Chereads / Berlin Assassin / Chapter 5 - Nyawa dibayar dengan Nyawa

Chapter 5 - Nyawa dibayar dengan Nyawa

Kota Paris merupakan Kota paling Romantis di Europa dan juga di dunia. Banyak film-film dan novel-novel Romantis yang mengambil latar belakang di Kota yang terkenal dengan Menara Eifel dan Arc de Triomphe. Kita tidak membicarakan romantisme di Kota ini ataupun tentang orang-orang yang dimabuk cinta ataupun kisah cinta Dilan dengan Milea yang tengah digandrungi oleh para kawula muda yang tengah dimabuk asmara dan dicandu oleh cinta.

Saat ini, puluhan Kupu-kupu Malam sedang menjajakkan tubuh mereka di dinginnya malam Kota Paris, Galia. Mereka berkumpul di Quartier Pigalle, salah satu wilayah di Paris dimana prostitusi adalah hal yang sah. Yah, mungkin secara gampangnya bisa disebut sebagai area khusus untuk melampiaskan hasrat dan nafsu seksual.

Sementara itu, di sebuah ruangan di sebuah Hotel Melati di di Quartier Pigalle. Seorang Agen Jerman berwajah tampan dan berambut pirang yang dalam keadaan telanjang terjatuh di lantai. Di hadapannya berdiri seorang kupu-kupu malam yang cantik dan bertubuh seksi yang juga sama telanjangnya.

"Sialan kau, J*l*ng!" teriaknya sambil memegangi tangan kirinya yang telah dipotong.

"Kau seperti Lalat yang terjebak di jaring Laba-laba," Kupu-kupu malam tersebut memegang sebuah Pedang dan menjilati darah di Pedang tersebut. Lalu dia menebas leher pria tersebut sehingga kepalanya terjatuh ke lantai dan darah mengalir dengan deras dari lehernya.

"Sekarang bagian dalammu akan menjadi Dollar," ucapnya dengan seringai Iblis.

***

Maria dan Maximilian sedang duduk sambil menikmati segelas darah hangat bersama dengan Brigadir Jendral Friedrich Wilhelm Alexander di ruang kerja dari Sang Brigadir Jendral yang bercat gelap dan dingin.

"Aku tidak pernah menyangka bahwa kita akan bertemu lagi, Maria," ujar Sang Brigadir Jendral sambil mengelap mulutnya dengan kain untuk menghilangkan cairan darah yang habis dia minum.

"Kebetulan yang indah," balas Maria singkat seperti biasanya.

"Ngomong-ngomong, apakah anakku melakukan hal-hal yang senonoh?" tanyanya sambil menatap anak Laki-laki bungsunya.

"Dia memang begitu. Tapi, jika Maximilian memanjangkan rambutnya. Dia terlihat sangat cantik seperti seorang Bidadari," jelas Maria sambil sedikit memuji dan menggoda kekasihnya.

"Hahahahaha..... Maximilian dan Mia, wajah mereka mirip dengan Ibunya. Tumben kau diam, Max. Biasanya kau cerewet."

"Aku hanya bingung memilih pembicaraan yang tepat," balas Maximilian dengan ekspresi dan nada malasnya.

"Apakah kau sudah menguasai Blauen?" tanya Sang Brigadir Jendral pada anak lelakinya.

Maximilian lalu memunculkan api biru yang membara di tangan kanannya, "Menurutmu?"

"Aku juga yakin bahwa kau bisa menguasai Blauen sejak usia sebelas tahun."

Mia berjalan dengan terburu-buru, dia lalu memasuki ruangan Sang Ayah dengan menendang pintu ruangannya dengan sangat keras sehingga merusak pintu dengan dua bagian tersebut dan dia segera berjalan dengan terburu-buru menuju ke ayahnya, Brigadir Jendral Friedrich Wilhelm Alexander.

"Ada apa kau terburu-buru begitu, Mia!" kesal Alexander.

"Gawat, salah satu Agen kita mati terbunuh di Paris. Aku butuh bantuanmu, Maria," ucap Mia dengan nada terburu-buru.

"Kau mau membayarku berapa?" balas Maria.

"Tenanglah, Mia," Maximilian mencoba menenangkan Kakaknya walau hanya dengan dua kata.

"Mayat JR ditemukan di sebuah tempat sampah dengan tubuh yang terpotong-potong tanpa organ tubuh bagian dalam," ucap Mia terburu-buru.

"Sudah pasti pelakunya adalah bagian dari sindikat penjualan Organ tubuh," imbuh Maria.

"Bagaimana kau tahu?" tanya Mia dengan polos.

Alexander lalu menjitak kepala Putrinya.

"Mana mungkin Mafia penjual organ tubuh mencuri sembilan Bijuu. Kau pikir mereka itu Akatsuki, apa? Hah!"

"Baiklah, Maria. Aku akan membayarmu tiga ratus Mark untuk menangkap hidup-hidup pelaku pembunuhan bawahanku."

"Huh, padahal aku ingin membunuhnya," keluh Maria.

"Ini urusan kelompokku, jadi biar kami yang eksekusinya. Aku punya firasat bahwa pelakunya adalah seorang PSK. Julian Rupert itu seorang Playboy dan setiap laporannya selama bertugas di Paris. Dia selalu melewati Quartier Pigalle."

Mia sedang sibuk dengan ponsel-nya, "Aku sudah mentransfer uang senilai tiga ratus lima mark ke rekeningmu, Maria. Kuharap kau lakukan yang terbaik."

Maria lalu berdiri, "Tiga ratus lima mark telah aku terima. Senang berbisnis denganmu, Putri Mia."

Transaksi telah dilakukan dan pekerjaan akan segera dituntaskan. Dengan begitu, Maria segera menghilang dengan kemampuan teleportasinya.

"Kau bertanggung jawab untuk Operasi di Paris. Meskipun bawahanmu seorang Lelaki Playboy," ucap Maximilian.

"Sudah sewajarnya seorang pemimpin membalaskan dendam bawahannya yang telah dibunuh secara sadis," balas Mia dengan tatapan mata yang tajam.

Alexander memperhatikan ekspresi wajah putrinya yang dipenuhi dengan amarah dan dendam.

"Meskipun bawahannya tergolong brengsek. Tetapi dia telah melakukan tugasnya sebagai pemimpin dengan baik. Kau memang hebat, Mia. "

***

Ruangan yang rahasia dan tertutup merupakan salah satu tempat terbaik untuk bertransaksi, merencanakan dan berkonspirasi. Nadine Jansen yang bertubuh cantik dan seksi sedang berkumpul di sebuah ruangan yang dipenuhi asap rokok dan aroma alkohol beserta beberapa orang anggota dari Gangster Neo-Nazi, Agen CIA, Irgun dan Greywolves.

"Aku tidak menyangka bahwa korbanmu adalah seorang Agen Jerman," ucap Mustafa Erdogan, seseorang yang merupakan anggota dari Gangster Greywolves, yang merupakan sayap Militer dari Partai Fasis di Turki, Partai MHP.

"Kebetulan yang menguntungkan. Aku menemukan banyak informasi penting dari dia, salah satunya adalah beberapa Agen dari Negara-negara Soviet yang bertugas disini," ucap Nadine.

Seorang agen CIA memberikan sebuah kalung emas kepada Nadine, "Ini untukmu. Godalah mereka dengan tubuhmu yang seksi." Lalu agen tersebut meremas gunung kembar milik sang kupu-kupu malam yang cantik dan seksi tersebut. Nadine menerima kalung emas yang diberikan oleh George Bidzil, yang masih penuh nafsu meremas gunung kembarnya.

Alona Adi lalu memberikan Pil kepada Nadine, "Minumlah jika kau terdesak. Kita tidak akan tahu musuh seperti apa yang akan kita temui." Lalu Gadis Irgun tersebut pergi meninggalkan rekan-rekannya.

"Meskipun kita berbeda Organisasi, tapi tujuan kita adalah sama. Menjual Organ tubuh ke seluruh Dunia," tegas Damien Josep, Pemimpin dari Mafia Perdagangan Organ Tubuh di Galia yang juga merupakan salah seorang simpatisan dari Partai Neo-Nazi di Galia.

***

Kota Paris di sore hari memang sangatlah cantik dan menawan, bagaikan seorang perawan yang sedang menatap langit sore yang jingga namun elok. Tapi sayangnya ini musim dingin, sehingga sang senja muncul lebih cepat.

Di sebuah tempat yang sepi di Kota Paris, Maria muncul melalui sebuah portal dengan mengenakan jas dan celana panjang berwarna hitam. Penampilannya kali ini layaknya seorang Mafia kelas atas. Dia lalu segera berjalan menuju ke arah Quartier Pigalle. Sebelum menuju ke tempat tujuan, terlebih dahulu Maria berjalan-jalan menjelajahi sebagian dari Kota yang dikenal akan Romantismenya tersebut.

"Mereka akan keluar di malam hari."

Gadis vampir itu lalu melewati sebuah gang, dimana di gang tersebut dia melihat jasad seorang lelaki Ukraina yang kondisi tubuhnya habis disobek-sobek.

"Sepertinya dia adalah seorang Agen KGB Ukraina. Musuh telah membunuhnya dan mengambil seluruh organ tubuhnya."

Dari ujung gang tersebut, muncul beberapa orang Wanita berbadan kekar yang bertopeng dan bersenjatakan Pedang. Terdengar dari deru nafas mereka bahwa mereka adalah kaum hawa.

"Sepertinya kita memiliki mangsa yang baru."

"Kita beruntung bisa mendapatkan dua mangsa dalam satu hari."

Mereka berdelapan lalu berlari dan bersiap untuk menyerang Maria dan dia segera memasang kuda-kudanya.

Maria menghindari serangan dari orang pertama, dan dia lalu membanting orang tersebut ke tembok dan menendang lehernya dengan sisi kaki kanannya sehingga musuhnya langsung tewas seketika. Dengan cepatnya Maria langsung menendang kepala orang kedua lalu menendang dadanya dengan kaki kirinya sehingga musuhnya terdorong dan menjatuhkan dua orang temannya.

Dia menghindari setiap tebasan yang dilancarkan oleh orang kelima. Tangannya lalu memegang pergelangan orang tersebut dan mendorongnya ke tembok. Tubuh orang itu menghantam tembok dan Maria segera memukuli orang tersebut dengan keras sehingga kepalanya pecah.

Dia lalu berlari dan melakukan tendangan melompat, dimana dengan kedua kakinya Maria berhasil menjatuhkan dua orang sekaligus. Maria menghindari serangan dari dua orang musuhnya, dan Maria lalu memegang tangan mereka berdua dan membuat mereka saling tusuk menusuk dengan Pedang mereka di lehernya masing-masing.

Empat orang tersisa, Maria mulai mengeluarkan Katana-nya dan mereka lalu saling beradu Pedang. Maria dengan gesit dan cepat menebas empat orang Gangster yang tersisa sehingga tubuh mereka kini terpotong-potong menjadi beberapa bagian.

Setelah selesai menghabisi delapan orang gangster tersebut, Maria yang mendengar suara sirine Mobil Polisi langsung segera berlari di tembok untuk pergi ke atas bangunan tersebut.

Suara sirini Mobile Polisi berhenti di ujung gang. Dua orang Polisi keluar dari Mobilnya dan berjalan memasuki gang yang dipenuhi dengan mayat-mayat yang termutilasi.

"Setiap hari, selalu saja ada perkelahian antar Gangster," keluh Polisi satu.

"Ayo kita panggil yang lainnya," Polisi dua lalu mengabil ponsel-nya dan menghubungi rekan-rekannya.

Maria yang mengamatinya dari atas segera melompati bangunan sebelahnya untuk pergi menuju ke lokasi prostitusi tersebut.

"Apakah kau merasakan ada sesuatu di atas?" tanya Polisi satu.

"Kurasa hanya ilusimu saja."

Maria berlari dan melompati bangunan demi bangunan. Setelah perjalanan selama tiga puluh menit, akhirnya sang tokoh utama tiba di atas sebuah rumah prostitusi di Quartier Pigalle.

Maria memejamkan matanya untuk melakukan penyensoran untuk mencari orang-orang dengan aura yang berbahaya.

"Ketemu."

Maria lalu segera berteleportasi menuju ke sebuah gang. Dari gang tersebut dia segera berjalan memasuki kawasan Quartier Pigalle.

"Hanya demi uang, mereka gadaikan kesuciannya," gumam Maria yang memperhatikan puluhan PSK yang berkumpul di pinggir jalan.

Beberapa PSK menghampiri Maria dan mengajaknya untuk berkencan.

"Maukah kau berkencan denganku. Aku juga melayani Lesbian seks," goda PSK satu.

"Denganku saja, aku akan membuatmu puas," goda PSK dua.

"Aku memiliki tubuh yang montok dan melayani Lesbian seks dengan harga murah meriah," goda PSK tiga.

Maria lalu mengeluarkan Katananya dan mengarahkan Katananya ke arah gerombolan PSK yang sedang menggodanya. "Menyingkirlah atau aku bunuh kalian semua!" ancamnya dengan nada dingin dan tatapan mata yang tajam.

Para PSK yang ketakutan tersebut lalu bubar dan kembali ke posisi mereka sebelumnya.

"Dasar orang-orang merepotkan. Ini sama seperti di Saxo dan Midnatsol. Mereka (PSK) adalah sampah masyarakat."

Maria lalu berjalan dengan santai dan memasuki rumah prostitusi yang bernama L'Enver. Ketika memasuki rumah tersebut, sang tokoh utama dihadang oleh seorang Negro berbadan kekar setinggi dua meter.

"Buanglah Katanamu!" perintahnya.

"Tidak."

Negro tersebut lalu melancarkan teknik Kapoeiranya, dengan gesit Maria menghindari serangan kapoeira dari Orang Negro tersebut. Negro tersebut berdansa dalam alunan melodi yang enerjik untuk menyerang dan melumpuhkan Maria. Dia hanya menghindari serangan-serangan dari orang tersebut.

Pertarungan antara Maria dan seorang Kapoeira terjadi di jalanan. Mereka saling beradu tendangan dan pukulan. Maria lalu menginjak belakang lutut orang tersebut dengan kaki kirinya dan menendang kepalanya dengan keras hingga kepala orang itu menghantam lampu jalanan.

"Sepertinya kau masih hidup," ucap Maria.

Negro tersebut lalu bangun dan maju untuk menyerang Maria. Maria menahan pukulannya dengan tangan kanannya lalu mengangkat tangan orang tersebut dan memukul-mukul dada Negro tersebut dan menendangnya hingga dia terdorong menghantam tembok.

"Bisa saja aku menggunakan Katana. Tapi itu tidak ada gregetnya," ucap Maria yang mengikuti cara bicara ala Mad Dog.

Maria lalu melompat ke arah Negro tersebut. Tetapi tendangannya ditahan oleh musuhnya tersebut.

"Aku tidak selemah yang kau kira," tegas orang Negro tersebut.

Negro tersebut lalu membanting Maria ke arah lampu jalan. Maria lalu memegangi tiang lampu jalan tersebut dan berputar-putar seperti orang sedang berdansa dan menghilang secara tiba-tiba dengan teleportasinya.

Maria muncul secara tiba-tiba di depan Negro tersebut, dia melompat lalu menendang telinga kananya dengan keras hingga dia terjatuh lalu Maria menginjak leher si Negro hingga dia pingsan akibat tekanan yang kuat yang dia terima di saluran pernafasannya.

Setelah membereskan musuhnya yang lumayan sedikit merepotkan, Maria segera memasuki rumah bordil tersebut dan dalam perjalanan menuju ke arah target, Maria menghajar setiap orang-orang yang menghalanginya hingga mereka pingsan terkapar.

Setelah sampai di lantai dua, Maria lalu menendang pintu kamar nomor dua puluh sembilan dimana Nadine Jansen yang dalam keadaan telanjang dada sambil memegang Pedang setelah membunuh seorang pria yang merupakan Agen Armenia Soviet.

"Oh, sepertinya ada tamu tak diundang."

"Jadi kau yang telah membunuh dia," ucap Maria dengan nada yang dingin.

"Dia siapa? Apakah kau sepertinya berasal dari Negara-negara Komunis yang kolot itu?" tanya Nadine dengan nada meremehkan dan merendahkan.

"Kolot menurutmu. Tapi kami punya harga diri," balas Maria dengan tegas.

Maria lalu segera berlari dan menerjang Nadine hingga mereka keluar dari jendela. Mereka berdua jatuh di jalanan yang dipenuhi dengan salju bersama puluhan kepingan dan pecahan kaca jendela dari ruangan prostitusi tersebut.

Nadine lalu menendang perut Maria dengan keras hingga dia terpental. Dia lalu berdiri dan maju untuk menebas Maria. Maria lalu menahan Pedang musuhnya dengan Katananya dan dia lalu menyapu kaki Nadine hingga terjatuh.

"Kau akan mebayar atas perbuatanmu di dunia ini dan di neraka." Maria lalu berdiri dan mengarahkan Katananya ke arah Nadine.

Nadine lalu bangun, "Kau punya kesempatan untuk membunuhku tadi."

"Itu tidak greget," balas Maria.

"Kau seperti Maddog saja."

Mereka berdua lalu kembali beradu Pedang. Pedang dan Katana mereka saling berhantamanan dan beradu. Nadine menendang ke arah wajah Maria, tetapi Maria menahan kaki kiri Nadine dan menyapu kaki kanannya hingga dia terjatuh. Maria lalu mengangkat kaki kiri Nadine dan menginjak kaki kanannya dan dia lalu melempar tubuh Nadine ke arah tiang lampu jalan.

Nadine lalu mengambil sebuah pil pemberian dari seorang anggota Irgun di kantong celananya. Dia menelan pil tersebut. Perlahan tapi pasti, tubuh Nadine mengalami reaksi. Matanya berubah menjadi berwarna merah, sedangkan otot-otot tubuhnya mulai membesar.

"Dia seperti Hulk. Sepertinya dia mengkonsumsi sebuah obat terlarang."

Nadine lalu segera bergerak dengan cepat untuk menyerang Maria. Dia melancarkan pukulan-pukulannya dengan sangat cepat dan tepat, akan tetapi Maria berhasil menghindari dan menangkis setiap serangan oleh Nadine yang dia lancarkan.

Maria lalu melompat dan menendang wajah Nadine dengan kedua kakinya. Nadine masih berdiri dengan kokoh dan segera berbalik untuk menyerang Maria. Maria melompati tubuh Nadine yang menyeruduknya, tetapi kaki kanan Maria dicengkram oleh Nadine dan Nadine langsung membanting-banting tubuh Maria ke aspal jalanan. Nadine lalu melempar tubuh Maria ke tembok bangunan seberang jalan.

Nadina lalu berlari untuk menerjang Maria, tetapi dia hilang dengan teknik teleportasinya. Nadine melihat ke sekitarnya untuk mencari keberadaan Maria. Maria secara tiba-tiba muncul dari belakangnya dengan menusuk leher Nadine dengan delapan jarum suntik obat pelumpuh.

Perlahan Nadine kehilangan kesadarannya dan Maria lalu membopong tubuh Nadine dan membawanya pergi dengan teknik teleportasinya menuju ke Kota Berlin, Jerman.

***

Di sebuah penjara bawah tanah di Kota Berlin, Jerman. Sebuah penjara bawah tanah dengan pencahayaan yang minim dan redup dimana Mia sedang duduk menunggu salah satu bawahannya yang sedang memperkosa Nadine secara bergantian di ruang penjara tersebut.

Seorang Pria berambut pirang setinggi seratus delapan puluh centimeter lalu keluar dari sel tersebut dengan bertelanjang dada sambil mengikat ketimang celana panjang hitamnya.

"Pasti kau puas," kata Mia.

"Aku puas bisa membuatnya hina sebelum mati," katanya.

Lalu dia kembali ke dalam sel tersebut dan menarik rambut Nadine yang wajahnya dipenuhi dengan cairan Sp*rm*.

Wajah Nadine dipenuhi dengan ekspresi kemarahan dan tatapan matanya dipenuhi dengan kebencian.

"Terkutuklah kalian, Jerman sialan!"

Mia lalu menghantamkan kepala Nadine ke tembok dengan keras hingga darahnya menempel di tembok. Mia lalu mengambil Pedangnya, dan berkata "Nyawa dibayar dengan nyawa."

Mia lalu menusuk kepala Nadine dengan Pedang mereka.

Terlepas dari segala kekurangan seorang bawahan. Seorang atasan tidak akan tinggal diam jika mendengar kabar bawahannya dibunuh secara keji. Nyawa akan dibayar dengan nyawa, dengan begini semuanya impas dan tidak ada hutang diantara mereka.