Chereads / Tahta Sang Putra Selir / Chapter 3 - Suhita Prameswari

Chapter 3 - Suhita Prameswari

Seorang wanita sedang berjalan tak tentu, dia bingung harus pergi kemana. Harinya kacau, dari dia dipecat dari pekerjaannya, dia juga diusir dari rumah yang dikontrak beberapa tahun ini. Sebenarnya sangat sayang dia harus pindah dari tempat itu. Namun, pemilik rumah yang dia sewa mengusirnya dan bilang kalau dia tidak mendapatkan transferan uang sewa sejak 3 bulan kemarin. Padahal jelas-jelas wanita itu sudah membayarnya. Akan tetapi pemilik kontrakan bersikeras untuk mengusirnya. Mungkin masalahnya bukan itu, yang wanita itu dengar. Ada yang menawarkan harga tinggi untuk gedung yang disewa untuk tinggal. Dan itu yang membuatnya terusir dari rumah yang disewa.

Jahatnya mereka, juga tidak memberikan uang DP seperti perjanjian, kalau wanita itu meninggalkan rumah yang disewa. Mereka tidak mengembalikan uang itu sepeser pun pada wanita tersebut.

Dengan 1 koper besar dan beberapa barang lain, wanita itu berjalan menyusuri jalanan kota tanpa tujuan. Di kota besar seperti Djayakarta ini, dia hidup seorang diri. Dia juga yatim piatu. Dia hanya tinggal bersama neneknya di desa kecil, jauh dari Djayakarta. Hidupnya tidak pernah berjalan baik. Dia memilih bekerja di kota besar karena ingin membanggakan neneknya dan menutup hutang neneknya. Hanya nenek yang dipunyai. Dia harus membantu neneknya meskipun neneknya tidak meminta. Pikir wanita itu, dia bisa seperti sekarang juga karena neneknya.

Wanita itu adalah Suhita Prameswari, dia lajang, usianya 25 tahun. Wanita bertubuh 160 cm itu, perawakan ideal untuk para pria dan berparas cantik itu dengan poni depan menjadi ciri khasnya. Sedang mengalami hari yang buruk. Dia baru di pecat dari pekerjaannya karena dianggap membantu karyawan lain yang membantah pelanggan, padahal dia hanya ingin membantunya karena diperlakukan tidak sopan oleh pelanggan yang arogan. Meskipun saat itu Raja Arjuna yang kebetulan sedang di restoran yang sama membelanya, tetap saja. Suhita di pecat oleh pemilik restoran tempatnya bekerja. Sikap tegasnya membuat dirinya dianggap salah. Bosnya pikir, pelanggan yang bermasalah dengannya adalah pelanggan VIP, merasa apa yang dilakukan benar, membuat Suhita melawan bosnya, dia tidak terima saat Bosnya lebih mementingkan pelanggan saat seseorang ditindas karena masalah sepele. Dan berakhir Suhita dipecat tidak hormat oleh pemilik restoran tempatnya bekerja.

1 minggu setelah pemecatannya, dia diusir dari rumah yang disewa selama beberapa tahun belakangan ini di tinggali. Masalah tidak berhenti sampai di sana, niat hati ingin membantu teman, Suhita di tipu dan uangnya di bawa lari oleh temannya itu.

"Kau memang bodoh sekali, Suhita. Bodoh!" Dia duduk di sebuah bar dan meneguk minuman yang sejak tadi menemani kesedihannya. Memang bodoh, bukannya mencari tempat tinggal. Suhita malah pergi ke Bar untuk menghabiskan waktunya dengan minuman yang ada di tangannya.

"Nona, sebaiknya Anda pulang. Anda sudah cukup mabuk!"

"Pulang? Aku harus pulang ... kemana? Ibu ... pemilik rumah itu mengusir ku!" ucapnya sambil menangis mengatakannya.

"Apa salahku? Ha?!" Suhita membentak orang yang ada di depannya. Dia kembali menangis mengingat apa yang terjadi pada hidupnya.

Karena membuat kegaduhan, Suhita di usir oleh petugas keamanan Bar. Dengan tubuh yang sudah lemas karena mabuk, dia mencoba bangkit dan berjalan meninggalkan Bar. Meskipun sedikit sempoyongan, tapi Suhita tetap melangkahkan kakinya entah kemana. Tidak ada tujuan yang harus dituju. Dia tinggal seorang diri di kota besar ini tanpa saudara yang dikenalnya.

***

Suhita sedang duduk di sebuah taman, menatap sungai yang ada di depannya seorang diri. Sungai yang terkenal, terpanjang itu menampakkan keindahan saat malam hari. Dengan pemandangan lampu kota di malam hari dan deru angin yang membuat sejuk saat berada di sana, membuat hawa tenang saat berada di sana. Akan tetapi keindahan itu seperti tidak ada artinya saat Suhita menangisi kegagalannya. Semua semakin berat sekarang, seharusnya dia mengirimkan uang untuk biaya berobat neneknya. Namun, karena temannya dan masalah ini dia gagal memberikan uang itu. Pemilik restoran saja memberinya upah setengah dari yang dijanjikan. Dia harus segera mengirimkan uang itu untuk neneknya.

Belum lagi hutangnya yang begitu banyak untuk biaya pengobatan neneknya belum dia dapat. Sayangnya, semua ini terjadi. Tidak ada yang bisa Suhita lakukan sekarang, di hanya menangis meratapi takdirnya.

"Nona, apa yang akan Anda lakukan!" Seorang pria menatap Suhita yang sudah berdiri di pembatas jembatan menghadap sungai yang terbentang di depannya, dia seperti kesusahan untuk menyeimbangkan tubuhnya karena mabuk. Entah apa yang terbesit dalam pemikirannya sekarang. Apa dia berusaha mengakhiri hidupnya? Pria itu berlari ke arah Suhita.

"Turunlah Nona, Anda tidak boleh seperti ini. Masalah pasti ada penyelesaiannya. Nona!" Pria itu mencoba membujuk Suhita yang berdiri di pembatas jembatan itu dengan kedua tangannya direntangkan. Apa dia sedang bermimpi menaiki kapal dengan pasangannya seperti film Titanic.

Suhita tidak menggubris ucapan pria itu, dia tetap diam dengan pikiran yang terus mengganggunya. Fokusnya menatap apa yang terlihat di depannya. Dia tidak peduli saat pria itu ingin membantunya.

"Nona!"

Pria itu mencoba memanjat pembatas jembatan itu perlahan, berharap Suhita tidak melompat. Terlihat aliran sungai yang begitu deras dengan penerangan yang minim saat pria itu menatap ke arah bawah.

Pria itu terus berjalan, dia ingin menolong wanita yang tidak dia kenal. Wanita aneh yang ingin mengakhiri hidupnya di taman dekat sungai yang terkenal keindahannya itu. Bukan hal yang akan terlihat keren, meskipun tempatnya sungguh indah. Itu hanya hal bodoh yang akan Suhita lakukan, meskipun pria itu masih mencoba mendekati Suhita yang tidak peduli dengannya.

Merasa pria itu semakin dekat. Suhita menatapnya dan berkata, "Siapa kau, apa urusanmu. Pergi dari sini!" Suhita masih dalam pengaruh minuman keras. Meskipun tidak semabuk tadi. Harinya memang berat tapi apa yang akan Suhita lakukan kalau bukan mencoba mengakhiri hidupnya. Hal bodoh memang tapi setiap orang memiliki batas penyelesaian masalahnya masing-masing.

"Kau!" Pria itu terkejut saat wanita yang dilihatnya tubuhnya tidak seimbang saat akan membalikkan tubuhnya pada pria itu.

"Aku hanya--" Belum juga menyeleksi ucapannya. Suhita yang membalikkan tubuhnya hilang keseimbangan, membuat tubuhnya oleng mengarah ke sungai.

Dengan cepat, pria itu memegangi lengan Suhita. Namun, bukannya sempat menolong Suhita, pria itu ikut tertarik oleh tangan Suhita yang mencoba meraih tangan pria itu. Mereka berdua jatuh ke dalam air, beberapa orang yang di sana melihat mereka dari atas jembatan. Tidak begitu jelas karena pencahayaan memang minim. Sungai terlihat dalam, meskipun arus tidak begitu deras seperti biasanya. Semua orang melihatnya, berharap mereka berdua tidak apa-apa.

"Apa mereka selamat? Panggil polisi secepatnya!" Seseorang segera memanggil petugas keamanan untuk melaporkan kejadian itu.

Mustahil kalau mereka akan selamat. Namun, entahlah. Mereka tidak terlihat ke permukaan. Sepertinya arus membawa mereka berdua. 

To Be Continue..