Chereads / Dream Midnight / Chapter 4 - I Can See You

Chapter 4 - I Can See You

Seorang perawat bernama Afifah melangkah menuju ruang rawat inap pasien bernama Yudhistira untuk mengirimkan makanan.

Terlihat pria tersebut tengah terdiam merenungi nasibnya yang kini tidak dapat melihat dengan sempurna.

Apa yang ditabur, itu yang dituai.

Begitulah pikirnya.

"Aduh…"

Tangannya berusaha meraih sendok makan namun terjatuh.

Dengan tangkas Afifah mengambil sendok yang terjatuh tersebut lalu menyuapinya dengan bubur yang rasanya tidak disukai oleh pria itu.

Rasanya sulit dipercaya jika usianya sudah menginjak 30 tahun.

Hanya beberapa suap saja, pria dengan bahu lapang itu sudah enggan untuk menerima suapan lagi, "sudah cukup," Ucapnya.

Tok.. tok.. tok..

Di waktu yang sama, seorang perawat bernama Fitri mengetuk pintu.

Dua orang di dalam ruangan itu seketika menoleh.

Membuat perawat itu menghentikan gerakan dalam sekejap.

"Maaf pak, dari pihak pelaku kecelakaan ingin bertemu dengan bapak," Ucap Fitri.

"Silahkan saja, saya juga butuh teman ngobrol," ucap Yudhistira dengan santai.

Menaiki kursi roda, Yudhistira diantar oleh dua perawat menuju ruang ICU Kevin.

Mata yang tak bisa melihat hanya bisa merasakan, yang terasa hanyalah hembusan angin yang menyentuh kulit ketika kursi roda itu didorong.

Melihat kondisi Yudhistira, Kevin tertegun.

Dia telah membuat seseorang kehilangan penglihatan akibat ulahnya, "Bro… gua minta maaf, karena kecerobohan gue, lo jadi kayak gini. Gue bener-bener merasa bersalah..." Ucap Kevin yang terlihat tulus di telinga Yudhistira.

"Ya namanya musibah kita semua nggak ada yang tahu," jawab Kevin santai.

"Sekali lagi gua minta maaf, untuk biaya kerugian gue juga nggak bisa ganti, biaya RS aja mungkin ditanggung asuransi kesehatan dari perusahaan," Jelas Kevin.

Mendengar kondisi Kevin yang memprihatinkan, dan nafasnya yang terengah-engah, Yudhistira pun iba melihatnya.

"Tidak apa-apa, apapun yang bisa saya bantu? Nanti akan saya usahakan,"

"Bro, sebelum gua pergi, gua titip adek gua, ya… Tolong jaga dia, kalau perlu nikahi dia…" pinta Kevin dengan nafas tersengal.

Deg!

Bagaimana mungkin Yudi bisa menikahi wanita yang tidak pernah dia kenal, bahkan melihat pun tidak bisa.

"Maaf bro, kalau itu sepertinya saya enggak bisa," tolak Yudhistira.

"Gua sadar takkan bisa lagi menjaga Farra, gua takut dia berada di pelukan yang salah." Jelas Kevin.

Yudhistira pun merenung, dadanya bergemuruh.

Detik demi detik pun berlalu, seketika itu Kevin terbujur kaku.

Mata yang tertutup, kini sudah tidak merasa sakit lagi.

Kini tubuh Kevin telah berpulang kepada sang pencipta, untuk selama-lamanya.

Ketika malam, cuaca diluar sangat menyeramkan.

Hujan datang disertai angin dan petir yang bersahut-sahutan.

Seakan semesta pun tak rela, seperti malam yang heningkan ramainya dunia seketika.

Ratapan mengiringi kepergian kali ini.

Membanjiri air mata Farra yang tak mungkin bisa terbendung lagi.

Seakan keras kepala, berharap semua ini hanya mimpi.

Hatinya terpecah belah, sesungguhnya dia tak rela, hingga akhir nanti.

Hari-hari berlalu, keadaan Farra tak membaik, masih sama.

Berusaha melawan hati, berusaha melepaskan dan melupakan rasa yang meradang, namun justru rasa penyesalan yang datang.

Andai waktu dapat diputar kembali, Farra ingin menaiki mesin waktu dan mengulanginya lagi.

Pagi itu, sejarah kelam dimulai.

Hari terasa berbeda, tak seperti biasanya.

Langit mendung menyelimuti hati gadis bermata sendu itu.

Ketika itu, Erika dan Alden datang kerumah Farra.

Mengetuk pintu, namun tak terjawab.

Karena takut terjadi apa-apa, Erika menyelinap masuk. Ternyata Farra berada di dalam kamar, tak berbuat apapun dengan tatapan kosong.

"Jangan sedih-sedih terus, kita jalan yuk," ajak Erika.

Farra hanya menggeleng kepala pelan.

"Enggak, ah…" jawab Farra malas, kepalanya yang terasa sangat berat itu tersungkur di atas kasur.

"Dunia belum berhenti, Ra. Lo nggak boleh lemah gini. Masih ada kita, kok," ucap Erika yang berusaha menyemangati Farra.

Alden berdiri di bibir pintu.

Menyaksikan kondisi Farra, Alden menatap nanar.

Gadis yang biasa dilihat aktif dan penuh semangat, kini terlihat rapuh dan pilu bagai diiris sembilu. Raut wajahnya terlihat menahan sakit dan kehilangan.

Tak lama Farra pun terpejam, terlelap dan lenyap ke alam mimpi.

Mungkin karena batin sudah sangat lelah.

Erika yang setia menemani di tepi ranjang menarik selimut dan menutupi tubuh Farra yang terlihat lemah dan rapuh.

Erika keluar dari kamar, sementara Alden masuk ke dalam kamar. Mendekat masuk ke bibir ranjang kamar Farra. Tangannya terulur, mengelus lengan tangan Farra yang tertutup selimut, hingga mengusap rambut yang terlihat berantakan.

Terlihat Alden menatap iba terhadap gadis yang tengah terlelap itu.

Hingga tengah malam tiba, seperti pelangi yang setia menunggu hujan reda.

"Al, pulang, yuk!" ajak Erika.

"Nanggung Er, pulang besok aja. Kasian Farra kalo ditinggal sendirian."

Akhirnya, mereka memutuskan untuk bermalam di rumah Farra.

Erika tidur di samping Farra, sentara Alden tidur di kursi.

Pukul 02.00.

Farra terbangun dari mimpinya, melihat kedua temannya masih menemani di tempat itu.

Ketika dia bangun dari ranjang, kepalanya terasa berat dan pusing. Mungkin karena efek belum makan sedari kemarin.

Berjalan terhuyung-huyung mengambil air minum di dapur, lalu meminumnya hingga tandas.

Ketika keluar dari dapur, Farra melihat bayangan seperti kakaknya di ruang tamu. Farra mengusap matanya yang sedikit rabun lalu segera menghampiri namun, bayangan itu telah pergi. "Ah, cuma halusinasi," pikirnya.

Farra melanjutkan aktivitasnya ke alam mimpi.

Tak berapa lama terlelap, Farra bermimpi kakaknya datang ke rumah membawa seorang lelaki manis dan tampan. Penampilannya sangat menarik perhatian Farra.

Ketika ingin dikenalkan oleh lelaki itu, Farra terbangun.

"Ah, mimpi apa lagi sih. ga jelas banget," Celetuknya.

Semenjak kejadian itu Farra tak tidur hingga pagi. Entah mengapa badannya terasa lebih ringan dan bersemangat, tak lagi murung seperti sebelumnya.

Pukul 05.00

Karena tak bisa tidur sampai pagi, Farra memutuskan untuk pergi ke pasar membeli beberapa bahan untuk memasak. Berjalan kaki sekaligus olahraga, pikirnya.

Jarak rumah sampai pasar tradisional sekitar satu kilometer.

Sekitar pukul 06.00, Farra sudah sampai kembali ke dalam rumah, tanpa istirahat terlebih dahulu, dengan semangatnya Farra memasak makanan kesukaan Alden yaitu sup iga.

Farra menghaluskan bumbu menggunakan ulekan, hingga menimbulkan suara yang cukup keras.

Hal itu membuat Alden terbangun dari tidur lelapnya. Seketika itu juga Alden menghampiri bunyi suara.

Terlihat Farra sangat kerepotan dan kesulitan menghaluskan bumbu, karena gadis itu memang jarang melakukannya. Karena menurut resep yang ia lihat di internet, sup iga akan lebih terasa enak jika bumbu dihaluskan dengan ulekan.

Dengan sigap Alden datang menghampiri dan merebut ulekan dari tangan Farra.

"Sini gue ulekin, biar cepet!" desak Alden.

Farra kaget melihat aksi Alden yang menurutnya tiba-tiba.

Seketika Farra menahan tawa melihat mimik wajah Alden yang masih baru bangun tidur.

"Ha.. Ha.. Ha.. Bibir lu ileran, cuci muka dulu sana," Celetuk Farra.

"Sialan lu..." Sahut Alden.

"Nah gitu ketawa, nggak nangis mulu. Kalo gini kan lega gua," Imbuh Alden.