Kastil itu begitu indah nan megah. Terletak paling ujung di belahan dunia legendary land. Di setiap sudut sepanjang jalan dihiasi bunga - bunga beraneka warna yang memanjakan mata. Sungguh cantik dan menawan. Serangga kecil khas legendary land juga menjadi aksesoris pelengkap kawasan kastil. Tapi, berbanding terbalik dengan bentuknya yang menawan, kastil itu memiliki aura hitam yang sangat pekat. Hanya makhluk berkemampuan tinggi yang dapat melihat lapisan sebenarnya dari kastil ini.
Ya, tidak ada yang menyangka bahwa kastil putih berlapis emas itu ialah tempat Sang Kegelapan berada. Nuansa indah di balik kastil itu hanyalah pengecoh. Bunga - bunga cantik yang tumbuh berbaris rapi namun menipu mata. Bunga-bunga penuh warna itu adalah deretan bunga beracun yang mematikan. Serangga kecil nan lucu yang berterbangan di sana merupakan senjata penggigit berbahaya. Tidak ada yang benar - benar bagus di tempat ini.
Makhluk berjubah hitam itu membuka mata. Terbangun dari pertapaan. Di balik topeng emas yang menutupi wajahnya. Iris merahnya bersinar pekat. Dia, Sang kegelapan merasakan adanya aliran energi asing yang sedang bertumbuh. Ramalan itu benar, satu Falcon masih hidup dan dia telah bangkit. Dosta beranjak dari tempat pertapaan, langkahnya seringan bulu. Dengan jubah bertundung serta topeng emas yang melingkupi keseluruhan wajahnya, ia bergumam, "Selamat datang kembali."
Ia pun kemudian mengumpulkan para anak buah terhebatnya.
****
Suwa masih bergeming, tubuhnya lemas bukan main. Ia merinding, takut, shock dan berbagai perasaan lain yang menggambarkan posisinya saat ini. Dia, seorang manusia untuk pertama kali melihat hal yang dianggap fana menjadi nyata. Makhluk immortal ternyata benar-benar ada. Dan saat ini dia berada di hadapan mereka. Tersudut. Apalagi ia sudah didoktrin sebagai pelayan makhluk itu.
Ini buruk.
Suwa harus menemukaan celah untuk kabur. Dirinya tidak pernah membayangkan akan menjadi pelayan lagi. Pelayan untuk manusia saja nasibnya buruk apalagi harus melayani makhluk mitologi seperti dia. Mengerikan.
Masih terlintas dari bayangannya bagaimana makhluk itu memotong leher orang-orang itu. Begitu mudah, tanpa beban. Seolah apa yang dilakukannya merupakan hal biasa. Ya ampun, ia masih teringat jelas bagaimana kepala mereka menggelinding bagai bola bekel. Meski dirinya juga bahagia orang - orang jahat itu mati. Tapi tetap saja hal yang dialaminya ini sungguh tak terduga. Makhluk yang ada di depannya jelas memiliki kekuatan di luar nalar. Masih diingat bagaimana makhluk putih itu secara ajaib mengeluarkan semburat es yang pasti bisa menciptakan berbagai macam bentuk yang dapat melukai seseorang. Kemungkinan lari semakin tipis.
Suwa meneguk ludah. Pasrah. Untuk saat ini, ia akan pura- pura menuruti apa kata pria yang disebut falcon itu sembari memikirkan cara untuk melarikan diri.
"Sepertinya gadis ini sudah siap menjadi pelayan anda tuan."
Pria bermata perak itu hanya terdiam, mengamati gadis itu dengan pandangan tak terbaca.
"Ka~kalian tak akan memakanku kan?" Suwa memberanikan diri bertanya. Bagaimana pun juga dirinya sangat takut berada dalam cengkeraman makhluk lengendaris ini. Setampan apapun pria itu, Suwa tidak akan luluh. Manusia tampan identik dengan hatinya yang busuk. Apalagi makhluk legendaris seperti dia. Pasti tak kalah licik dan jahat.
"Aku tak tahu." Penyihir Momoru menyahut sembari menggidikkan bahu, "Karena kau adalah pelayan Falcon, jadi keputusannya ada pada tuan Ludra." ucapnya melirik sang Falcon yang masih terdiam.
Suwa pun mengarahkan pandang ke makhluk putih itu. Menatap penuh permohonan. Sementara sang Falcon masih diam. Hanya melirik Suwa yang sudah ketakutan setengah mati.
"Aku akan memakanmu."
Jawaban singkat nan dingin itu membuat Suwa semakin beringsut takut.
"Tapi tidak sekarang." Imbuhnya. Gadis itu langsung menghela nafas lega. 'Setidaknya aku tidak mati hari ini.' Batinnya sembari mengusap peluh yang mengucur di dahinya.
Penyihir Momoru terkekeh, "Anda menakutinya tuan."
Ludra hanya menimpali dengan sudut bibir terangkat. Bukan sebuah senyum maupun ejekan. Ekspresinya masih sama, datar dan tak tersentuh. Lalu ia memiringkan tubuh. Menatap lurus ke arah sang penyihir.
"Pertama jangan memanggil ku tuan, karena aku bukan tuan mu, Momoru." Perintah Ludra yang hendak mendapat bantahan dari Momoru, namun ketika melihat sorot memperingati dari sang falcon terakhir pada akhirnya terpaksa Momoru mengangguk.
"Sekarang, apa yang harus aku lakukan?"
"Rakyat Legendary land sudah menderita selama ratusan tahun. Anda telah bangun dan membawa harapan besar bagi bangsa ini. Tidak ada yang benar-benar bisa mengalahkan Sang Kegelapan. Dia memiliki kekuatan maha dasyat. Hanya kaum Falcon lah yang bisa mengalahkannya. Dan satu - satunya Falcon yang tersisa hanyalah anda. Kalahkan Sang Kegelapan. Tetapi sebelum itu, anda harus menyempurnakan kekuatan mu yang terbengkalai selama tertidur."
"Jadi maksudmu?"
"Maksudku adalah anda belum bisa mengalahkan Sang Kegelapan jika kekuatan anda belum sempurna. Mungkin saat ini Dosta sudah merasakan kehadiran anda, dan dia pasti akan melakukan segala cara untuk membasmi anda sebelum anda menyempurnakan kekuatan."
Ludra mengangguk sebagai tanda mengerti. Kemudian keduanya kembali mengalihkan atensi ke arah gadis manusia yang terdiam mendengarkan segala percakapan yang tak dimengertinya.
"Dan kau~ mulai sekarang akan menemani tuan Ludra selama perjalanan. Takdirmu adalah melayaninya dan melaksanakan perintah apapun dari tuan Ludra." Jelas sang penyihir.
Suwa pun dengan pasrah mengangguk. Tetapi ada bagian yang membuat ia naik pitam. Kata 'takdirmu melayaninya dan melaksanakan perintah' sungguh tak bisa ia terima. Seolah-olah ia terlahir ke dunia untuk itu. Tetapi kekesalannya lagi-lagi hanya bisa ia pendam. Saat ini, berpura-pura untuk patuh adalah jalan terbaik. Setelah dirasa ada kesempatan, ia akan lari menuju kebebasan.
"Aha.... Akhirnya tugasku selesai." Momoru merentangkan tangan lega. Beban yang ia pikul telah berkurang. Selama ini dirinya menjadi satu-satunya makhluk legendary land yang tahu tempat Falcon tertidur. Dia mendapat amanat untuk menjaga satu-satunya Falcon yang tersisa. Mencari dan menunggu selama ratusan tahun orang yang tepat yang dapat membangunkan sang Falcon.
"Baiklah, aku akan pergi." Ia pun pamit undur diri. "Aku harap, kau tidak kecewa dengan pemanggil ini." Ucapnya penuh arti sembari melirik Suwa yang menatapnya jengah.
Penyihir momoru tersenyum ramah, kemudian bibirnya bergerak merapalkan sebuah mantera. Sedetik kemudian, penyihir itu berubah menjadi kupu-kupu putih lalu terbang menuju langit.
Suwa tercengang, kembali terkejut melihat hal ajaib di depan matanya. Suwa mengumpat dalam hati, menyadari bahwa kupu-kupu itulah yang tadi menggiringnya ke tempat di mana Falcon tertidur. "Penyihir sialan."
Ludra menaikkan sebelah alis mendengar umpatan lirih gadis itu.
Suwa lebih membenci penyihir yang terlalu banyak bicara itu ketimbang makhluk yang saat ini harus ia layani. Mendengus kesal ia berujar, "Tuan, sekarang apa yang harus ku lakukan?"
"Ikut aku!"
****
Dia tidak dirantai ataupun dililit tali sedemikian rupa sebagai tanda bahwa dirinya adalah tahanan yang akan berujung menjadi pelayan alias budak. Suwa dibiarkan berjalan begitu saja. Di belakangnya, sang makhluk silver melangkah dengan tenang. Sesekali Suwa melirik was - was.
Bagaimana jika tiba - tiba makhluk ini berubah menjadi wujud aslinya yang menyeramkan? Bagaimana jika makhluk ini lapar kemudian menerkamnya dari belakang?
Suwa hanya bisa menerka - nerka. Menurut dongeng yang pernah ia dengar. Siluman seringkali berkamuflase menjadi sosok menawan. Pria tampan maupun wanita cantik.
Saat ini, mereka berjalan melewati hutan. Yang Suwa yakini, hutan ini termasuk ke dalam bagian dunia lain. Suwa mengingat - ingat setiap laju perjalanan yang ia lewati untuk memudahkan meloloskan diri. Kelereng hitamnya secara sembunyi - sembunyi mengedarkan pandang. Mencari jalan keluar.
Ini kesempatan.
Suwa seketika membalikkan badan menatap Ludra penuh tekad, "Hey, saya pelayan kan? Seharusnya, pelayan berjalan di belakang tuannya."
Ludra hanya menaikkan sebelah alis. Sejenak menilai, kemudian tanpa kata ia berjalan melewati Suwa. Seperti yang diharapkan gadis itu, Sang Falcon kini tengah berjalan di depannya. Satu hal yang Suwa tangkap dari makhluk ini ialah bahwa pria ini sangat enggan bicara. Bahkan terkesan minim kata.
Makhluk tampan itu terus berjalan tanpa menoleh ke arahnya. Membuat Suwa tiba - tiba menyeringai licik. Kesempatan kabur.
Mengendap - endap, Suwa berjalan menjauh. Sesekali ekor matanya melirik ke arah Falcon yang masih terus berjalan. Tak menyadari bahwa dirinya berencana kabur. Tak mau melewati kesempatan yang ada, dengan gerakan cepat Suwa memincing roknya kemudian kabur melewati pepohonan hutan yang tadi sempat ia ingat. Dia akan kembali ke daratan es lalu keluar dari mulut gua.
****
Dasar bodoh!
Suwa tersenyum remeh, mengejek keteledoran Ludra yang tidak merantai dirinya. Sejenak ia berhenti, sedikit membungkuk untuk mengatur nafas. Ketika dirinya mengangkat kepala, Deg....
Jantungnya seakan mau keluar.
Makhluk itu entah sejak kapan sudah berdiri bersandar pada pohon tak jauh di depannya. Pria itu menatapnya sembari bersendekap tenang, "Jangan harap kau bisa kabur."
Suwa meneguk ludah. Darah seketika surut dari wajahnya. Refleks Suwa membalikkan badan, berlari sekencang mungkin dari pria itu.
"Ya ampun, dewa tolong aku."
Di tengah rerimbunan hutan ia terus berlari. Sepertinya kakinya sudah beradaptasi untuk melangkah dengan kencang tanpa rasa lelah. Tetapi sekali lagi Suwa dikejutkan dengan kemunculan pria itu yang secara tiba-tiba menghalangi jalannya. Suwa tak mau menyerah, sekali lagi ia mencoba melarikan diri. Tetapi sia-sia. Makhluk itu seakan berada dimana-mana. Melesat dalam satu kedipan mata. Bahkan saat ini ia sudah berada dalam jarak se-inci tepat di wajahnya.
"Sudah ku bilang, kau tak akan bisa kabur." Ucap Ludra kali ini terbentuk seringaian di sudut bibirnya.
###