"Aruna," panggil seseorang yang tidak asing bagi Aruna.
"Iya, Bu."
Kemudian Aruna bergegas menuju sumber suara. Tampaknya sang ibu telah menyiapkan sarapan pagi untuk mereka berdua. Ya, memang mereka hanya tinggal berdua saja. Tepat lima tahun yang lalu, lelaki pelindung mereka telah tiada akibat kecelakaan. Mereka bertiga mengalami kecelakaan, tetapi beruntung Aruna dan sang ibu selamat. Hanya saja, mereka harus kehilangan sosok lelaki yang selama ini menjaga mereka dari bahaya.
"Hei, mengapa wajahmu terlihat murung? Dan mengapa kantung matamu tampak sembab?" Farah menyadari apa yang berbeda pada anaknya.
Aruna menggelengkan kepala, "Tidak, Bu. Aruna hanya kurang tidur saja semalam."
"Mengapa kamu tidak tidur?"
"Nyamuk di sana banyak sekali. Jadi, Aruna tidak bisa memejamkan mata dengan tenang," balas Aruna membual.
Ia tidak ingin membuat sang ibu semakin curiga. Lalu, Aruna mengambil beberapa makanan yang telah tersedia di atas meja makan. Kebetulan hari ini merupakan hari libur. Aruna mempunyai waktu luang untuk membantu ibunya. Walau hidup mereka berkecukupan, tetapi Farah membuka beberapa usaha untuk masa depan sang anak.
Farah membuka beberapa butik yang tersebar di kota-kota besar. Semua itu dilakukannya demi Aruna. Sejak suaminya tiada, Farah menjadi sosok seorang ayah bagi anak semata wayangnya. Selagi menikmati sarapan pagi, tidak henti-hentinya Aruna menatap wajah sang ibu. Rasanya ia ingin menceritakan semuanya. Tetapi, hati Aruna berkata tidak. Dan meminta dirinya agar tetap bungkam.
"Esok Ibu akan pergi keluar kota. Apa kamu akan ikut bersama Ibu?"
Aruna menggelengkan kepalanya, "Aruna sendiri saja, Bu. Lagipula, besok Aruna harus berangkat kuliah."
"Ya sudah kalau begitu. Jaga dirimu baik-baik. Mungkin Ibu akan pergi dalam waktu beberapa hari."
"Iya, Bu." Aruna tidak keberatan. Sebab, ia sudah biasa tinggal sendiri di rumah.
Setelah sarapan pagi, Aruna kemudian membereskan piring kotor dan segera membersihkannya. Walau rumah ini luas, tetapi Aruna sanggup untuk membersihkannya sendiri. Kebetulan Asisten rumah tangga sedang pulang kampong, sehingga mereka harus membagi waktu antara pekerjaan dan membersihkan rumah.
**
Keesokan harinya.
Suasana di dalam kelas tampak begitu ramai. Keadaan seperti ini sudah biasa terjadi. Tentunya sebelum dosen masuk ke dalam ruangan. Aruna bersama dengan Ellie sedang menulis sesuatu di atas kertas putih. Rupanya mereka berdua tengah menulis kegiatan yang akan mereka laksanakan.
Sudah lama mereka berdua berteman. Bahkan, Aruna dan Ellie banyak sekali menghabiskan waktu bersama. Beberapa hari kedepan, Farah tidak ada di rumah. Aruna meminta sahabatnya itu untuk ikut bersama dan menemaninya. Ellie setuju dengan itu, sebab ia akan mempunyai banyak waktu untuk menonton drama korea bersama dengan Aruna.
"Ar, apa kita tidak perlu membeli camilan untuk menonton film?" tanya Ellie.
"Tenang saja, semua itu sudah ada di rumah. Kamu tinggal datang, dan kita menonton film bersama."
"Oke, aku setuju dengan itu."
Tidak lama kemudian, dosen datang. Suasana yang semula ricuh berubah menjadi hening. Proses perkuliahan pun dimulai. Beberapa jam telah berlalu, dan sekarang sudah waktunya untuk istirahat. Ada waktu dua jam bagi Aruna untuk pergi makan siang. Karena nanti ia harus kembali ke kampus.
"Kita makan siang di kantin, atau di luar kampus?" Ellie bertanya sambil memasukkan buku miliknya ke dalam tas.
"Sepertinya di kantin saja. Cuaca di luar sedang terik sekali."
Ellie mengangguk setuju, "Apa yang kamu katakana itu benar. Kalau kita keluar, bisa-bisa kulitku yang putih ini berubah menjadi hitam."
Mendengar jawaban dari Ellie, Aruna tidak menanggapinya. Ia hanya memutar bola matanya malas.
Sampainya mereka di kantin, Ellie bergegas memesan makanan dan minuman. Sejak tadi perutnya terus mengeluarkan bunyi yang begitu nyaring. Membuat Ellie harus segera mengisi kekosongan pada perutnya. Sementara itu, Aruna memainkan ponselnya.
Selagi memainkan ponsel, tiba-tiba saja raut wajah Aruna berubah. Kedua bola matanya membulat sempurna. Aruna melihat sesuatu yang mengajutkan di dalam ponselnya. Rupanya, ia menerima sebuah pesan dari orang yang tidak dikenal. Isi dari pesan tersebut merupakan sebuah foto dirinya pada malam itu.
"Ar, apa kamu baik-baik saja?" Ellie menyadari perubahan pada temannya.
Aruna terkejut dan langsung menutup ponselnya, "A-aku, baik-baik saja."
"Wajahmu terlihat begitu gelisah. Apa kamu sedang ada masalah?"
"Tidak." Aruna menggelengkan kepala dan menjawabnya dengan suara lantang.
Pesan itu membuat Aruna terkejut. Apalagi isi pesan yang mengancam dirinya agar tidak bercerita kepada siapa pun. Aruna semakin merasakan takut yang berlebihan. Tidak berapa lama kemudian, pesanan datang. Segera Ellie melahap habis makanan yang ada di depannya. Sementara Aruna, enggan untuk menyentuh makanannya. Hatinya gelisah saat menerima pesan tersebut.
"Bagaimana bisa pria itu mengetahui nomor ponselku?" gumam Aruna dalam hatinya.
Aruna membayangkan jika orang-orang mengetahui foto dirinya tidak memakai busana. Sudah pasti Aruna akan merasa malu dan tidak akan memaafkan dirinya sendiri. lalu Aruna segera menghapus pesan tersebut dan menarik napasnya dalam-dalam. Ia berusaha tetap tenang agar Ellie tidak curiga kepada dirinya.
"Pulang dari kampus, kita pergi ke café yuk!" ajak Ellie.
"Sepertinya untuk hari ini tidak, El. Aku sedang tidak enak badan dan harus segera pulang."
Ellie mengerucutkan bibirnya kesal, "Yah… Padahal aku 'kan ingin mengajak kamu mengerjakan tugas."
"Besok saja. Untuk hari ini aku sedang tidak bersemangat."
"Ya sudah kalau begitu. Aku pasti tidak akan bisa mengerjakan tugas tanpa kamu, Ar."
Aruna menghela napas panjang.
Sudah menjadi suatu kebiasaan kalau Ellie akan mengerjakan tugas bersama dengan Aruna. Sebab, selama ini memang Aruna pintar. Ia selalu mendapatkan nilai bagus. Dan tentunya, Ellie banyak dibantu sehingga dirinya juga terkadang mendapatkan nilai yang bagus. Setelah menghabiskan makan siang, mereka bergegas menuju kelas.
**
Hari semakin petang. Tampak matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Aruna melenggangkan langkah kakinya menuju parkiran. Ia memang membawa kendaraan sendiri. Tanpa ada supir atau orang lain yang menemaninya. Ketika sampai di dalam mobil, terdengar suara ponsel yang berbunyi. Aruna kemudian membukanya. Ternyata pesan dari orang yang tidak dikenal.
"Bagaimana Cantik? Apa rasanya masih terngiang dalam pikiranmu? Atau, kamu ingin merasakannya lagi?"
Tulis seseorang dengan sebuah foto yang begitu menjijikkan. Aruna melempar ponselnya sehingga terjatuh. Napasnya memburu dan kedua tangannya telah mengepal sempurna. Aruna merasa dihantui oleh sosok pria yang sama sekali tidak dikenal olehnya. Tanpa sadar, air matanya mengalir begitu saja.
Air mata itu membasahi pipinya. Aruna menyeka air mata tersebut dan kembali meraih ponselnya yang terjatuh. Agar tidak ada orang yang tahu, Aruna segera menghapus isi pesan serta foto yang dikirimkan oleh pria itu.
"Sebenarnya siapa dia? Mengapa dia tahu semuanya tentang diriku? Apa pria itu ada di sekelilingku?" Aruna mengedarkan pandangannya.
Ia merasa takut dan memilih agar segera pergi dari tempat itu. Ketika sedang mengendarai kendaraan, tiba-tiba saja secara tidak sengaja ada seorang yang melintas. Aruna terkejut dan langsung menghentikan laju mobilnya dengan cepat.
"Aaarrgghh!" pekik Aruna.
Ia memejamkan mata. Kejadian itu berlangsung begitu cepat. Beruntung mobilnya tidak menabrak pria itu. Perlahan Aruna mengangkat kepalanya. Ia melihat ke depan. Seorang pria sedang menutup wajahnya dengan menggunakan kedua tangan. Mereka berdua sama-sama terkejut. Aruna bergegas turun untuk mengetahui keadaan pria tersebut.
"Ma-maaf, aku tidak sengaja," ujar Aruna.
Pria itu masih menutupi wajahnya.
"Apa ada yang terluka? Sebaiknya kita sekarang pergi ke rumah sakit."
"Tidak perlu." Pria itu memperlihatkan wajahnya.
Aruna benar-benar merasa bersalah, "Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja."
"Tidak masalah. Hati-hati dalam berkendara." Pria itu pergi begitu saja. Meninggalkan Aruna sendiri.
**
Bersambung