Kota Tersia adalah ibu kota di negara Everland, negara besar di bagian selatan benua Notos. Negara terkuat dengan sistem pertahanan yang tidak tertandingi. Tidak ada yang pernah berani menjadi musuh bagi Everland yang merupakan negara netral selama pasukan pertahanan Everland masih ada. Negara yang selalu netral dengan negara lain, gedung-gedung tinggi dan transportasi yang maju menjadikan negara ini sebagai tempat yang aman dari berbagai konflik. Meskipun menjadi negara yang aman, tentu saja negara ini juga harus menghadapi monster-monster.
Dunia di mana monster-monster bermunculan dan manusia yang satu per satu terbangkitkan dengan kekuatan yang disebut dengan Weirless. Everland merupakan negara yang memiliki jumlah Weirless terbanyak. Itulah yang menjadikan mereka sebagai negara yang lebih aman dibandingkan negara lain. Namun, meskipun jumlah Weirless yang tidak sedikit, tidak ada manusia normal yang mengetahui identitas para Weirless.
Seorang pria berambut kuning emas dengan tenangnya duduk di kursi penumpang mobil pribadinya sambil menatap pemandangan di luar jendela mobil. Ia mengembuskan napas lelah setelah meninggalkan melakukan perjalanan selama dua belas jam sambil melihat pemandangan langit, akhirnya ia dapat melihat pemandangan kota yang menjadi tempat kelahirannya.
Pria itu melepaskan kacamata hitamnya dan memperlihatkan sepasang mata berwarna biru laut yang terlihat sangat indah sambil tersenyum kecil. "Akhirnya aku kembali," ucapnya.
Mobil yang ia tumpangi membawanya menuju ke distrik Potelis yang merupakan distrik perumahan mewah yang menjadi tempat tinggal bagi orang-orang berpengaruh di Everland. Distrik ini berada di bagian Selatan Everland yang dekat dengan pemandangan gunung Lefko. Mobil memasuki sebuah rumah yang sangat besar dan berada di ujung perumahan distrik Potelis.
Rumah yang terlihat seperti istana dengan bergaya barat yang memiliki dinding pembatas dan pagar yang cukup tinggi dengan sistem keamanan yang ketat. Begitu memasuki area halaman depan rumah itu, membutuhkan waktu dua menit untuk sampai di depan pintu rumah menggunakan mobil.
Seorang pelayan pria berambut hitam pendek membukakan pintu penumpang dan menyambut kedatangan salah satu tuannya. "Selamat datang kembali, tuan muda Aric," ucap pelayan itu diikuti dengan dua puluh pelayan pria dan wanita yang berbaris di sisi kanan dan kiri sambil memberikan hormat mereka.
"Lama tidak bertemu, Jade," ucap Aric.
"Benar tuan muda. Kami sangat senang anda akhirnya kembali ke Everland dengan selamat," ucapJade.
Aric menganggukkan kepala. "Karena pelatihanku sudah selesai, mulai hari ini aku akan menetap di Everland."
"Baik, tuan muda."
"Bagaimana dengan ayah dan ibu?" tanya Aric.
"Tuan besar masih ada urusan di markas dan kemungkinan akan kembali beberapa bulan lagi, sedangkan nyonya besar masih ada acara penandatanganan bukunya di dua negara," ucapJade.
"Begitu, baiklah kalau begitu."
Setelah itu, Aric segera berjalan ke kamarnya karena merasa begitu lelah setelah menepuh perjalanan di udara selama dua belas jam dan ia memutuskan untuk tidur sebentar sebelum memutuskan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Sebelum masuk ke kamar, Aric mengatakan kepadaJade untuk membangunkannya jika sudah waktunya makan malam. Karena sebelumnya dia sudah makan di pesawat, dan tidak berminat untuk makan siang. Sehingga ia memutuskan untuk tidur di kamarnya.
***
Terdengar suara ketukan pintu yang menggema di dalam ruangan yang gelap karena kondisi di luar jendela yang sudah gelap. Aric membuka matanya dan menyadari kondisi kamarnya yang begitu gelap karena hari telah malam lalu menyalakan lampu sebelum membuka pintu kamarnya. "Tuan muda, makan malam telah siap," ucap Jade.
"Aku akan turun setelah mandi," ucap Aric.
"Baik, tuan muda."
Setelah itu, Aric kembali masuk dan membersihkan diri. Setelah selesai, ia langsung berjalan menuju ke ruang makan. Aric duduk di kursinya dan menatap sekitar, terlihat beberapa pelayan yang berdiri di sekitar ruangan seperti siap bergerak kapanpun jika ia memanggil mereka. Namun, Aric melihat pemandangan yang sudah menjadi kesehariannya selama hidup dengan tatapan bosan.
Tanpa memikirkan apa pun, ia menghabiskan makan malamnya dengan tenang. Setelah selesai makan malam, ia memutuskan untuk membaca buku di perpustakaan.
***
Sinar sang mentari mulai menunjukkan sinarnya, Aric terlihat membuka matanya saat merasakan silaunya sinar mentari yang menembus melewati sela-sela tirai perpustakaan. Semalaman Aric menghabiskan waktu membaca buku di perpustakaan sampai tanpa ia sadari telah tertidur di kursi baca perpusatakaan dengan buku yang masih ada di tangannya.
Aric bangkit dari kursi baca lalu merenggangkan tubuh, setelah itu meletakkan kembali buku yang ia baca di rak buku sebelum berjalan kembali ke kamarnya untuk menyegarkan diri. Setelah selesai menyegarkan diri, Aric keluar dari kamarnya dengan mengenakan celana olahraga hitam, sepatu olahraga putih dengan garis hitam, dan mengenakan kaos putih polos yang tertutup jaket berwarna hitam.
Pagi ini ia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar distrik perumahannya setelah sarapan. Sebelum berangkatJade memaksa Aric untuk pergi dengan membawa motor kesayangannya, namun Aric menolak dan memutuskan untuk berjalan kaki. Meskipun keluar dari rumahnya membutuhkan Aric sekitar sepuluh menit berjalan kaki. Namun, itu tidak menjadi masalah bagi Aric.
Aric yang telah mendapatkan pelatihan keras dari ayahnya selama dua puluh tahun, tentu saja berjalan beberapa menit tidak akan membuat tubuhnya mudah lelah. Ia berjalan dengan santai dengan kondisi perumahan yang sangat sunyi. Karena distrik ini merupakan perumahan Elit yang hanya biasa di tinggali oleh orang-orang berpengaruh atau pembisnis di Everland. Sehingga akan sulit untuk menemukan transportasi umum melintasi tempat ini.
Untuk sampai di halte bus dengan berjalan kaki, Aric perlu berjalan selama sekitar setengah jam untuk tiba di halter bus terdekat. Namun, karena ia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar komplek perumahannya, sehingga Aric tidak perlu pergi ke halte bus. Ia berjalan dan melewati sebuah taman bermain yang cukup luas.
Aric memutuskan untuk duduk di salah satu kursi taman dan menyadari jika saat ini hanya ada satu gadis kecil yang sedang bermain pasir. Ia menatap gadis itu lalu mengeluarkan phonselnya karena mendapatkan telepon. Ia menerima telepon itu dengan senang karena mendengar suara yang sudah lama tidak ia dengar. Namun tiba-tiba ia mendengar suara tangisan.
"Tunggu sebentar," ucapnya lalu menjauhkan phonsel dari telinganya dan menatap kesekitar taman. Pandangannya langsung tertuju kepada gadis kecil berambut merah tua yang tengah duduk dengan air mata yang tidak kunjung berhenti. Aric merasa bingung dengan apa yang terjadi, sebelum ia mengangkat telepon dari temannya itu, ia yakin jika gadis kecil itu sedang bermain sendirian. Namun, tiba-tiba gadis itu menangis.
Terdengar suara teriakan dari teleponnya, membuat Aric tersadar lalu menempelkan kembali phosel ke telinganya. "Aku akan menghubungimu lagi nanti," ucap Aric lalu memutus hubungan. Ia memasukkan kembali phonselnya ke celana lalu berjalan mendekati gadis kecil itu.
Aric berlutut di depan gadis kecil itu lalu tersenyum. "Apa kamu baik-baik saja?"
Mendengar pertanyaan itu, gadis kecil berambut merah mengangkat kepalanya dan menatap Aric dengan mata besarnya. Aric terkejut saat melihat warna mata yang begitu untuk dan indah. Sepasang mata berwarna merah menatapnya dengan air mata yang masih mengalir. "Ada apa? Apa kamu terluka?" tanya Aric sekali lagi.
Gadis itu menggelengkan kepalanya lalu sedikit menjauh dari Aric. "Tenang saja, aku tidak akan melakukan apa-apa. Aku hanya ingin tahu apa kamu baik-baik saja."
"Acu…" Gadis kecil itu langsung menutup mulutnya dengan terkejut.
Aric yang melihat sikap gadis itu menjadi bingung. Melihat tubuh kecil gadis itu, ia berpikir jika gadis kecil itu masih berusia sekitar empat atau lima tahun. Jadi, jika tata bahasanya masih kurang baik, ia tidak mempermasalahkan hal itu. Namun, kenapa tiba-tiba gadis itu menutup mulutnya dengan ekspresi terkejut?
"Tidak apa-apa, bilang saja jika ada yang sakit," ucap Aric sambil tersenyum lembut.
"Acu baik-baik caja," ucap gadis itu.
"Hm … namamu siapa? Aku Aric," ucap Aric.
"Alecia … Alecia Kichi," ucap gadis kecil itu.
"Kichi? Aku belum pernah mendengar nama keluarga itu di sini … apa yang kamu maksud Kishi?" tanya Aric.
Alecia menganggukkan kepalanya.
Aric tersenyum ceria. "Jadi namamu Alecia Kishi. Kalau begitu, Alecia kenapa di sini sendirian?"
Aric merasa bingung karena melihat gadis kecil berumur lima tahun seperti Alecia berada di taman sendirian tanpa pengawasan. Meskipun distrik Potelis adalah distrik yang aman karena mendapatkan perlindungan dari keluarga Shamus. Bukan berarti tidak akan terjadi penculikan di daerah ini.
"Alecia tidak mau pulang … Alecia tidak mau pulang!" teriak Alecia.
Melihat sikap Alecia yang tiba-tiba berubah membuat Aric terkejut. Ekspresi gadis itu terlihat pucat. Ia seperti ketakutan, batin Aric.
"Apa yang kau lakukan kepada putriku?!"
Tiba-tiba seorang wanita berambut merah tua yang berjalan mendekati Aric menatapnya dengan tatapan tajam. "Apa anda ibu Alecia?" tanya Aric.
"Benar, memang kau siapa?" tanya wanita itu lalu menatap Aric dari atas sampai bawah. "Jangan-jangan kau penculik?!"
"Sepertinya anda salah paham. Saya kebetulan sedang beristirahat di sini lalu melihat gadis kecil ini sedang menangis," ucap Aric.
Wanita itu sekali lagi menatap Aric dari atas sampai bawah dengan curiga lalu menatap putrinya dengan ekspresi kesal. "Ayo pulang," ucap wanita itu lalu menarik tangan Alecia dengan kasar.
Aric yang menyadari itu ingin menghentikan sikap kasar wanita yang merupakan ibu Alecia. Namun, ia tidak bisa berbuat semaunya. Karena itu bukan urusannya, ia hanya bisa melihat Alecia yang menatapnya dengan ekspresi seperti meminta tolong dengan khawatir. Setelah Alecia dan wanita itu tidak terlihat, Aric pulang.
"Selamat datang, tuan muda," sapa Jade.
"Jade, carikan informasi mengenai keluarga Kishi," ucap Aric.
Jade menatap Aric dengan bingung. Ia bingung dengan sikap tuan mudanya yang baru saja kembali ke Everland setelah lima tahun menjalani pelatihan militer, dan tiba-tiba meminta untuk informasi mengenai keluarga Kishi. Namun, ia tidak mengatakan apa pun dan mengikuti perintah Aric.
"Baik, tuan muda."
Bersambung…