Tsuyoi Sentoki mencoba meraba lengan Nathan Narendra perlahan... menerobos ingatan yang memang secara otentik, pria ini mengenal orang yang merajam sahabatnya.
Nathan Narendra memperhatikan, sebagaimana Kakaknya itu melempar duyung tersebut pada sebuah kolam sempit berisi air merah. Sontak Nathan menelan ludahnya kala mengingat kejadian Alam yang disiram air panas tempo dulu.
"Siapa itu?" tanya Nathan. Atensi Anna berfokus lagi pada cermin yang menangkap presensi seorang wanita berambut hitam sepinggang. Tsuyoi Sentoki membelalak ketika temannya berada di tangan musuh yang salah. "Sial! Tertangkap Mamuna ternyata," seru Anna.
Mamuna merupakan ratu serta penguasa di berbagai jenis rawa. Tempat kelahiran kaumnya yang terdengar berasal dari Slavia sebelum akhirnya orang pilihan pertama memusnahkan mereka sampai tersisa satu lagi. Yaitu wanita yang Rey rangkul sekarang ini.
Anna mengigit jari taatkala Seirina berada di tangan siluman kuat, apalagi Mamuna bisa memanipulasi Mayat beserta orang hidup yang bermain di perairan. Tsuyoi Sentoki gusar harus melakukan apa.
Berbeda dengan pikiran psikopat di sampingnya tersebut. Atensi Nathan berfokus melihat dada beserta pinggul Mamuna yang terkena penyakit obesitas itu. Sungguh besar. Sampai kepala Nathan terus bergulir silih berganti melihat kepunyaan Maya beserta Ratu rawa tersebut.
"Brengsek!" cetus Anna. Nathan spontan melihat ke arah Anna yang menatapnya sinis, tersenyum miris dan turut berduka karena milik Anna bahkan bisa di katakan sedatar tembok. Akan Nathan akui—nenek moyang Anna memang benar, pasalnya 'semua lelaki itu sama.' Sebab fisik yang utama.
"Eih, apa itu penting sekarang," Nathan mulai mengalihkan perhatian taatkala Anna seperti orang yang akan menerkamnya dengan tatapan tersebut.
"Ya, penting!" tekan Anna. Nathan mengaruk pelipisnya untuk dua kesalahan hari ini yang membuat wanita itu membencinya semakin jauh lagi. Apalagi kupingnya semakin memanas lantaran Maya malah berceramah soal membandingkan tubuh wanita dengan wanita lain itu merupakan tindakan yang sensitif untuk dilakukan.
Tapi di banding semua itu, pikiran Anna teralihkan lagi mengenai mayat manusia yang berada beberapa blok dari rumah Nathan ini, kenapa bisa terdapat banyak sekali kemudian berkumpul di rawa? Anna bisa menerka Mamuna memiliki lima puluh mayat yang Ia manipulasi di sana.
"Ah, mayat yah... " Nathan Narendra mengangguk ragu. Apalagi taatkala Anna memusatkan atensi kembali padanya. Manik wanita itu membulat dengan cantik—sampai Nathan mengusap tekuk miliknya pelan seraya mengedarkan pandangan.
Mencoba untuk beranjak pergi, akan tetapi Anna menahan pergerakan psikopat tersebut. "Apa mungkin... " Tsuyoi Sentoki mematrikan pandangannya. Akan dia gorok pria bernama nathan Narendra yang malah cengegesan memamerkan barisan gigi putih miliknya.
"I–iya... hehe," Anna memejamkan mata saat mendengar jawaban Nathan. Pria itu membuang para korban yang Ia bunuh kedalam rawa. Secara otomatis Nathan Narendra membantu Mamuna mengumpulkan tentara untuk melakukan pemberontakan di dunia paralel nanti. "Aku tidak tahu mayat bisa hidup lagi," bela Nathan.
Sudah tidak tahan lagi Anna dengan sikap pria yang menguras emosinya. Dengan sigap mengambil pisau sampai
Nathan tercekat, "Sebaiknya kau mati dan bergabung bersama mereka," lontar Anna gemas.
Tidak ada unsur bercanda sama sekali ketika Anna mengejar pria yang terbirit sembari tertawa itu. Bahkan ketiga adiknya terlonjak melihat Nathan dan Anna tiba-tiba keluar kamar beserta wanita itu mengejarnya seraya mengacungkan pisau.
"Coba sini... " tantang Nathan. Pria itu berlari menuntun Anna ke arah gudang, dengan sigap naik keatas tumpukan peti besar sampai Anna menengadah dengan nyalangnya.
Cara bercanda psikopat dan siluman memang berbeda, bukan saling main kejar-kejaran dengan sepucuk surat cinta serta bunga. Melainkan pisau dengan amarah Anna yang membuat Nathan gembira karena untuk pertama kalinya bisa membuat Tsuyoi Sentoki mengejarnya.
"Kau pikir ini lucu?" sarkas Anna. Nathan masih cengengesan di atas sana. Fokus melihat bibir Anna yang tertekuk ke bawah dengan indahnya.
"Marah-marah mulu, lagi tanggal merah yah?" goda Nathan. Anna membenarkan surai yang menghalangi pandangan, mencoba bernapas sabar seraya menjambak rambutnya sendiri.
"Bawa santai kalau punya masalah," ucap Nathan. Anna menatapnya sejemang, mendelik sebal sembari beranjak pergi sebelum Nathan mencegatnya dan menjulurkan lengan agar Ia ikut naik ke peti.
"Serius, gak bakal di apa-apain," Nathan tersenyum ceria taatkala Anna menatapnya bingung. Pria itu tingkahnya aneh sekali padahal Anna sedang sangat serius dan naik pitam.
Malah mengancam akan membawa kembali tamashi jikalau anna tidak ikut naik ke atas katanya.
Lagipula psikopat dengan konsumsi harian video asusila sudah pasti beberapa saraf otaknya terputus sampai Anna ikut menuruti saja di banding repot nantinya. Hanya dengan sedikit tarikan—Anna sudah berada di atas bersama Nathan.
Membuat Tsuyoi Sentoki canggung, saat Nathan mengulas senyum manis untuknya. Anna memainkan kuku jari serta merunduk tidak yakin lantaran Nathan benar-benar tidak terpengaruh ramuan miliknya.
Sampai tercekat kikuk pada detik dimana jari telunjuk pria itu mengusap lembut sudut matanya, "Maaf," lontar Nathan. Anna dengan cepat memalingkan wajahnya ke arah lain. Kemudian Nathan Narendra itu berdiri di atas peti untuk menggapai atap gudang.
Anna pun ikut menengadah lantaran baru sadar bahwa atap yang dia tempati terdapat jendela dari papan kayu yang nathan geser, "Mau udara segar gak?" tanyanya. Anna mengangguk antusias—lantas berdiri dan mengikuti Nathan naik ke atas genting rumah miliknya.
Tidak seromantis drama yang sering Anna tonton bersama temannya, atau seperti kisah-kisah lain dimana bintang bertaburan beserta pemandangan menyenangkan. Disini langit malam terlihat kelam, bahkan sajiannya pun hanya hutan belantara apalagi di sampingnya merupakan psikopat dengan kemesuman kelas kakap yang tengah memejamkan mata dengan tenang.
Nathan selalu menenangkan pikirannya disini, dengan cara memejamkan mata dan mendengarkan semua suara penghuni hutan. Cukup untuk membantunya meringankan semua beban yang dia pendam.
"Ngapain sih?" Anna hanya menjadi patung disini. Ia bahkan tidak menikmati sama sekali apa yang Nathan lakukan.
"Sekarang aku memikirkanmu," sahut Nathan dengan mata yang masih terpejam. Sadar bahwa Anna sedang mengejeknya dengan mengerlingkan mata sebal, sebab gombalan Nathan itu terlalu pasaran.
"Katakan, apa yang kamu mau," lontar Nathan. Ia meluruskan badanya di atas genting. Memandang langit malam yang tak mendungkungnya untuk menurunkan lebih banyak bintang kala Anna bersamanya.
"Aku harus pergi, tolong jangan memanggil namaku" pinta Anna. Lagipula mau Nathan membedah jantungnya sendiri lalu memberikannya pada Anna. Tsuyoi sentoki tetap saja sudah membencinya sampai ubun-ubun dan Ia tidak akan membuat debaran aneh sampai seseorang mengetahuinya.
"Jauh?" tanya Nathan. Anna tidak menjawabnya, Ia pun memejam—mencoba hal sama kala angin menyapa lembut mata sembabnya. Memang sedikit menenangkan jikalau ada teman mengobrol. "Boleh aku ikut?"
"Ini bukan urusanmu," tandas Anna.
"Baiklah, ku panggil sejam sekali," sahut Nathan. Spontan Anna menepuk bahu pria yang langsung menangkis lengannya. Menarik Maya sampai terjerembab dalam dada pria yang mengunci pergerakan. Malahan menekan kepala itu agar diam di tempat ketika anna mencoba kembali tegak.
"Dengar..." ucap Nathan. Ia mengusap surai anna yang menggodanya sedari tadi.
"Saat kuputuskan untuk terikat denganmu, artinya aku akan ikut campur mengenai kehidupanmu."
***
Setelah menghabiskan tiga jam bersama sampai akhirnya memutuskan untuk kembali masuk kedalam. Anna gontai mengingat deklarasi Nathan bahwa Ia tidak bisa melarikan diri lagi dari pria tersebut.
Nathan Narendra akan ikut campur pada setiap urusannya. Sampai Anna menggeleng untuk kutukan yang hampir tidak bisa dia hindari.
Hanya Nathan yang berjalan senang menuju kamar Crystal, dimana ketiga adiknya menunggu cerita perkembangan Tsuyoi Sentoki. Mereka gemas dengan cenayang tersebut ternyata merupakan seorang siluman.
Sampai beberapa puluh menit kemudian. Nathan menyelimuti mereka bertiga yang tertidur dengan tenang setelah tidak ada suara harimau yang meraung lagi. Dia bahkan sempat-sempatnya menjentrik telinga Jodi karena mengambil jatah tempat tidur meski sudah punya kamar masing-masing.
Berinisiatif membawa selimut untuk Anna, sembari mencoba mengecek keadaannya di ruangan kacau yang belum sempat Nathan bereskan.
Akan tetapi langkahnya terinterupsi, sampai membuat badannya bergulir menyembunyikan diri taatkala melihat
Anna mengendap keluar kamar.
Nathan Narendra mengikuti wanita itu dalam diam. memangnya akan pergi kemana Tsuyoi Sentoki dini hari begini, Anna bahkan tidak memperdulikan pengawal yang belingsatan antara bertanya atau tidak kepada wanita yang Crystal Narendra sambut tadi.
"Aku saja yang mengikuti," sergah Nathan kepada kedua pengawal rumah yang akan membuntuti Anna.
Akan tetapi, Nathan Narendra kehilangan anna saat wanita itu menghilang dari pandangan di belokan
menuju belakang rumah. Dia mengedarkan pandangan mencari presensi wanita yang langsung menghilang.
Memejamkan mata taatkala suara isakan anna membuat Nathan bingung. Sampai berdenyit lantaran setelah memejamkan mata tiga kalipun, suaranya berasal dari sebuah pohon besar seukuran Nathan dengan satu kuntilanak diatasnya.
"Dia di sini?" tanya Nathan. Kuntilanak tersebut membelalak dan melihat kearah belakang punggungnya, celingukan—kemudian menunjuk dirinya sendiri sebab tidak menyangka Nathan mengajaknya bicara.
Nathan mengangguk ringan sampai kuntilanak pun ikut-ikutan mengangguk cepat. Nathan Narendra terpengah gegara baru mengetahui, bahwa siluman ternyata bisa masuk pohon. Menyandarkan punggungnya seraya memejamkan mata kembali.
Ternyata wanita itu belum kunjung membaik juga.
"Argh! Aku tidak bisa fokus pada gerbang jika ramalannya cepat datang! Bunuh saja Nathan untukku," racau Anna dengan semua rengekkannya.
"Aku akan mengamankan paralel sebelum kemunculan orang terpilih lahir kembali," tambahnya.
Nathan tersenyum kecut mendengar pernyataan Anna. Sudut hati Nathan Narendra berdenyut nyeri, lantaran Tsuyoi sentoki bersama mahluk lain di dalam sana sedang melakukan pemisah kontrak antara Ia dengan Anna.
Padahal baru saja Nathan Narendra melakukan sebuah ikatan, akan tetapi sekarang Anna akan memutus rasa berbagi dengannya. Dimana Tsuyoi Sentoki tidak akan merasakan sakit saat Nathan terluka. Begitupun sebaliknya.
Ctas! Nathan menatap benang yang bercahaya bersamaan dengan satu saraf mantra yang Anna putus. Berhasil membuat Nathan mengeraskan rahangnya.
Sial! Harusnya Nathan taklukan siluman Hone-onna itu.
Bersambung...