Chereads / The Garden Indipendence / Chapter 14 - 14. Rumah berakar.

Chapter 14 - 14. Rumah berakar.

Setelah pelajaran selesai, mereka pulang kerumah masing-masing. Sebelum pulang, Risu menghimbau Onaza yang akan mau balik.

"O.... Panggil Risu"

"Hmm???" Cowok itu menyahut kembali. Risu datang menyodorkan ponselnya kepada remaja laki-laki itu. Onaza heran, kenapa gadis itu menyodorkan ponselnya?

"Minta nomor WA dong. Kan kita satu kelompok" Ujar Risu tanpa basa-basi. Onaza meraih ponselnya Risu. Kemudian dia menyimpan nomor kontaknya disana. Setelah itu kembalikan lagi. Cowok itu pamit dengan rasa sopan yang amat tinggi. Dia meninggalkan Risu yang masih stay dikelas. Dari belakang, Risu memperhatikan kelakuan Onaza yang sangat berbeda. Dia sangat hanif, dan bahkan dia tidak banyak bicara. Diapun hanya membicarakan yang dia suka saja. Dari belakang, dua orang temannya memperhatikan Risu yang sibuk melihat Onaza. Apakah wanita ini mulai jatuh cinta kepada orang lain?

Rasanya tidak mungkin kalau Risu jatuh cinta pada pandangan pertama. Memangnya ini didalam drama, dimana baru bertemu sudah jatuh cinta. Risu itu memang anti sekali kalau hidupnya ada bumbu-bumbu romance idaman anak novel online.

Kalau dilihat-lihat karakter Onaza ini sangat berbeda dengan Yanda. Memang, Yanda itu tampan, sempurna. Onaza juga sama tampannya dengan Yanda. Tapi Yanda itu sangat gampang mengutarakan perasaannya dengan cara yang sangat nyeleneh. Pagi-pagi sudah minta ciuman. Dan insiden tadi, untuk pertama kalinya Risu menyentuh tangan anak laki-laki yang hampir terpeleset akibat percikan air hujan yang membasahi ubin sekolahnya.

"Hoi" Temannya lalu menyorakinya sehingga dia sangat terkejut sekali.

"Tumben natap cowok lama-lama? Biasanya gak pernah" Ujar Nisa heran.

"Nggak! Kalau dipikir-pikir Onaza itu sangat sopan ternyata" Risu mengungkapkannya dengan jujur.

"Ohh, kamu mulai tertarik dengan Onaza ya?" Tanya Monra.

"Bukan tertarik. Tapi kagum. Dia sopan banget sampai nunduk gitu"

"Ya udah deh kita kepustaka wilayah dulu yuk. Kamu udah izin mama kamu belum?" Tanya Monra.

"Oh ya aku belum izin" Risu kemudian membuka ponselnya, kemudian mengirimi pesan lewat WA. Dia meminta izin lantaran dia mau kepustaka wilayah. Setelah ia kirim pesan, kemudian ia pergi bersama teman-temannya malala. Malala itu artinya jalan-jalan keliling tidak tentu arah. Mereka pergi dengan mengendarai motor. Karena Risu tidak bawa, jadi dia boncengan dengan salah-satu diantara mereka. Risu memilih berboncengan dengan Monra agar nanti bisa pulang searah dengannya. Dalam perjalanan, mereka mengendarai motor secara beriringan. Mereka menceritakan banyak hal sembari jalan-jalan kepustaka wilayah. Sebelum mereka pergi kesana, mereka berencana kesuatu tempat.

"Ka sungai sirah wak nah (kesungai Sirah yuk)" Ajak Nisa. Sungai Sirah merupakan desa yang ada dijati. Ada juga orang yang menyebutnya sungai Pasak.

"Ngapain kesana?" Tanya Monra heran.

"Ngeliat rumah siti Baheram"

"Boleh. Tapi kalau boleh tau, Siti Baheram itu sebenarnya siapa? "

"Uhm, dia itu orang kaya dulunya. Tapi dia lahir, waktu kita belum lahir. Kata orang, yang ada disekitar Sungai pasak itu punya dia. Ibaratnya nih, kalau dia hidup dizaman sekarang udah kaya Crazy Richnya Pariaman. Tapi kisah hidupnya tragis. Dia itu baik banget. Tapi, kebaikannya itu dibalas dengan air tuba. Menurut cerita yang ditampilkan dalam pertunjukan randai, dia itu dibunuh sama salah satu sanak saudaranya" Ujar Nisa menjelaskannya seberapa banyak yang ia tau tentang siti Baheram ini.

"Ya ampun kasihan sekali"

"Konon katanya, sanak saudaranya siti Baheram itu seorang pejudi. Kasus ini itu sempat viral pada masanya" Ujar Nisa.

Mendengar penjelasan nisa mereka tambah penasara. Perjalanan kerumah siti Baheram dari Pasailalang ke sungai Sirah memang membutuhkan waktu sekitar hampir satu jam, karena lumayan jauh. Mereka harus melewati desa Marabau, Toboh Gadang, Kampuang Paneh, hingga kalau sudah bertemu sebuah simpang, mereka belok kanan lanjut hingga sampailah disebuah tempat. Didepan sebuah bangunan yang ditutupi banyak akar pohon. Risu yang menyaksikannya sangat terkejut. Kenapa berhenti disini?

"Kok berhenti disini"

"Ia nih, kenapa kita berhenti disini?" Tanya Monra heran.

"Ini adalah kerangka rumah siti Baheram"

Sebuah bangunan yang sudah ditutupi oleh kerangka pohon, adalah rumah siti Baheram. Mereka bertiga masuk didalamnya. Akar-akar pohon yang menutupi dinding-dinding bangunan, bila kita mengadahkan wajah kelangit besar pohon yang tumbuh disana sangat tinggi sekali. Kokoh, seperti yang ia lihat dalam film-film fantasi. Mereka menelusuri sampai kebelakang. Disana, ada kamar kecil. Mungkin itu adalah kamar mandi atau kamar tidur. Rumah itu hanya benar-benar tinggal kerangka yang mungkin tersebut awalnya sudah ditumbuhi lumut, karena tidak dihuni. Akhirnya munculah akar pohon yang sekarang menjulang sampai kelangit. Tapi yang menjadi sebuah pertanyaan, mengapa ini tidak terurus. Padahal ini bisa menjadi aset sumber pengetahuan tentang asal muasal cerita kaba Siti Baheram itu bagaimana.

Saat ia melihat-lihat isi dalamnya, dia melihat seorang wanita yang memakai baju batabua tersenyum menatap Risu. Seorang wanita yang akhir-akhir ini mengganggunya. Wanita itu mulai tampil cantik seperti saat ia bertemu pertama kali. Dia kelilingi ratusan kunang-kunang dan kembali lagi ke angkasa.

Risu berusaha untuk tenang. Dibelakang rumah siti Baheram ada sebuah sekolah SD dan dibelakangnya lagi ada sawah.

"Ini kayanya rumahnya besar banget deh. Mungkin kali ya, rumahnya bertingkat" Ujar Monra mencoba menganalisa.

"Mungkin. Soalnya akar pohon kayanya bekas tiang rumahnya" Ujar Nisa.

"Seharusnya jangan dibiarkan menjadi kerangka seperti ini. Ini bisa jadi aset budaya juga. Setelah itu, mereka kembali ke arah pintu utama. Mereka berjalan kearah samping karena lapau. Lapau itu artinya warung dimana tempat perkumpulan orang-orang kalau lagi makan lontong, atau lagi minum kopi. Karena perut mereka lapar.

"Ada mie rebus gak sih?" Tanya Monra.

"Gak tau, tanya aja dulu" Kata Nisa.

"Ah, aku mau minum susu" Ujar Risu. Mereka masuk kedalam kedai itu.

"Yo diak, nio pesan apo? ( ya dek, mau pesan apa?)" Tanya ibu-ibu pemilik warung itu.

"Ado mie rebus bu? ( Apa ada mie rebus bu?)" Tanya Risu.

"Lai. Nio yang pakai talua atau indak?( Ada. Mau yang pakai telur apa nggak?)" Tanya ibu.

"Pakai telur" Kata Nisa.

"Oke tunggu sebentar ya"

Mereka kemudian menunggu diwarung yang terbuat dari kayu itu. Risu penasaran apa yang terjadi dengan kisah siti Baheram ini. Kenapa rumahnya yang besar, seperti tidak terurus sehingga menimbulkan banyak akar pohon yang tumbuh.

"Andaikan rumah ini berdiri dengan layak, mungkin wisatawan akan mengenang kisah siti Baheram ini" Ujar Monra.

"Ia. Seperti yang kukatakan, tempat ini sebenarnya bisa dijadikan tempat objek budaya. " Kata Risu.

"Bu buliah tanyo ndak, apo masih ado keturunan siti Baheram tu lai buk?( Bu boleh nanya. Apa masih ada keturunan siti Baheram sampai sekarang?)"

"Kalau keturunan masih ado. Cuman banyak yang pai marantau. Tapi ndak aa, banyak sanggar-sanggar tari yang acok pai kamari. ( Keturunannya masih ada. Tapi, banyak sangar-sanggar tari yang sering pergi kerumah ini)"

"Sanggar tari?" Risu penarasan.

"Ia, sudah banyak yang melakukan penelitian disini. Tapi ibu tidak tau bagaimana kelanjutan dari keturunan Siti Baheram itu. Soalnya ibu baru disini" Kata Ibu-ibu itu sambil memotong bawang.

Jujur, sebanyak ini kisah klasik yang mereka baca. Mereka ingin mengetahui siapa dan bagaimana siti Baheram itu?