"Jadi, Public relations atau humas tidak hanya menjalankan fungsi eksternal saja, tetapi ia juga memiliki tugas internalnya, yakni: 1) Membuat program komunikasi internal, 2) Melakukan audit komunikasi internal, 3) Membuat saluran komunikasi yang baik, 4) Memberikan motivasi bagi karyawan / bawahan, dan 5) Mencegah atau melakukan problem solving,"
Pagi ini Karin dibuat kagum dengan kelas yang ia ajar. Pasalnya, tak ada seorang mahasiswa pun yang berani membuat keributan. Berbeda sekali dengan kelas yang ia masuki kemarin, di mana para mahasiswanya suka mengusik teman yang tengah mendengarkan penjelasan dosen sehingga menimbulkan suara berisik. Atau hanya sekadar meletakkan kepala di atas meja, kemudian tanpa sadar berpindah ke alam antah berantah. Ya, mungkin karena penghuni kelas kali ini merupakan mahasiswa baru. Kumpulan anak-anak yang baru saja melepas masa putih abu-abu.
"Ada yang ingin memberi tambahan sebelum waktu kita habis?" Karin memberi jeda pada penjelasannya mengenai fungsi dan tugas seorang public relations.
"Saya, Bu," seorang wanita bertubuh mini mengacungkan telunjuk.
"Ya, Silahkan,"
"Singkatnya, seorang public relations juga harus memiliki kemampuan untuk melakukan press conference, merancang dan melaksanakan even dan evaluasi. Terima kasih,"
Prok prok prok…
Gemuruh tepuk tangan terdengar nyaring tatkala sosok yang duduk di bangku paling depan itu angkat suara. Membuat seseorang yang diapresiasi menjadi tersipu malu.
"Tunggu!" tiba-tiba seorang pria berambut gondrong dengan kumis melintang berdiri. "Anda menyebutkan bahwa seorang public relations harus memiliki skill melakukan press conference. Namun, Anda sendiri tidak menjelaskan apa itu press conference. Seseorang yang fakir akan ilmu seperti saya pasti lah kurang memahami istilah asing tersebut. Jadi, bisakah Anda menjelaskan dengan lebih detail?" ia bertitah seraya menerapkan body language.
Nyatanya, mayoritas mahasiswa yang berada di sana tampak mengulum senyum. Entah apa yang ada dalam benak mereka tentang laki-laki kritis dengan style kemeja gombornya tersebut. Hal yang tidak membuat Karin heran, karena semasa kuliahnya ia juga sering melakukan hal yang sama. Selalu ada seseorang yang menjadi bahan tertawaan di setiap kelas.
Wanita yang merasa dikritik sontak memanyunkan bibir. Tak seharusnya pria jangkung itu tidak memahami istilah-istilah lumrah. Namun sebagai teman sekelas, memang ada baiknya jika mereka saling berbagi ilmu.
"Baik. Jadi, press conference atau yang dikenal dengan jumpa pers adalah sebuah cara yang dilakukan untuk mengumumkan sekaligus menjelaskan suatu kebijaksanaan dengan tujuan untuk merampungkan pemahaman serta penerimaan terhadap objek sasaran," terang mahasiswi bertubuh cungkring tersebut.
Sosok yang bertanya manggut-manggut, paham dengan apa yang dijelaskan oleh temannya. Menjadi mahasiswa baru bukan lah sesuatu yang mudah. Mereka harus beradaptasi dengan banyak kepala yang memiliki kemampuan berbeda-beda.
Seusai pembelajaran berakhir, Karin keluar kelas guna meredam penatnya barang sekejap. Ia melintasi koridor fakultas yang sepi penghuni, mengingat semua mahasiswa masih memiliki jam pelajaran. Hanya ada satu dua petugas kebersihan yang tengah menyapu halaman.
Hap!
"Emmmph emppph tolong emmph,"
Karin menoleh ke belakang sebelum akhirnya sebuah telapak tangan membekap mulutnya. Ia nyaris terpelanting, namun sosok itu memerintahkannya untuk tidak bersuara. Melepas dekapan tangannya seraya menempelkan telunjuk di bibir. Tak ada jarak yang menyisakan keduanya, bahkan deru napas mereka pun saling beradu. Dan, hal itu terjadi di sudut gedung fakultas.
"Sialan!" Karin mengumpat geram, matanya memerah.
Tanpa tahu dari mana asal usul lelaki berkulit gelap tersebut, tiba-tiba saja ia muncul dan menyeret Karin menuju buntut fakultas. Ia merutuki peristiwa konyol itu dengan suara yang ditahan agar tidak terdengar oleh telinga lain.
"Mau apa lagi kau, Setyo?" Karin membuang napas kasar. Paginya begitu hancur oleh ulah menjijikkan Setyo.
"Di mana lagi tempat yang bisa dijadikan sebagai lapak berdua-duaan selain di sini?" pria berusia 45 tahun itu tampak tersenyum nakal.
Dasar Pak Tua! Jelas sangat aneh kalau dia masih sudi menggoda perempuan yang dulunya ia campakkan dengan kejam. Matanya menyorot Karin tanpa kedip. Sebuah tatapan yang dulunya begitu Karin gemari.
Karin melanjutkan perjalannya yang sempat terhenti akibat Setyo si pria tidak tahu diri. Ia tidak ingin kembali terjebak dalam jurang rasa.
Namun belum sempat Karin menjauh, tiba-tiba saja Setyo menarik pergelangan tangannya. Ia membungkus tubuh Karin dalam pelukan tanpa izin.
"Kau ke mana saja, hem? Bahkan setelah berpisah pun, aku masih kerap dihantui bayang-bayangmu dan rasa bersalah," pada akhirnya Setyo mengungkapkan isi hati.
Sebuah tragedi yang meluluhlantakkan kisah yang telah ia bangun bersama Karin selama 5 tahun. Pria itu dengan percaya diri mengecup singkat dahi Karin, menghadirkan deguban jantung yang tak menentu.
"Lepas!"
Cepat-cepat karin mendorong Setyo setelah beberapa detik hanyut dalam pelukan. Memundurkan langkah lalu berusaha untuk kembali kabur.
"Jangan tinggalkan aku," ucap Setyo sambil menahan lengan Karin.
"Kau mau apa? Kalau ada yang melihat bagaimana?"
Karin tak habis pikir. Jelas ia sudah seperti kepiting rebus. Bagaimanapun Setyo telah melakukan tindak tidak terpuji. Ia tidak bisa semena-mena dengan Karin, terlebih saat ini keduanya sedang berada di lingkungan formal. Apa kata dunia jika sepasang pendidik ditemukan tengah berdua-duaan? Meskipun faktanya si Setyo itu lah yang membuat ulah.
"Ya, setidaknya aku dipecat dalam keadaan sudah memilikimu kembali," untuk pertama kalinya, Setyo melupakan posisinya sebagai seorang kepala jurusan di sebuah universitas.
Setyo merupakan sosok pria yang dikenal dengan keuletan serta tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas sebagai seorang guru. Seusai perceraiannya dengan Karin enam tahun lalu, ia memutuskan untuk melanjutkan S2 di luar kota. Awalnya Setyo mengambil pendidikan lanjut hanya untuk menemukan aktivtas baru guna melupakan Karin. Namun seiring berjalannya waktu, Setyo tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang kian haus akan ilmu. Karenanya, ia berinisitaif untuk kembali melanjutkan S3 di luar Negri. Setelah semuanya usai, Setyo melamar menjadi dosen di universitas yang saat ini tengah ia jejaki. Berkat pendidikan tinggi dan kecerdasannya, Setyo terpilih sebagai kepala jurusan Ilmu Komunikasi tanpa membutuhkan waktu yang lama. Hingga sampai saat ini, Setyo adalah sosok pegiat ilmu. Acap kali para dosen-dosen lain memintanya untuk membagikan pengetahuan maupun pengalaman. Namun sepertinya hal itu tidak berlaku dalam sisi percintaan. Bersama Karin, Setyo menjelma sebagai seorang bayi yang teramat membutuhkan kasih sayang ibunya.
"Apa katamu? Memiliki? Cih! Apa kau kira aku mau kembali dengan orang yang sudah menghinaku habis-habisan?"
Setyo masih memandangi wajah cantik mantan istrinya tersebut. Hidung mancung, bibir ranum serta bola mata cokelat membuatnya teringat akan suatu hal. Seolah peristiwa hangat itu kembali terulang, menghadirkan sensasi lain dalam tubuh Setyo.
"Sesuatu apa yang membuatmu dapat memaafkan lalu kembali padaku?"
Jiwanya membara, mengidamkan tubuh jenjang milik Karin kembali dalam pelukan. Setyo menatap sayu. Andai saja ia lebih jeli kala itu.
***
Bersambung