Berita tentang Greisy Hawysia telah tersebar ke seluruh penjuru distrik di wilayah pembuangan.
Berita tentang dirinya yang telah gagal diterima oleh seorang pangeran negara NTC.
Pangeran negara— Ewald Alley menolak keras pernikahan padahal mereka berdua telah bertunangan 3 tahun yang lalu atas perintah Ratu.
Berita itu membuatnya menjadi bahan pembicaraan di wilayah tersebut lalu bertambah menjadi pembicaraan buruk ketika terdengar berita lain bahwa wanita itu telah berusaha memaksa pangeran negara untuk menikahinya.
Berita buruk menyebabkan Greisy Hawysia berada pada posisi yang semakin tersudutkan. Dia yang dulunya hidup dengan ketidaksukaan oleh para warga karena tidak kunjung pergi dari wilayah pembuangan dan mengurangi jatah makanan para warga, semakin tidak disukai oleh warga dan bahkan ia juga sangat dibenci.
Di dalam hatinya, ia selalu bertanya-tanya, benarkah ayahnya akan mencukupi kebutuhan hidupnya? mengapa ia harus menjadi beban bagi para warga wilayah pembuangan dan mengambil jatah makanan mereka?
Dia seoalah-olah dipaksa diam dan tidak memiliki pilihan. Bahkan ketika bertemu dengan ayahnya dan ingin mengutarakan keinginan hati, ayah dari wanita itu sekalipun tidak pernah menaruh perhatian atas panggilannya dan dia berakhir selalu terabaikan.
Dia harus pergi kemana? tidak akan ada satupun wilayah negara yang akan menerimanya. Dia harus bagaimana? bukankah ia harus hidup dan bertahan meski terpaksa mengurangi jatah makanan warga wilayah pembuangan? apa yang harus dia lakukan? bukankah membunuh diri sendiri adalah dosa yang sangat besar dan belum tentu ia akan bahagia setelah kematian?
Dia hanya bisa berusaha, sungguh hanya bisa berusaha sampai kesempatan berpihak padanya dan kedua orang tuanya datang melihat ke arahnya.
"Matilah demi kami!" suara seorang wanita tua terdengar mengejutkan sebagian penghuni tempat tersebut begitupula dengan Greisy Hawysia yang langsung tertegun dengan mata berkaca-kaca karena ingin sekali ia menangis.
Pasti, saat itu para penduduk wilayah pembuangan menganggap bahwa panggilan Putra Mahkota sebagai hukuman untuk kesalahan-kesalahan yang telah Greisy Hawysia lakukan.
"Matilah sana!" seorang laki-laki tua lain turut ikut meminta.
"Masalah apalagi yang kau perbuat, Greisy?" seorang wanita tua lain terlihat berdiri melangkah membungkuk, menghampiri Greisy Hawysia yang telah menoleh ke arahnya dengan tatapan mata penuh kesedihan.
"Hukum dia saja yang mulia!"
"Akh!" seorang laki-laki yang memiliki satu mata terbuka sementara mata lainnya terlihat tertutup dengan luka bakar mendorong Greisy Hawysia hingga jatuh merangkak di atas tanah yang lebih rendah dari posisi tadinya wanita itu berdiri.
"Greisy!" wanita tua yang tadinya akan menghampiri wanita itu berusaha untuk turun melalui tangga yang sedikit jauh dari posisinya berada.
"Tolong jangan sakiti kami, Yang Mulia!, Greisy lah yang bersalah, dialah yang menghina tuan Classa dan sungguh, bukan kami yang melakukannya." Seru seorang laki-laki tua yang tadinya turut ikut berbicara. Dia benar-benar takut jika dirinya mendapatkan hukuman karena sebelumnya Greisy Hawysia telah menantang seorang Classa biasa.
"Benar, Yang Mulia. Hukum saja dia!"
"Tolonglah kami Yang Mulia. Bukan kami yang bersalah."
"Jangan hukum kami, Yang Mulia!"
"Greisy mati saja kau!"
"Apa yang kalian lakukan?" bentak keras pengajar Greisy Hawysia yang tadinya berdiri di samping wanita itu dan melompat ke tanah rendah untuk membantu Greisy Hawysia yang tak kunjung bangkit dan wanita itu hanya terduduk pasrah, melipat kedua kaki ke belakang tubuh sembari menundukan kepala.
"Greisy, bangunlah!" pengajar wanita itu berusaha memegang kedua lengan atas Greisy Hawysia namun wanita itu tampak enggan untuk berdiri karena hatinya benar-benar terluka. "Greisy, bangun!" laki-laki itu mengeraskan suara.
"Bangun kau! hadapkan dirimu ke putra Mahkota!" seorang polisi militer memerintahkan beberapa polisi militer lain untuk membawa Greisy Hawysia ke hadapan Putra Mahkota atas perintah sebelum wanita tua sampai mendekati Greisy Hawysia.
"Bangunlah kau beban, terima hukuman atas kesalahanmu!" Seorang Classa biasa yang tadinya sempat berurusan dengan Greisy Hawysia tampak tersenyum puas atas kebencian yang diterima oleh wanita itu.
"Yang Mulia, kami mohon, jangan kurangi pasokan makanan untuk kami lagi!"
"Benar Yang Mulia, itu benar-benar bukan kesalahan kami, kami bahkan telah menasihati wanita itu untuk tidak datang ke istana lagi menemui Pangeran Negara."
"Kalian ini bicara apa?" semua orang dibuat terkejut dengan suara dari Putra Mahkota Negara NTC.
"Kalian ini bicara apa?" Suara seorang tentara militer bangsawan kerajaan terdengar lantang dan keras, Ia tampak mengulang kembali ucapan dari Putra Mahkota, seolah-olah ia memahami maksud dari perkataan calon rajanya tersebut dan melaksanakan perintah laki-laki itu meskipun perintah belum dilontarkan sembari melihat Greisy Hawysia yang telah dibawa tepat ke hadapan Putra Mahkota dan terduduk lemah sembari masih menundukan kepala, "berani sekali kalian menghina calon Putri Mahkota negara ini!" bentaknya keras, mengejutkan seluruh penghuni tempat tersebut begitupula dengan Greisy Hawysia yang langsung mengangkat kepala, memandang wajah Putra Mahkota yang telah menurunkan pandangan ke arahnya dan tersenyum lembut melihat wanita itu.
*****
Detak jantungnya terus memompa kencang hingga membuatnya tak sadar diri bahwa dirinya telah berani memandang dan menatap Putra Mahkota Negaranya secara langsung.
Keringat dingin bercucuran jatuh membasahi pipi. Matanya memerah karena takut namun ia masih belum mempercayai dengan kalimat yang baru saja ia dengarkan.
Suara yang tadinya menghina tak lagi ia dengarkan, semua orang tampak berusaha mengulas kembali dan berpikir keras atas suara yang telah mereka dengarkan.
Mereka diam, mereka tidak percaya.
Mereka bahkan semakin dibuat terdiam ketika Greisy Hawysia dibiarkan begitu saja memandang wajah Putra Mahkota yang begitu tampan dan memiliki kehormatan tinggi di negara tersebut.
"Benarkah yang baru saja aku dengar tadi?" suara seorang polisi militer tanpa sengaja terdengar disela-sela keterkejutan para penghuni tempat.
"Aku masih tidak mampu mempercayainya."
"Ketetapan telah diputuskan bahwa Greisy Hawysia telah menerima perintah langsung atas pembatalan pernikahannya dengan Pangeran Negara—Ewald Alley dan akan melayani Putra Mahkota seumur hidupnya." Kalimat mengejutkan lain terdengar kembali hingga Greisy Hawysia perlahan-lahan menolehkan kepala ke arah sumber suara untuk memastikan ulang kebenarannya.
"Aku—, kenapa aku?" lirih Greisy Hawysia pelan, ia merasa tertekan karena perintah tersebut tidak pernah ia dengar sebelumnya, baik dari orang kepercayaan ayahnya ataupun dari ayahnya sekalipun.
Greisy Hawysia dipaksa berdiri oleh seorang bangsawan militer. "Ikuti!" dia diperintahkan untuk memasuki gerbong kereta api, mengikuti Putra Mahkota yang telah berbalik dan berjalan menaiki anak tangga untuk memasuki kendaraan tersebut kembali.
"Selamat atas terpilihnya Putri Mahkota Negara!"
Suara seorang pemimpin polisi militer terdengar.
"Selamat atas terpilihnya Putri Mahkota Negara!" Diikuti oleh para polisi militer lainnya.
"Selamat atas terpilihnya Putri Mahkota Negara!" Lalu para warga wilayah tersebut turut mengikuti kalimat tersebut, yang membuat tubuh Classa biasa yang tadinya berurusan dengan Greisy Hawysia, bergetar takut dan ia ingin sekali lari dari tempat tersebut tetapi sayang, beberapa orang polisi militer telah menahannya.
"Penghina Calon Putri Mahkota akan mendapatkan sidang atas perintah!" Dan beberapa orang yang tadinya menghina Greisy Hawysia tampak digiring oleh beberapa polisi Militer untuk dibawa masuk ke dalam gerbong kereta api.
"Maafkan saya, maafkan saya!"
"Tolong jangan hukum saya!"
"Ayah, tolong selamat aku, ayah tolong katakan pada temanmu itu untuk memaafkan aku, ayah!" Classa biasa itu tampak meronta-ronta, ia berusaha menoleh ke arah ayahnya yang masih berdiri terkejut dan ayahnya hanya bisa memandang putranya dibawa pergi oleh dua orang polisi militer dari jarak jauh.
*****
Benar.
ia sudah mengira bahwa dirinya tidak akan pernah menerima sebuah keberuntungan sekalipun di dalam hidupnya.
Benar yang ia yakini dan dia sudah tahu bahwa semua kalimat yang ia dengarkan hanyalah harapan palsu belaka.
"Kau kira kau memiliki pilihan lain selain hanya untuk menerima perintah?" laki-laki yang berbicara tampak berdiri di samping Putra Mahkota yang telah duduk di sebuah kursi kayu mewah berkaki empat.
Sementara itu, Putra Mahkota tampak tersenyum remeh ke arah Greisy Hawysia yang hanya bisa menahan air matanya untuk tidak jatuh membasahi pipi dan wanita itu tampak duduk tepat di hadapan calon raja.
Greisy Hawysia menarik nafasnya, "mulai sekarang jadilah tidak berguna, ikuti perintahku, dan semua akan baik-baik saja!" Putra Mahkota menegakan kepala yang tadi bersandar pada salah satu kepalan tangan, lalu ia berdiri dan melangkah diikuti oleh dua orang temannya meninggalkan seorang teman yang ditugaskan untuk mengawasi Greisy Hawysia serta menjelaskan semua perintah darinya.
Greisy Hawysia hanya menundukan kepala karena seluruh usaha dan kerja kerasnya telah berakhir sia-sia.