Suara derap langkah kaki yang terdengar seringan angin mulai menyusuri lorong gelap. Dengan pakaian serba hitamnya dan juga kain yang menutupi wajahnya, seorang pria terlihat berlari tanpa menimbulkan suara, mencari targetnya yang sebentar lagi sudah dapat di pastikan akan meninggal ditangannya.
Dari jauh mendengar sebuah percapakan yang ia duga sebagai targetnya. Dengan mengendap pelan di pinggir tembok yang menbatasinya, ia melirik dari ujung matanya ke arah dalam gang di lorong gelap itu. Benar saja, kedua orang di dalam kegelapan itu lah yang diincarnya, mereka telah membuat Organisasinya marah karena menjual barang tanpa persetujuan mereka.
Dengan itu, dirinya ditugaskan untuk membunuh targetnya ini sebagai peringatan nyata bahwa mereka, Silent Killer tidak suka akan keputusan yang dibuat oleh partner bisnis mereka itu.
Sebelum dirinya menghabisi para keparat itu, ia harus mengambil bukti tentang perbuatan buruk mereka. Jadi, ia memotret kegiatan jual beli yang mereka lakukan dalam diam, setelah mendapat cukup banyak bukti, ia segera melangkahkan kakinya keluar dari kegelapan malam yang menutupinya selama ini, untuk mendatangi kedua orang yang sudah main-main dengan organisasinya.
"Bukankah, kau tidak seharusnya melakukan bisnis ini, Robbie?" Sebuah suara mulai terdengar dari dalam kegelapan. Robbie yang di maksud oleh suara itu segera menolehkan kepalanya ke segala arah untuk melihat siapa yang memanggilnya.
"Kau! Apakah Heavenly Sin mengirimmu untuk membunuhku?!" Merasa bahwa hanya kelompok ini lah yang ia singgung belakangan ini. Perlalan Robbie memundurkan langkahnya, bersiap untuk pergi dari sana dan tidak peduli lagi dengan bisnis yang sedang ia jalankan.
"Robbie, kita belum selesai di sini!" ucap seseorang yang sedang melakukan barter dengan Robbie berteriak saat melihat Robbie akan pergi melarikan diri.
Sebuah sosok tiba-tiba terlihat seperti terbang yang muncul dari dalam kegelapan, berdiri di hadapan Robbie yang ingin melarikan diri. "Kau pikir bisa melarikan diri dariku?" ucap sosok itu dengan tatapan mata dinginnya.
Melihat bahwa sosok di depannya memang seseorang yang dikirim oleh Heavenly Sin untuk memburunya dan sialnya lagi, yang datang mencarinya adalah Assassin paling hebat di Organisasi itu, yang sering di juluki sebagai The Nightmare.
"Th-the Nightma-mare!" pekik orang yang berbisnis dengan Robbie ketakutan saat melihat sosok pembunuh yang sangat terkenal di kota mereka. Orang itu dengan tubuh bergetar hebat segera berbalik ingin melarikan diri dari sana dan tidak ingin terlibat dengan masalah mereka.
Tiba-tiba, sebilah belati melesat dengan kecepatan tinggi ke arah orang yang akan melarikan diri itu. Tanpa orang itu sadari, belati itu telah menancap tepat di mana jantungnya berada, merasakan sakit yang menyengat orang itu melihat bahwa dadanya telah terluka dan mengeluarkan banyak darah, perlahan tubuh orang itu roboh ke bawah dengan pandangan mata yang melotot terkejut.
Robbie tidak berani menolehkan kepalanya ke belakang setelah mendengar suara tubuh yang terjatuh dengan keras. Merasakan bahwa nyawanya sedang terancam saat ini, Robbie segera berlutut di depan dirinya untuk meminta belas kasih. "Tuan, aku tidak bermaksud untuk mengkhianati Heavenly Sin, sungguh. Aku terpaksa melakukan ini karena dari atas memintaku untuk melakukannya! Tolong ampuni aku sekali ini saja, Tuan." Robbie memutar otaknya untuk terlihat menyedihkan di hadapannya.
"Baiklah," jawab sosok itu singkat saat mendengar penjelasan yang Robbie berikan padanya. "Benarkah! Terima kasih, Tuan." Robbie mendongakkan kepalanya dan terlihat matanya sembab oleh tangis buayanya.
The Nightmare yang berada di depan Robbie pun perlahan melangkahkan kakinya melewati sosok Robbie yang masih bersimpuh di tanah. Saat sosok mengerikan itu hilang dari hadapannya, Robbie menyeringai licik, berpikir bahwa siasatnya berhasil menipu pembunuh yang datang mencarinya itu.
Namun, belum sempat Robbie merayakan kegembiraannya, The Nightmare memutar tubuhnya dengan kecepatan tinggi dan menumpukkan seluruh kekuataannya dalam putaran itu, menyabetkan pedangnya dengan cepat ke arah kelapa Robbie.
Robbie bahkan tak mempunyai waktu untuk terkejut, kepalanya jatuh menghantam tanah masih dengan seringainya yang licik. Namun, dapat terlihat dari matanya yang terbelalak tidak menyangka bahwa malam ini benar-benar akan menjadi hari terakhirnya.
Semburan darah datang dari arah kepala Robbie yang telah terputus dengan rapi, darah itu terciprat mengenai wajah sang pembunuh, namun wajahnya tetap tak bergeming, tatapan matanya pun masih sedingin sebelumnya, seperti tanpa beban sosok pembunuh itu dengan santai kembali menyarungkan pedangnya dan dalam hitungan detik segera menghilang di dalam kegelapan malam, dengan meninggalkan sebuah daun maple kering di atas tubuh Robbie yang telah kaku.
. . .
"Hei, Jasper! Sepertinya tugasmu kali ini sangat mudah, baru beberapa menit kau pergi dan sekarang sudah kembali," ucap Ettiene – rekan Jasper – saat melihat Jasper dengan pakaian serba hitamnya telah kembali ke markas Organisasi.
"Begitulah," jawab Jasper seadanya. Pria itu berjalan ke arah sofa panjang yang ada di dalam ruangan khusus untuk regu Assassin yang ada di Heavenly Sin dan membuka kain yang menutupi separuh wajahnya.
"Bukankah targetmu itu adalah salah satu petinggi yang ada di Snow Tomb?" sahut Hector salah satu rekan dari Jasper.
"Ya." Jasper mengeluarkan kembali pedang yang tergantung di punggungnya dan mengelap bekas darah di sana dengan sebuah kain halus yang memang ia gunakan untuk membersihkan pedangnya tiap kali pedangnya itu kotor dengan darah.
"Tidak mungkin! Kau menggunakan salah satu pedangmu? Sudah pasti orang itu mati dengan kepala yang hilang!" Ettiene yang melihat dari samping Jasper segera heboh saat melihat rekannya itu kali ini beraksi menggunakan pedangnya yang memang jarang ia gunakan.
"Pasti orang itu sangat membuat teman kita ini kesal. Kalau boleh tau siapa nama orang terhormat ini?" tanya Louis yang baru saja keluar dari kamar mandi menyahut saat melihat pedang Jasper. Mendengar ucapan Louis, yang lainnya pun ikut penasaran, siapa kira-kira yang membuat Jasper kesal.
"Robbie. Petinggi licik Snowtomb." Tanpa melihat ke arah teman-temannya, Jasper masih dengan tenang mengelap pedangnya dengan sayang, membersihkan pedang itu hingga kembali mengkilap seperti sebelumnya.
"Pantas saja, ketua pasti menyuruhmu langsung membunuh babi kecil itu," sahut Hector menganggukkan kepalanya mengerti mengapa Jasper menggunakan pedangnya untuk membunuh targetnya kali ini.
Jasper tak menanggapi ucapan itu, segera setelah itu teman-temannya yang lain membicarakan hal lain yang tak kalah serunya. Merasa bahwa dirinya tidak berniat dengan obrolan mereka, Jasper segera beranjak dari sana dengan pedangnya untuk kembali ke kamarnya yang memang ada di markas Organisasi mereka.
Jasper seorang yatim piatu yang bahkan tidak pernah mengenal kedua orang tuanya, sedari kecil ia telah di asuh oleh petinggi Heavenly Sin dan dididik untuk menjadi seorang Assassin yang hebat dan tanpa ampun.
Namun, belakangan ini Jasper telah tidak menemukan kesenangan itu lagi saat ia pergi untuk membunuh targetnya. Ia merasa bahwa dirinya kosong, hatinya telah mengeras dan tak lagi merasa emosi yang seharusnya dimiliki oleh manusia.
Sejujurnya, Jasper melakukan pekerjaan menjadi seorang Assassin pun karena dirinya merasa berhutang budi pada Keluarga Cyrillo yang telah membesarkannya dan telah mendidiknya menjadi sehebat sekarang, lagi pula dirinya tak tau apalagi yang bisa dilakukannya selain membunuh.
Dalam kebingungannya, Jasper melihat ke arah langit yang saat ini sedang dihiasi oleh taburan bintang yang berkelap kelip indah di atas sana. "Bisakah aku menjadi seperti itu?" batin Jaspee dalam diam.