Ya, sudah tergambar jelas apa yang akan dilakukan Dony saat kertas tersebut di berikan padanya.

"KTP!" sentak kepala polisi pada Dony

Seakan ragu memberikan KTP-nya, Dony dengan sangat pelan memberikan KTP-nya pada kepala polisi.

"Nama yang tertera di KTP-nya adalah Dony, Q," sahut kepala polisi itu.

"Boleh aku lihat?" tanya Q.

Kepala polisi itu memberikan KTP itu pada Q. Dia memeriksanya. Lalu ia tersenyum miring.

"Ini dipalsukan," sahut Q.

"Omong kosong!" bentak Dony

Oh ayolah. Jika dia tidak benar-benar memalsukan bukan itu yang harusnya ia katakan. Tapi itu membuat Q terkekeh.

"Kau kira aku bodoh? Kau bisa saja menipu anak kecil seusia-ku tapi tidak denganku, Galih," ucap Q lalu membuka lapisan yang melapisi KTP Dony itu.

Dan terpampanglah. Nama Dony hanya sebagai tempelan dan benar-benar rapi tertempel memutupi nama aslinya. Kepala polisi menganga tidak percaya. Bahkan dirinya bisa tertipu dengan KTP palsu seperti itu? Ah dia tidak bisa menyebutnya sebagai kepala polisi.

"Bukti selanjutnya adalah kau bilang kau tidak bisa lepas dari rokok, Galih," sahut A lagi "tapi buktinya, kita sudah tiga jam ada disini dan kau tidak merokok," lanjut Q.

Ah Q memang selalu benar. Kepala polisi bahkan Getra tidak menyadari itu.

"Kau bisa menggeledahnya Bang? Salahkan aku kalau abang nemuin rokok beserta pematik di baju yang membungkus tubuhnya," perintah Q lagi.

Getra beringsut memeriksa Galih, walaupun Galih memberikan perlawanan.

Q memperhatikan saksi lain. Perhatiannya teralih pada Hena yang menggosok-gosokkan tangannya pada baju yang ia pakai. Q tau. Itu pengalihan. Q menyadarinya. Tapi Q tidak dapat dengan mudah menyatakan bahwa Hena adalah pelakunya. Bukti yang dituduhkan belum kuat.

Q mencari lagi, Q tidak mau meloloskan pembunuh.

"Aku tidak menemukan rokok ataupun pematik, Q," sahut Getra

"Ah, kau bukan hanya pembunuh yang sadis Galih. Tapi kau pembohong besar juga," ucap Q.

Sebelumnya, Q dan anggota lain memeriksa TKP dan rekaman CCTV. Q melihat kejanggalan pada sosok Galih ini. Rokok yang ia nyalakan sedari tadi masuk di bagian dapur, sama sekali tidak di hisapnya. Bahkan hanya di biarkan menyala.

"Aku masih punya bukti yang lain. Kenapa kau sebagai pengunjung hotel masih memesan makanan langsung ke dapur? Sedangkan, kau dengan mudah dapat menelepon service counter dan mendapatkan makananmu dengan mudah tanpa harus turun ke lokasi. Ah itu bukan rencananya kan?"A terkekeh kecil. Galih diam tak berkutik.

"Bapak punya rokok?" tanya Q.

Kepala polisi itu mengangguk dan memberikan rokoknya beserta pematik. Lalu Q menyodorkan pada Galih.

"Bukti yang lain adalah, kau sama sekali tidak bisa merokok, Galih."

"Kau bercanda," sahut Galih dengan nada sinis

"Buktikan," sahut Q

Ragu. Terlihat jelas di wajah Galih. Rokok itu sudah ada di bibirnya. Ia hanya tinggal menyalakan dan menyesapnya. Tapi keraguan muncul.

"Baiklah. Aku bukan perokok," ucap pelan Galih

"Dan kau sengaja membawa rokok karena sudah di rencanakan?" tanya Getra diangguki oleh Galih.

"Kau di tangkap," ucap kepala polisi.

"Masih ada satu orang Pak," ucap Q.

Kepala polisi itu kemudian menatap Q dengan tanya ada lagi?

Q hanya mengangguk tanpa melihat kedepan.

"Hena dalang dari semua ini."

"A-apa kau sed-sedang bercanda?" ucap Hena terbata

"Mana mungkin? Hena adalah murid kesayangan chef Hiro," sahut Edo

Q terkekeh geli, "Seberapa besar kau membela dia, Mas Edo? Bahkan dia tidak akan pernah melihatmu."

"Ap-apa yang kau bicarakan?" tanya Edo

Q menggeleng kecil. Q tau, Edo ini menyukai Hena. Mereka satu kelas di les memasak dengan chef Hiroto. Tapi Hena masih saja enggan untuk menanggapi Edo. Q bisa merasakannya dengan sekali melihat tatapan Edo pada Hena. Dilihat dari biodata mereka masing-masing dan pengalaman kerja juga sekolah mereka.

"Bang, kau sudah periksa saku-saku dari para saksi?"

Getra menggeleng. Kemudian kepala polisi yang tau itu belum dilakukan segera bangkit dan memeriksa saku baju mereka satu persatu. Tapi tidak dengan Hena.

"Biar aku yang memeriksanya," ucap Q.

Kepala polisi mengangguk setuju.

"Kau bahkan punya kartu namamu sendiri Hena," sahut Q setelah menemukan kartu nama di saku baju koki miliknya "dan apa ini? Bukan hanya no teleponmu disini," ucap Q membalikkan kartu nama Hena tadi.

"Kau bisa mencoba menghubunginya, Bang?"

Getra mengangguk lalu mengambil alih kartu nama itu. Dengan segera, ia menelepon nomor yang tertera di kartu itu.

Telepon berdering di sekitar mereka. Handphone yang kepala polisi geledah tadi, yang di simpan di atas meja berdering.

Dan pemilik telepon itu adalah, Galih.

Q tersenyum.

"Bukti yang lain adalah noda di baju milik Hena. Baju putih ala koki mungkin bisa saja terkena minyak, tapi tidak dengan dessert. Apalagi dessert hotel ini sama sekali rendah lemak dan bisa dikatakan tidak mengandung minyak," sahut Q "apa aku harus mengatakan aku pernah menginap di hotel ini?" kekeh Q.

"Biasanya koki yang memegang dessert, bajunya akan memiliki bau khas cream yang bercampur dengan kue. Tapi bisakah seseorang mencium baju milik Hena? Baunya adalah bahan bakar minyak," sahut Q.

"Kalian di tangkap," ucap kepala polisi itu

Lalu beberapa polisi memintai keterangan kenapa bisa mereka merencanakan pembunuhan. Itu yang tidak ingin Q ketahui. Maka dari itu, Q dan Getra pulang jam empat subuh.

Dan, kasus selesai.

"Q. Kau sekolah?" tanya Getra di luar kamar Q.

"Ya, aku berangkat."

Q. QireaTiffany. Sekolah tingkat atas dan memegang prestasi di berbagai bidang dan aktif dalam segala urusan sekolah.

"Rea, sebenarnya ada yang pengen gue tanyain."

"Apa lo nahan itu sampai sekarang dari tadi malem?"

Getra mengangguk polos, "gimana lo tahu kalau Dony itu adalah Galih?"

Rea. Panggilan rumah dan teman sekolah untuk Q. Dia menghela nafas.

"Sebaiknya lo periksain mata lo, Bang," sahut Rea "lo ga membaca di kartu nama milik Hena? Disitu tertulis jelas nama Galih," lanjut Rea memakan nasi gorengnya

"Gue liat, karena saku milik koki Hena transparan dan tipis. Dengan sangat jelas gue melihat itu, Bang."

Getra hanya mengangguk kecil.

"Gue berangkat," ucap Rea meninggalkan rumah menuju sekolah dengan mobilnya.

Sekarang, ia harus berperan sebagi Rea. Bukan Q.