Jodi kedalam ruang eksekusi dengan wajah sebalnya ketika melihat Nathan cengengesan memandang sebuah ranting. Dia baru saja berpulang dari proyek sepuluh milyar bersama menteri Cina.
Sewaktu perjalanan memasuki kota Bandung— Jodi sempat meminta Nathan agar membiarkan menteri tersebut bernapas sebentar saja sampai dia pulang. Ada beberapa pertanyaan darinya namun, "Kenapa kau membunuhnya Kak," Jodi gemas mengusap wajah—sabar melihat Nathan.
"Aku tidak tahu dia akan mati karna ku copot gelangnya," ucap Nathan polos. Jodi terdiam dipijakan. Menatap Nathan Narendra gila itu tanpa raut wajah apapapun selain rasa ingin menonjok pria yang memamerkan barisan gigi tersebut.
"Serius jodii," tambah Nathan. Bagaimana bisa Jodi percaya—kala melihat kaos Nathan penuh dengan bercak darah, belum lagi sekujur tubuh menteri tersebut sudah Nathan buatkan garis yang membentuk peta dunia. Apalagi darah yang mengucur keluar dari mulutnya sudah dipastikan—Nathan memberinya racun.
"Beri anjingku makan yah," ucap Nathan menepuk pipi Jodi sampai meninggalkan bekas noda darah pada wajahnya. Tentu ini PR yang tidak menyenangkan—karena dia harus memotong jasad lalu memberikannya pada anjing yang terus saja mengonggong. Kelaparan.
Ini kedua kalinya di hari yang sama Nathan senang memasuki rumah, Dia malahan menggesekan sepatu yang meninggalkan bekas berwarna merah di lantai tersebut dengan riang. Suasana hatinya kembali pulih—kian tidak bisa dibendung sampai bersenandung kecil.
Nathan Narendra mencoba memutar knop pintu sebelum gerakannya spontan terpaku membatu, "Ah, lupa."
Nathan terkekeh karena hampir saja akan memasuki kamarnya yang sudah berpenghuni. Berjinjit centil menuju kamar adiknya—crystal Narendra. Wanita karir satu itu sudah tertidur nyenyak dalam dekapan kakaknya alam.
Nathan pun ikut bergabung memeluk mereka berdua. Biar saja besok dia akan memberikan hadiahnya pada anna... semua orang harus beristirahat dengan tenang, termasuk dia yang mengecup kening kedua adiknya. Tidak akan Nathan biarkan siapapun...
Menyakiti mereka berdua. Ralat! Bertiga...
Dengan Jodi tentunya.
***
"Lari..."
Nathan mengerjap, menyipitkan mata—setengah mengantuk Dia beranjak, sebab ada suara yang mendengung di rungunya.
"Nathan, aku menyuruhmu lari!"
"Ibu?" Nathan celingukan. Dia mengedarkan pandangan—bingung keseisi ruangan, mencari presensi orang yang menganggu tidurnya.
"Menjauh, jangan dekat dengan wanita itu, jangan kau."
"Ibu?"
"IBU!" Nathan bangun. Sontak kedua adiknya pun ikut terperanjat, lebih-lebih lagi teriakan yang membuat psikopat itu linglung menelisik cepat ke berbagai arah— lantaran barusan seperti bukan sebuah kejadian bunga tidur.
"Kakak, tenang..." ucap crystal. Dia mengusap punggung Kakaknya yang berkeringat. Bahkan Alam Narendra menguap dengan lebar taatkala Nathan mengurut kedua alisnya. Bukan sesuatu yang langka bagi mereka melihat Kakaknya bermimpi buruk, apalagi karena Nathan tidak mengganti pakaiannya setelah mengeksekusi.
Alam juga tersenyum memalingkan wajahnya menatap jendela dengan gorden yang lupa ditutup sampai mengakibatkan cahaya mentari beserta angin ciri khas pagi masuk dengan leluasa kedalam kamar.
Alam Narendra meregangkan tubuh senang, karena sekarang dia dapat melihat perubahan besar-besaran terjadi pada kakaknya. Apalagi ikut tertidur bersama di malam hari itu sangatlah—perdana bisa sesantai ini.
Biasanya Nathan hanya berjaga ketika mereka tertidur. Apalagi ketika mengingat bahwa Mereka bertiga adalah tiga orang yatim yang menginginkan sebuah keajaiban dalam hidup.
Sayang sekali bagi—alam yang mengira bahwa anna adalah wanita tepat turun dari langit membawa magis kemudian memetik bintang untuk mereka. Begitupun Nathan, dia hanya mengira Tsuyoi sentoki si pemikat hati itu. Datang sebagai orang yang akan membantunya melewati ini semua.
"Kak," kehadiran Jodi mengacaukan keheningan terselubung yang sedang terjadi pada mereka. Membuka kamar crystal karena tak kunjung adanya sebuah jawaban. Jodi berwajah serius kali ini, "anna kabur."
"Apa!" Serempak mereka bertiga mengatakannya. Baru saja alam bersyukur atas kehadiran wanita yang melarikan diri lagi. Begitupun dengan Nathan, Ia berpikir... sudah satu langkah lebih dekat dengan anna.
"Cari!" titah Nathan. Tubuhnya seketika melemas—membayangkan untuk kesekian kalinya berlarian di hutan seraya memejamkan mata mencari napas Tsuyoi Sentoki. Belum lagi bercampur aduk dengan suara burung atau langkah kaki semut yang membuatnya pusing.
"Ah, Anna," lirih Nathan. Memilih merentangkan kembali tubuhnya dengan kasar. Jodi pergi setelah melihat Nathan uring-uringan. Termasuk Lusi yang menatapnya iba, sejak kapan? Nathan bersikap seperti itu, "Aku juga akan mencarinya," alam mengajukan diri.
Semua mengangguk setuju. Lagipula keuangan Nathan sedang stabil saat ini, dia akan mengerahkan semua pengawalnya untuk mencari Tsuyoi Sentoki sampai didapatkan kembali. Anna belum bisa pergi karena kesepakatannya pun masih belum usai.
Nathan akan mengutamakan pencarian di hutan. Serta menjaga semua jalur jalan keluar dari kota Bandung.
***
Crak, crak! Suara pisau menusuk daging hangat berkali-kali membuat nathan gembira. Setelah bertransaksi—menteri Cina menginginkan kehadiran Nathan untuk proyek besarnya. Sehingga mengundang psikopat tersebut datang kerumah.
Selama perjalanan berangkatnya Nathan Narendra bersama Jodi yang mengkoordinator dari jauh lima tim untuk pencarian Anna. Beruntung sekali Ia dihadang beberapa preman yang bisa dikatakan masih level dasar.
Pesta kecil-kecilan lumayan membuatnya penuh peluh dan bermandikan darah, pikiran Nathan berkecamuk dengan wanita yang bahkan tidak bisa mempraktekan video asusila bersama dengannya.
"Belum ketemu."
"Cari yang benar!" bentak Nathan. Jodi memasang wajah santai—menelisik kemeja putih Nathan yang hampir separuhnya merah, memang sangat indonesia sekali gayanya.
Kemudian sebenarnya, mau semarah apapun nathan pada Jodi, Ia tidak akan pernah mengacungkan pisau atau pistol padanya. Terkecuali sewaktu beberapa bulan pertama bekerja disamping Nathan Narendra, hampir saja kuping Jodi diiris tipis.
Begitupun saat kembali berpulang dari Cina, Nathan tiada hentinya menusuk orang. Bahkan meminta beberapa tahanan menteri Cina—untuk dia santap sebagai penyalur rasa yang membuat sudut hatinya merasa tidak nyaman.
Bisa dibilang mereka semua orang beruntung, hanya mendapatkan tusukan beberapa puluh kali—kemudian meninggal. Tidak ada fase penyiksaan yang menguras waktu dan energi lebih banyak.
"Bagaimana Ayahnya?" tanya Nathan. Putri Snow White—Jason pelayan anna itu belum kunjung bangun dari tidur panjangnya. Bahkan sudah masuk berita mengenai seorang pemilik pabrik parfum asal jakarta yang tiba-tiba menghilang.
Nathan ingin sekali mengintrogasi dirinya, apalah daya dengan pria yang tidak bangun-bangun, terlebih saat Nathan bahkan tidak hanya ingin—sekedar mencubit perut si plontos, memoles kepalanya sampai licin sekali sepertinya ide bagus.
Pulang dini hari pun, tidak ada lagi rasa senang yang membuatnya bersemangat menaiki anak tangga. Nathan bahkan bosan melihat arwah para korban yang beberapa kali berkumpul di ruang tengah—hanya untuk menakutinya.
Namun saat Nathan tatap balik mereka... malah si setan yang kewalahan, mereka langsung menunduk sampai bulu kuduk masing-masing arwah merinding hebat karena hampir saja macam-macam dengan orang yang membuatnya tidak menapakan diri di dunia.
Hantu Kakek Tua penjaga rumah juga—menghela napas. Taatkala sepatu Nathan terus saja mencetak jejak merah apalagi kali ini lebih parah. Bau anyir menyergap seketika di dalam ruangan. Tangan Nathan bahkan gemetar meneteskan puluhan DNA darah—saking banyaknya dia melakukan eksekusi hari ini.
Nathan juga menjadi malas melihat kamar utama dengan sajian ruangan tanpa penghuni. Memilih untuk melewatinya dan akan bermesraan saja bersama Jodi... Klotak!
Nathan stagnan ketika mendengar sesuatu jatuh dari kamar utama. Langsung berputar haluan dan memutar knop pintu, menghadirkan presensi wanita memakai kimono putih sedang berkutat dengan beberapa paper bag.
Telinganya ditutupi dengan earphone dan tak menyadari kedatangan Nathan Narendra, sukses menguras emosi pria ini. Nathan menarik lengannya dengan kasar. Sampai minuman coklat mint yang sedang dipegang Anna terjatuh dan membasahi kakinya.
"Dari mana saja!" bentak Nathan. Sedangkan Anna spontan menutup hidung dan mulai merasakan mual. Memejamkan mata ketika tubuhnya diguncang psikopat. "Jawab!" tekan Nathan.
Anna mendorongnya kuat lalu pergi ke kamar mandi. Sekilas bayangan betapa bengisnya Nathan hari ini, membuat Anna muntah-muntah. Bau menusuk hidung membuatnya pusing, namun Nathan tidak mau mengerti itu, dia malah menarik Anns dari kloset serta merta menuntut sebuah penjelasan.
Plakk! Pria kesurupan ini Anna tampar agar sadar. Dia pikir seseorang mempunyai nyawa cadangan hingga Nathan dengan mudahnya menusuk orang kesana kemari.
Ada keheningan sesaat sampai Anna mulai mual dan muntah lagi. Nathan Narendra melongo karena akan menambahkan list untuk 'pertama kalinya di tampar wanita.' pada akhirnya dia memberi Anna waktu untuk memuntahkan semua isi perutnya, Nathan sibuk mengisi bathup dengan air hangat seraya menunggu.
"Dasar iblis," maki Anna. Lemas setelah sukses mengeluarkan semuanya, Anna menggeleng karena tidak ingin lagi dia membaca ingatan Nathan.
"Ya, kita sama," sahut Nathan dingin. Dia mengangkat Anna yang menelungkup di toilet, membawanya masuk dalam bathup. Tanpa perlawanan anna yang terlalu lelah untuk bisa meronta.
Bahkan meski baru kakinya saja yang masuk kedalam bathup. Berendam bersama dalam air merah hangat untuk menangkan pikiran masing-masing, kimono putih Anna spontan berubah warna, membuat raga wanita ini bergetar hebat.
Nathan merasakan—tubuh Tsuyoi sentoki ini bergetar ketika berada dalam pangkuannya. Dia merengkuh erat pinggang Anna... menelungkupkan wajahnya pada punggung oknum yang membuat perasaan kacau seharian.
"Lepas... " ucap Anna. Nathan menggesekan keningnya pada punggung Anna, sebagai pertanda penolakan dan Nathan malah semakin erat dalam memeluknya. Akan Nathan buat perhitungan dengan Jodi yang asal deklarasi menyatakan Anna hilang.
"Darimana saja, aku mencari," lontar Nathan kalem kali ini.
"Aku membeli kebutuhanku, kenapa? Gak boleh?" jawab Anna sinis. Bukan hanya seram penilaian yang Nathan dapat dari Anna, melainkan nilai plus juga bahwa Nathan Narendra itu akan menjadi sosok yang dia benci.
"Harusnya bilang" lontar Nathan ragu. Memangnya siapa dia hingga harus melarang kebebasan Anna, dia sedang membuat kesepakatan dan bekerja sama. Bukan memenjarakan Anna untuk selalu diam di dalam kamar.
Anna juga sedang mengatur emosi ketika melihat air dalam bathup, berjenis-jenis darah orang sedang bercampur aduk disini, dan bisa dipastikan... Darah Nathan atau miliknya yang suatu hari nanti berada di sini.
Sesuai ramalan.
To Be Continued...