Chereads / Suamiku Berbeda / Chapter 11 - Kisah Lampau Darrel dan Melinda

Chapter 11 - Kisah Lampau Darrel dan Melinda

"Apa ini?"

Darrel menunjuk cairan berwarna hitam pekat yang Ilene bawa. Keningnya berkerut menampilkan ekspresi tidak senang akan cairan yang berada di gelas kaca itu. Dari tampilannya saja minuman itu terlihat menjijikkan, melihat Ilene mengulurkan tangan ia dapat menebak kemana arah minuman ini selanjutnya.

"Ini jamu dari Mama, katanya bagus buat kesuburan, bagus juga buat hormon kita. Kamu minum ya, Mas," ucap Ilene lembut

Dengan amat terpaksa Darrel menerima gelas yang Ilene ulurkan. Aroma khas yang begitu menyengat menyerbak kuat dari minuman itu.

"Baunya tidak enak!" keluh Darrel. Ia menjauhkan minuman itu lalu menutup hidungnya dengan sebelah tangannya yang lain.

"Ya memang begitu baunya, kamu minum ya. Aku sudah beli madu biar kamu ga eneg,"

Darrel segera menggeleng kuat lalu meletakkan gelas itu di meja. "Aku tidak membutuhkan minuman seperti itu, Len," tolak Darrel.

"Tapi Mas, tidak ada salahnya jika kita mencobanya, bukan?" Ilene tetap keukeuh. Ia kembali mengangkat minuman itu dari atas meja.

Darrel menghela nafas lelah, ia bergidik menatap jijik pada minuman itu. "Tidak, terimakasih. Aku tidak mau, aku ini cuma tidak bisa nyentuh kamu, bukannya tidak subur,"

"Tapi katanya itu juga bisa meningkatkan gairah kita, Mas," sela Ilene masih bersikeras.

"Len, tolong. Jangan memaksa!"

Mimik wajah Darrel mulai kesal. Namun sepertinya Ilene tidak mengindahkan ucapan Darrel. Ia masih mengulurkan minuman itu sembari membujuk Darrel.

"Ayo dong Mas, seteguk saja!"

"Tidak!"

Praaang! Gelas yang di pegang oleh Ilene terlempar dari tangannya saat Darrel menepis minuman itu kasar.

Mata Ilene melebar, tidak menyangka jika Darrel akan bersikap seperti ini. Ia menatap Darrel dengan tatapan tidak percaya.

"Jika aku bilang tidak, ya tidak!"

Ilene masih terdiam di tempat, ia mematung menatap pecahan gelas di hadapannya. Ia tidak menyangka jika Darrel akan sebegitu emosi perihal minuman ini.

"Aku pergi!"

Ilene bahkan tidak sempat mengantar Darrel seperti biasa, ia sibuk menata hati dan perasaannya. Baru kemarin mereka berbaikan, namun ada saja hal yang mengganggu ketentraman pernikahan mereka.

Setelah beberapa menit, Ilene tersungkur di lantai. Dengan lemas ia menghampiri pecahan gelas lalu memungutinya satu per satu. Tangannya gemetar, seluruh kekuatan yang telah ia bangun kembali lenyap. Pertahanan Ilene akhirnya runtuh, air mata yang telah coba ia tahan akhirnya lepas dari kungkungannya. Ilene terisak, menangisi nasib hatinya yang tidak jauh berbeda dengan nasib pecahan kaca yang tengah ia pegang. Mereka sama-sama hancur dan yang menghancurkannya adalah orang yang sama yang memecahkan gelas itu.

****

Darrel meremas rambutnya kasar, ia berdecak saat teringat ekspresi wajah Ilene saat ia meninggalkannya tadi. Gadis itu terlihat bingung dan terpukul. Tanpa sadar Darrel memukul setir mobilnya. Kenapa ia harus melampiaskan emosinya pada orang yang tak bersalah?

Moodnya menjadi sangat berantakan sejak kemarin akibat kejadian yang menimpa Melinda. Ia merasa gagal melindungi wanita itu. Andai saja Melinda tidak menahannya, ia akan menghampiri Herman lalu menghajarnya. Sayang sekali, Darrel tidak pernah tahu seperti apa wajah Herman. Jika ia tahu, sudah dari dulu wajah itu terkena bogem mentah darinya. Perlakuan Herman sungguh di luar batas, membuat ia teringat akan kejadian yang menimpa keluarga kandungnya. Tidak, bagaimana pun Melinda tidak boleh memiliki nasib sama dengan dirinya. Melinda sudah cukup menderita akan penderitaan sedari kecil. Kenapa hingga dewasa pun mereka harus menerima perlakuan tidak adil? Jika tahu kejadiannya akan menjadi seperti ini, Darrel tidak akan pernah membiarkan Melinda menikah. Sayang sekali, saat itu ia tidak memiliki kuasa untuk membawa kabur Melinda dari tangan ayahnya.

Pikirannya terlempar pada waktu dimana Melinda memberitahukan waktu pernikahannya. Pernikahannya dengan pengusaha batu bara bernama Herman.

"Kakak akan menikah? Tapi umur Kakak baru sembilan belas tahun!" Teriak Darrel tidak percaya.

Melinda tergugu, menangis keras di hadapan Darrel. Sedangkan Darrel hanya bisa mengepalkan tangan kuat, tidak terima dengan takdir yang sedang membelit mereka.

"Ayah memaksa, hutangnya menjadi begitu besar karena judi. Jika aku tidak mau, maka ibu akan menjadi sasarannya,"

Rahang Darrel mengeras mendengar perkataan Melinda yang menyanyat. Sambil terus terisak, Melinda mengiba, meminta pertolongannya. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Dia hanyalah remaja berumur delapan belas tahun. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menghentikan semua yang terjadi.

"Maafkan aku Kak, aku tidak bisa membantumu,"

Darrel merasa tidak berdaya. Ia merasa gagal, meski ia menyayangi Melinda tapi apa kuasanya? Meski kedua orang tua angkatnya memiliki perusahaan besar, ia tidak mungkin begitu saja meminta bantuan mereka. Ia tahu diri, ini hal yang besar dan tidak mungkin dapat diselesaikan hanya dengan sekedar uang receh yang terkadang ia minta dari Mama Tiana.

"Aku tahu, aku tetap harus menikah, iya kan?" ucap Melinda getir. Darrel hanya bisa menunduk, tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan untuk menghibur gadis itu.

Sebuah ide gila tiba-tiba muncul di tempurung otaknya, ide yang cemerlang namun gegabah bagi anak seusia mereka, "Bagaimana kalau kita kabur saja, Kak?"

Kedua netra Melinda mengerjap, terkejut dengan pemikiran Darrel yang tidak ia duga.

Gadis itu terdiam, menatap permukaan tanah dengan tatapan bingung.

Darrel menggamit tangan Melinda membuat pandangan Melinda kembali beralih pada Darrel. Ia mempererat genggaman tangan mereka lalu berkata dengan yakin pada gadis itu, "Aku akan melindungimu Kak, aku janji."

Melinda akhirnya mengangguk lalu tersenyum. Mempercayai semua perkataan anak lelaki itu. Tidak ada lagi yang dapat ia percayai selain Darrel.

Darrel ikut tersenyum lebar, bayangan tentang mereka melarikan diri bersama menjadi pemandangan terindah yang dapat ia gambarkan. Ia yakin semuanya akan baik-baik saja jika mereka bersama.

Namun, rencana tinggalah rencana. Saat hari telah berganti, rumah yang Melinda tempati kosong keesokan harinya. Darrel merasa putus asa saat melihat para penghuni rumah itu telah menghilang. Darrel berlari mencari informasi mengenai keberadaan Melinda ke segala arah, ia pergi ke semua kerabat Melinda yang ia tahu. Dan salah satu kerabatnya akhirnya berbaik hati membagi informasinya. Ternyata Ayah Melinda telah membawa gadis itu beserta seluruh keluarganya pindah ke luar kota. Sebuah kota yang tidak bisa Darrel jangkau ketika usianya masih belasan tahun. Ia kehilangan Melinda, kehilangan satu-satunya anak perempuan yang dapat mendekatinya, kehilangan gadis yang merupakan cinta pertamanya.

Darrel sepenuhnya mencoba melupakan Melinda, penyakit kejiwaan yang dideritanya semakin menggerogotinya dan membuatnya mati rasa terhadap kaum hawa manapun. Namun takdir berkata lain, Melinda dewasa akhirnya datang kepadanya saat ia telah memutuskan menikah dengan Ilene Maharani. Kali ini Darrel kembali berada dalam kebimbangan, haruskah ia kembali melarikan diri dengan Melinda lalu meninggalkan Ilene?