Suwa kini berada di sebuah rumah mewah. Tempat di mana Suwa dulu menjadi pelayan mereka. Bangsawan Haye. Sebelum akhirnya mereka menjual dirinya untuk dijadikan budak demi membayar hutang.
Suwa meneguk ludah. Meremat ujung rok, dirinya berjalan mendekat ke pintu utama.
Belum sempat ia mengetuk pintu. Seseorang sudah membuka pintu utama dan mata orang tersebut terbelalak melihat siapa yang berdiri di hadapannya.
"Su.... Suwa."
"Tuan muda."
"Apa yang kau lakukan di sini?" Pemuda berbaju kuning itu seketika menarik Suwa ke sisi tembok. Matanya memutar pandang. Memastikan tidak ada orang yang melihat, "Kau berhasil kabur dari mereka?"
Suwa terdiam. Ia tak bisa menampilkan ekspresi apapun. Sejujurnya dirinya amat bingung. Saat memutuskan untuk kembali ke rumah majikan yang berniat jahat padanya ia begitu mantab. Dia ingin membalas dendam akan perilaku mereka. Tetapi sekarang, melihat tuan muda. Pria yang dicintainya. Anak dari bangsawan Haye terlihat begitu cemas. Dia jadi menyurutkan langkah.
Pria ini memang ikut andil dalam peristiwa dirinya dijual menjadi budak. Anak dari bangsawan Haye itu seolah memberi perhatian dan kebaikan luar biasa untuk Suwa. Namun ternyata perhatian itu hanya kamuflase. Meluluhkan hatinya agar ia menuruti perintah tuan muda.
Suwa menurut saja ketika dirinya didandani sedemikian rupa. Diberi pakaian indah, wajah polosnya dipoles beberapa make up agar terlihat cantik. Saat itu, tuan muda Haye membawanya ke suatu tempat yang Suwa pikir adalah sebuah taman indah seperti yang pernah tuan muda janjikan dulu padanya. Namun ternyata tidak, tempat itu adalah tempat pelelangan wanita. Di sana bangsawan Haye sudah menunggu Suwa dengan beberapa pria yang tidak lain akan membelinya.
Saat itu Suwa meronta, memohon belas kasih mereka. Namun sayang, uang sudah membutakan rasa peri kemanusiaan. Suwa meminta tolong kepada tuan muda. Tetapi pemuda itu hanya diam, menundukkan kepala tak berbuat apapun saat Suwa diseret pergi untuk dikirim menjadi budak.
Rasa marah, perih, sakit hati menyelimuti diri Suwa. Ia tak habis pikir mereka tega melakukan semua itu. Dan pikiran pertamanya adalah merekomendasikan Ludra untuk membunuh bangsawan ini.
"Ya, saya berhasil kabur."
Pemuda itu menghela nafas, "Syukurlah. Maafkan aku Suwa, saat itu aku tak bisa berbuat apapun. Orangtuaku punya banyak hutang. Mereka mengancam akan membunuh kami jika tak segera melunasi hutang. Karena itulah kami terpaksa melakukan itu." Ucapnya penuh penyesalan.
Amarah Suwa seketika surut. Ternyata tuan muda melakukan ini dengan terpaksa.
"Sekali lagi maafkan aku Suwa. Kedua orang tuaku yang memaksaku. Tetapi ketahuilah perasaanku padamu tidaklah pura-pura. Aku begitu menyesal. Aku benar-benar merasa bersalah Suwa." Pemuda berwajah lembut itu tertunduk. Menggenggam tangan Suwa meminta maaf.
Suwa tidak mampu berkata apapun. Sejujurnya jauh dalam hati, ia masih mencintai pemuda ini. Tetapi ketika mengingat sifat pengecut pria itu membuatnya marah. Namun balik lagi, ia merasa perlu memaafkannya. Tuan muda melakukan semua ini karena keadaan.
"Suwa, lebih baik kita bicara di kediamanku. Aku takut mereka akan melihat mu. Kau tahu, sebenarnya sejak kabar bahwa salah satu budak kabur. Para prajurit dari tempat pelelangan selalu melakukan patroli."
Suwa hanya mengangguk. Menurut saja saat pemuda itu menggiringnya ke kediamannya.
****
Tuan muda Haye tersenyum bahagia menatap gadis pelayan yang membuatnya jatuh hati.
"Kau cantik Suwa."
Suwa mendongak. Tersenyum kecil tanpa kata.
"Hmm... Tunggulah di sini. Aku akan menyiapkan makanan untukmu. Jangan keluar ke manapun!"
"Tak usah repot tuan muda. Saya sebaiknya segera pergi." Suwa berseru. Ia memutuskan untuk tidak melakukan balas dendam.
"Pergi ke mana? Di luar sana sangat bahaya. Aku takut mereka menemukanmu."
"Tidak tuan. Aku pasti akan baik-baik saja." Ya, dia pasti baik-baik saja mengingat sang Falcon sedang mengawasinya saat ini. Entah kenapa Suwa merasa ia akan melindunginya.
Tuan muda Haye mengulas senyum, "Ya sudah kalau itu mau mu. Tetapi bisakah kau tunggu sebentar! Setidaknya aku akan menyiapakan perlengkapan untuk membantumu menyamar. Jika orang tuaku melihat mu di sini, mereka pasti akan mengurungmu lagi."
"Ya, terima kasih tuan."
Dan pemuda itu pergi meninggalkan Suwa di dalam kediamannya.
Suwa mengetuk-ngetuk kaki cemas. Ingin sekali dirinya segera keluar dari sini. Ia tak mau makhluk putih tersebut menjadi tidak sabar lalu dengan sembrono membunuh bangsawan Haye apalagi tuan muda.
"Aku mengurungkan niat untuk merekomendasikan mereka." Ucapnya pada udara kosong. Yang Suwa yakin bahwa sang Falcon mendengar kalimatnya.
Setelah beberapa menit dirinya di sana. Pemuda berbaju kuning tersebut kembali dengan senyum mengembang, "Suwa." Pria itu bergumam. Bersamaan dengan itu beberapa orang ikut masuk ke dalam kediamannya.
Suwa mendelik. Tubuhnya seketika menegang. "Kau~."
Tuan muda Haye menyeringai licik. Berikut dengan kedua orang tuanya, "Suwa akhirnya kau datang kembali."
Suwa berdiri. Bersiap lari namun sayang anak buah bangsawan Haye segera menangkapnya.
"Maafkan aku Suwa. Aku memang mencintaimu. Tapi aku lebih memcintai keluarga ku. Kau tahu, prajurit tempat pelelangan itu selalu mengancam kami untuk mengembalikan uang mereka. Karena kau kabur."
"Dan sekarang sungguh tak terduga kau kembali datang ke sini Suwa." Kini nyonya bangsawan Haye yang angkat bicara. Memberi pujian terhadap akting sang putera, "Kau begitu pintar nak."
Suwa mengepalkan tangan. Meruntuki kebodohannya. Betapa licik bangsawan Haye.
Suwa meronta saat anak buah bangsawan Haye mulai menggiringnya ke tempat tahanan. Suwa tidak mau jadi budak. Memejamkan mata ia bertekad.
"Bunuh!"
Dan....
CRASSHHH !!!
Suwa merasakan darah anyir menggenang mengenai kakinya. Wajahnya tercripat cairan itu. Dia berdiri gemetar. Bau darah segar terasa di indera penciumannya.
Gerakan Ludra begitu cepat dan tak terduga. Nyaris tak terlihat ketika sang Falcon menyayat satu persatu tubuh mereka.
Ludra berdiri tenang. Benda runcing es yang muncul dari tangannya perlahan menghilang. Ia menyeka cipratan darah yang mengenai pipinya. Tanpa beban, tanpa jijik.
Suwa seketika membuka mata. Tertunduk lemas. Perutnya seketika bergolak. Dia ingin muntah.
Ludra menopang tubuh Suwa dan berbisik, "Mereka pantas mati."
****
Sang kegelapan membuka mata. Dia merasakan sebuah energi bertambah. Tangannya mengepal.
Di balik topeng emasnya, Dosta merapalkan mantera. Mencari sesuatu yang membuat dirinya bisa mengetahui jejak sang Falcon terakhir.
****