Malam itu ayahnya Mirhan menepati janji nya. Semua barang yang ada di daftar sudah diganti dengan barang-barang di gudang. Barang pemberian ayahnya Mirhan yang masih ada di asrama itu hanya barang-barang yang ada di kamar Mirhan, dengan catatan Mirhan membayar berlebih untuk beban listrik. Sedangkan untuk barang yang di luar kamar Mirhan hanya kulkas, lemari tempat meletakan piring, dan tempat meletakkan bumbu.
"Fiuh…akhirnya asrama kita kembali seperti biasa," ucap Heri setelah melihat semua barang-barang kembali seperti semula. "setelah kemarin membuat mata gue sakit," ucap Heri lalu pergi meninggalkan dapur menuju kamarnya.
"Yah...belum sempat nyobain televisi LCD dong…" ucap Arif terlihat kecewa.
"Eh…Alligator berjalan...kalau tuh televisi ada di rumah ini, pembayaran bulanan asrama bakalan naik," ucap Ryu dengan kesal. Sebab Arif sendiri yang memohon padanya agar pembayaran bulanan asrama tidak dinaikkan.
"Iya...gue tau…" Arif merasa bete dimarahin Ryu.
Bawahan kepercayaan ayahnya Mirhan menghampiri Ryu dengan ramah, "Tuan muda...dengan ini semua barang yang ada di daftar ini sudah dikembalikan seperti sebelumnya."
"Oh...iya pak...terima kasih," Rio menanggapi dengan ramah juga.
"Besok kami akan memulai pemasangan Warnet," ucapnya menjelaskan. "Dimana kami akan memasang warnet di rumah ini," tanyanya kemudian. Ryu langsung melirik ke arah ibu Manda.
Beliau langsung mendekat ke arah Ryu dan bawahan ayahnya Mirhan. "Bisakah dipasang garasi yang telah dijadikan gudang?" tanya beliau dengan ragu.
"Oh…gudang itu ya?" bawahan yang selalu berpakaian rapi itu berpikir sejenak. "Sepertinya tidak masalah," jawabnya sambil tersenyum. "Kapan kami bisa memasangkannya?" tanyanya lagi.
"Besok saat kami ke sekolah, jadi anda tidak mengganggu muridku yang sedang di asrama, untuk kuncinya bisa anda pinta ke Mirhan," ibu Manda memberikan perintah.
"Baiklah...kalau begitu, izinkan saya untuk pulang dulu, besok pagi saya akan kembali kesini lagi," jawab bawahan itu dengan santon diiringi beberapa anak buahnya yang berpakaian yang sama.
"Gila...gue seperti melihat agen rahasia pembasmi Alien," oceh Helena setelah mereka pergi. "Halo...warga asrama Flower Garden...kami datang untuk menguasai asrama ini…" ucap Helena dengan suara yang persis seperti suara Alien.
"Dimana pesawat piring terbangmu?" Ryu ikut menimpali.
"Kemarin dirazia polisi karena tidak membawa SIM, STNK,dan Plat nomor polisi," Helena kembali menjawab dengan suara Aliennya. Itu cukup membuat seisi asrama tertawa terbahak-bahak.
***
Di sekolah Ryu, Heri, Arif, dan Helena berkumpul di kantin karena ditraktir Mirhan. Mirhan kadang tidak butuh alasan hanya untuk melakukan apa yang dia mau, termasuk mentraktir teman-teman se asramanya. Sebelumnya dia hanya bilang pengen ngerasain nasi goreng setan di kantin, tapi malah mentraktir teman-temannya untuk ikut mencoba.
Ryu yang pada dasarnya tidak suka makanan yang pedas hanya pasrah. Walaupun nasi goreng yang mempunyai level satu. Tadinya dia sudah menolak, tapi setelah Mirhan berjanji akan memesankan nasi goreng level nol untuknya, dia baru mau ikut makan nasi goreng itu.
Sementara Dicky dan anak buahnya memperhatikan mereka di kantin. Teman-temannya Helena yang sekelas juga bingung kenapa Helena bisa dekat dengan mereka. Sebab belakangan sejak Ryu, Heri, Arif, dan Mirhan dihukum guru, mereka tiba-tiba menjadi bahan pembicaraan di sekolah. Ditambah lagi Ryu yang digosipkan dekat dengan cewek populer di sekolah yaitu Rasya.
"Iya mas, mbak...pengen pesan apa?" tanya pelayan dengan ramah sambil membawa catatan dan pulpen di tangannya untuk mencatat pesanan.
"Semuanya nasi goreng setan, tapi beda level," jawab Mirhan dengan santai. "Gue yang level paling pedas," ucap Mirhan dengan mantap.
"Gue level tiga mbak cantik," ucap Arif sambil mengedipkan mata membuat wajah si pelayan memerah.
"Hem… Pepet terooos!..." seru Heri mengejek Arif. Semuanya tertawa mendengar ejekan Heri yang menusuk.
"heh…level berapa ya?" Helena sambil berpikir sejenak. Ini memang kebiasaan cewek selalu menimbang-nimbang sebelum menentukan pilihan. "Level tiga juga deh…" jawabnya kemudian.
"Lo kok ngikutin gue sih?" tanya Arif sambil senyum-senyum.
"Alligator berjalan," Helena menjawab sambil menirukan suara Ryu.
"Tiga…" jawab Heri singkat.
"Mbak...he he he…" ucap Ryu malu-malu.
"Iya…" jawab pelayan itu dengan ramah.
"Anu…bisa gak level nol aja?" tanya Ryu masih malu-malu.
Mendengar pertanyaan Ryu membuat pelayan itu tertawa kecil. "Bisa…" jawabnya sambil menahan tertawa. "Tapi nama nasi gorengnya berubah dong, bukan nasi goreng setan lagi, tapi nasi goreng malaikat."
Wajah Ryu langsung memerah karena malu, "Gue memang gak suka setan mbak, soalnya terlalu jahat…" ucap Ryu tersenyum kecut.
"Oke...tunggu sebentar ya?" pelayan itu langsung pergi meninggalkan mereka.
"Eh bro…lo seriusan pengen buatkan usaha warnet di asrama?" tanya Helena membuka pembicaraan.
"Yah...hitung-hitung buat menambah penghasilan asrama," Ryu menjawab sambil menyalakan rokok.
"Heh...jangan menyalakan rokok disini ketahuan tuh guru Killer mampus lo…" Mirhan yang duduk di sebelah Ryu.
"Tenang di sebelah ada mang Basit lagi bakar sampah…" Ryu sambil menunjuk ke arah mang Basit yang lagi membakar sampah di samping kantin.
"Hem...pantes lo ngajakin kita duduk disini…" Heri menanggapi dengan sinis.
Tidak lama kemudian nasi goreng yang di pesan mereka sudah siap. Nasi goreng diletakan di meja mereka masing-masing, sayangnya antara nasi goreng satu dan yang lainnya tidak ada yang berbeda. Itu membuat nasi goreng tertukar sangat mungkin terjadi.
Mirhan menyuap satu sendok nasi goreng yang ada di depannya. "Ah...apanya yang nasi goreng setan?" Mirhan merasa kecewa. "Ini gak ada sama sekali pedasnya.
"Hah…seriusan?" tanya Heri lalu ikut menyendok nasi goreng ke mulutnya. "Gila pedas gini…" ucapnya kemudian.
"Sama punya gue juga sesuai dengan yang gue pesan…" Arif juga berkomentar yang sama setelah menyendok nasi goreng ke mulutnya.
Sedangkan Helena mencicipi nasi goreng itu dengan menirukan gaya Chef yang terkenal di acara lomba memasak, "Nasi goreng ini teksturnya sangat rapi...tingkat kematangannya sangat tepat, dan pedasnya sangat sesuai dengan lidah saya…" semua temannya melongo melihat tingkah Helena yang absurd.
Ryu yang melihat teman-temannya memakan nasi goreng tanpa kepedesan langsung menyendok penuh nasi goreng itu ke mulutnya. "Pedas!..." teriaknya sehingga seluruh orang di kantin itu menengok ke arahnya. Ryu langsung buru-buru menuangkan air ke gelas. Dia langsung meminumnya dengan tergesa-gesa. "Hah...hah...hah…" Ryu sambil mengipas-ngipas mulutnya. "Ini yang bikin nasi goreng gak punya otak," Ryu ngomel-ngomel.
"Sini gue coba…" Mirhan lalu menyendok nasi goreng milik Ryu ke mulutnya. "Hah...ini nasi goreng gue…" ucap Mirhan lalu menukar nasi gorengnya dengan nasi goreng Ryu. "Nasi goreng kita ketuker."
"Hah...hah...memang...nasi goreng….setan!..." Ryu sangat kesal.
"Gila lo Yu...lo tahan dengan itu nasi goreng?" tanya Arif. "Itu nasi goreng di atas level sepuluh lho…" Arif menjelaskan.
"Saya salut dengan anda…" Helena sambil menyalami Ryu.
Mereka semuanya tertawa puas, begitu juga murid-murid lain yang ada di kantin itu. Kemudian saat mereka sedang makan telepon Mirhan berbunyi. Dia mengecek siapa yang sedang menelponnya. Itu ternyata telepon dari ayahnya, dia langsung mengangkatnya lalu di loudspeaker
Karena kepedasan Mirhan berbicara sambil terbata-bata, "Heh...iya…yah…" jawab Mirhan.
"Kamu sedang apa nak?" tanya ayahnya yang keluar dari speaker handphone Symbiannya.
"Hah...lagi...makan...nasi goreng...setan…" jawab Mirhan seolah terdengar sedang mengatai ayahnya.
"Kamu ngatain ayah setan!..." tanya ayahnya dengan marah.
"Bukan...yah…" Mirhan yang masih kepedesan. "Mirhan...lagi...makan...nasi...goreng...setan…" jawab Mirhan bersusah payah.
"Oh...ya udah...lanjut saja makannya," ucap ayahnya langsung menutup telepon. Semua teman-temannya tertawa mendengar pembicaraan Mirhan dengan ayahnya.
Bersambung…