Chereads / Benua Langit Ramuel [Telah Pindah Link ke Benua Langit, Ramuel] / Chapter 3 - Anak laki-laki yang dipenuhi keingintahuan, Bagian 2

Chapter 3 - Anak laki-laki yang dipenuhi keingintahuan, Bagian 2

Setelah membuang semua energi tersisa yang di miliki untuk memenuhi rasa penasaran yang tidak berguna, Icho kembali mengayuh sepedanya dengan pelan.

Dia menengok kembali ke langit, burung yang dia kejar tadi sudah menghilang.

Sebagai gantinya, Icho melihat sesuatu di atas sana.

"Hmm?"

Sebuah bayangan hitam terjatuh melewati awan dengan kecepatan sangat tinggi.

"Perburuan? Hmm, sepertinya tidak. Sekarang bukan musimnya. Pesawat jatuh? Tapi bayangannya cukup kecil. Remote control? Mustahil, disini tidak ada orang kaya"

Selagi Icho memikirkan beberapa kemungkinan, jarak bayangan hitam itu semakin mendekati tanah

Jarak jatuh antara bayangan hitam itu dengan Icho cukup jauh, Mau dikejar secepat apapun -terlebih dengan kakinya yang sudah lelah ini-, pasti tidak akan terkejar.

"Jatuhnya mengarah ke gunung kah?"

Pertama kalinya dalam hidupnya 16 tahun di tempat terpencil ini, Icho melihat sebuah objek misterius jatuh dari langit di sore hari saat orang-orang sudah pada di rumah. Tepat ketika dia sedang dalam perjalanan ke rumah.

"Guhehe, menarik juga"

Normalnya Icho akan segera pergi untuk mencari tahu apa sebenarnya bayangan hitam itu.

"Kaki yang lelah ini tidak bisa menahan perasaan bergejolak di hatiku ini. Tapi masalah utamanya adalah… di rumah"

Di rumah, lebih tepatnya orang yang menunggu di rumah.

Kakaknya Icho. Aron Regald.

Icho sudah bisa membayangkan rasa sakit yang akan dia terima jika dia sampai melakukan hal aneh lagi. Pukulan demi pukulan sudah sering dia terima waktu kecil setiap Icho melakukan hal bodoh yang merepotkan orang lain demi memuaskan rasa penasarannya itu.

Kalau sampai kakaknya tahu dia pulang telat hanya karena dia melihat objek aneh tidak jelas yang jatuh dari langit dan menghabiskan waktunya untuk berkeliling gunung hanya untuk mencari tahunya, sepertinya satu atau dua pukulan saja tidak akan cukup untuk menghilangkan amarahnya.

Karena itu Icho memutuskan untuk sekarang pulang dulu ke rumah, dan menunggu. Jika ada kesempatan, malam dia akan pergi mengecek gunung.

"Sip!"

Saat memakirkan sepedanya, Icho mendengar suara dua orang terdengar dari dalam rumah.

"Aku pulang"

"Ah selamat datang Icho. Maaf ya aku datang lagi"

Ah, tidak apa-apa kok, kak July jawab Icho sambil dia masuk ke rumah dan melepas sepatunya.

Hanya kak July yang membalas dan menyapanya dengan senyuman hangat, seperti biasa.

Di lain pihak…

"Ah, kamu pulang"

"Iya, aku pulang kak"

Aron Regald menjawabnya dengan sangat datar, tanpa sedikit pun nada, dan bahkan dia tidak menegok ke arah pulangnya Icho.

Yah sudah biasa tidak perlu dipermasalahkan, pikir Icho dan melanjutkan langkahnya masuk ke rumah.

Mereka berdua saat ini sedang belajar bersama.

Juliana Miralle, atau biasa aku panggil kak July adalah teman masa kecilku dan Aron. Karena rumah kita bersebelahan, kita sudah mengenalnya sejak lama.

Wanita cantik dengan badan yang kecil. Yang membuat kecantikan kak July sangat menonjol disini adalah rambutnya dan matanya yang berwarnya kuning keemasan. Benar, tidak hanya rambut sebahunya yang berwarna kuning keemasan tapi juga pupil matanya. Tidak ada di kota yang ini yang memiliki paras seperti seindah kak July selain ibunya.

Warna cantik itu membuat siapapun terpikat dan sering kali jatuh cinta ke kak July. Bahkan aku pun juga suka dengan kak July.

Tapi ada satu orang. Satu orang bodoh yang tidak sedikitpun tertarik dengan kecantikan yang duduk di sebelahnya dan sibuk dengan dunianya sendiri.

"Jadi rumus ini dipakai untuk soal ini,. Dan cara perhitungannya seperti ini… Hey apa kamu dengar July?"

"I-iya aku dengar"

"Hmm benarkah? Kalau begitu soal nomor 6 dan 7, cara mengerjakannya pakai rumus apa?"

"Hmm pa-pakai yang ini?"

"Itu salah" Aron mengatakannya dengan sedikit mengehela nafasnya

"Cara mengajarku terlalu sulit, iya?

"T-tidak kok. Lebih mudah dipahami dari di kelas. C-cuman itu w-wajah k-kamu terlalu dekat…"

"Eh? Apa kamu bilang?"

Aron semakin mendekati wajahnya karena tidak mendengar apa yang dibilang July.

Yaampun kakakku yang bodoh ini.

"T-tidak. Bu-bukan apa-apa"

Dan July mengalihkan wajahnya dari Aron.

Meskipun Icho tidak bisa mendengar apa kata terakhir yang dibilang kak July, Icho bisa menebak apa yang dia bilang.

….

Suasana canggung

Icho yang melihatnya dari jauh saja hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Baiklah kita istirahat dulu. Sepertinya kita sudah terlalu lama juga ya"

"Maap ya Aron"

"Tidak apa-apa, nanti kita bisa melakukannya lagi"

Kenapa ya kakakku ini sangatlah tidak peka. Padahal lu yang lebih sering menghabiskan waktu bersama kak July tetapi kenapa gua yang lebih paham tentang kak July dari lu dasar bodoh!, keluh Icho dalam pikirannya.

Tetapi, Icho tidak bisa mengatakannya langsung ke Aron. Icho takut hubungan mereka malah nantinya bisa semakin buruk dari ini. Karena dia tidak tahu respon apa yang akan diberikan oleh Aron.

Untuk saat ini aku hanya bisa berdoa semoga si bodoh itu suatu saat akan memahaminya, kak July.

"Ngomong-nomong Icho"

"Eh?"

"Kenapa kau pulang sesore ini?"

"Ehh? Kakak sudah tahu kan aku ini ikut klub sepak bola sekolah? Tentu saja tadi aku ada latihan dulu"

"Kau tidak melakukan hal aneh lagi kan?"

Glup. Sedikit keringat dingin keluar dari dahi Icho.

"Tidaklah kak"

"Benarkah?"

Pandangan Aron terlihat semakin tajam di balik kacamatanya.

"Aku sudah berjanji kan kak sebelum masuk SMA. Tiga tahun ini aku berjanji tidak akan melakukan hal aneh dan bodoh yang merepotkan orang lain lagi, dan fokus belajar agar bisa keterima di universitas yang pernah ibu ajar. Aku masih memegang janji itu kok kak!"

"Jangan lupakan"

Hufft, seperti biasa orang yang sangat waspada.

Padahal masih belum melakukan sesuatu tapi sudah segugup ini, pikir Icho sambil berusaha membuat senyum palsunya.

Meskipun begitu tekadnya tetap tidak berubah. Malam ini akan pergi ke gunung belakang untuk mengecek apa bayangan hitam yang tadi dia lihat.

Bisa saja Icho menunggu esok hari untuk mengeceknya, tetapi kelamaan. Dia dari tadi terus kepikiran tentang itu, akan mustahil untuknya tidur dalam keadaan hatinya yang risih seperti ini.

"Baiklah aku naik ke kamar dulu ya"

Sekarang Icho perlu menunggu hingga kakaknya tidur.

Setelah 4 jam, akhirnya belajar mereka berdua selesai dan kak July pulang ke rumah. Seperti biasa, kak July pulang setelah aku dan kak Aron makan dari makanan yang dibawanya.

Waktu sudah mencapai jam 8 malam. Icho mendekatkan kupingnya di tembok kamarnya dan berusaha sebisa mungkin untuk fokus.

Tidak kedengaran apapun, sunyi, apa dia sudah tidur? Pikir Icho.

Lalu Icho berjalan ke pintu, sebisa mungkin lagi membuka pintu kamarnya dan menengok ke samping.

Dari sela pintu terlihat gelap, tidak ada cahaya lampu berarti kakaknya sudah tidur.

Yes!

Dengan segera dia mengambil sepatu yang sudah dia simpan di atas lemari pakaiannya sejak kecil, jaket dan senter.

Tepat saat dia mau lompat dari jendela, Icho mengingat sesuatu.

"Oh iya, harus bawa itu"

Dia meraih meja belajarnya, menarik laci yang paling bawah. di balik tumpukan kertas-kertas yang sudah diremas, terdapat sebuah buku kecil. Dengan sampul berwarna coklat, rongga—rongga plastik di sisinya yang dimasukkin pensil dan sebuah tali kain yang terikat di atasnya.

"Hehe, sudah lama tidak mengenakan ini"

Memasuki kepalanya lewat tali kain itu, Icho menggantungkan buku tersebut di lehernya.

Bagi orang yang tidak mengenal Icho Regald, ini adalah sebuah pemandangan yang aneh, Mungkin saja hanya Icho satu-satunya orang di dunia ini yang menggantungkan sebuah buku di lehernya, bukannya memasukkannya ke dalam tas atau kalau buku kecil bisa ke dalam kantung pakaian.

Tapi bagi mereka warga kota Ekasia, mereka sudah terbiasa dengan hal ini. Setiap mereka menemukan Icho sedang berkeliling, mereka selalu melihatnya sedang mencatat sesuatu di buku kecil itu. Terkecuali Aron yang sudah muak melihatnya dan memaksanya untuk berhenti mengenakan buku tersebut.

Sekitar 70% isinya tertulis catatan dari petualangan yang dilakukan Icho selama dia kecil. Dia mencatat mulai dari tanaman yang dia lihat sepanjang jalan, benda unik apa lagi yang dia temukan terjatuh dari sangkar si burung pipit, permainan apa yang hari ini dilakukan oleh rubah teman baiknya si Bronny, jika beruntung dia bisa menemukan buah beri yang manis dan sedikit asam yang hanya berbuah di musim gugur saja, dan jika sial Icho terkadang menemukan binatang yang terjebak perangkap besi yang dipasang manusia jahat.

20% persen sisanya Icho berusaha sebaik mungkin untuk menggambar hal-hal tadi yang ditemukan dengan kemampuan gambarnya yang seadanya dan 10 % terakhir adalah coretan yang dibuat Icho ketika dia bosan dan tidak menemukan apapun yang menarik.

Icho menamakan buku kecilnya itu adalah Bronny's Note -Catatan Bronny-, karena sampul coklat yang melapisi buku ini memiliki warna yang sama dengan bulu sahabat rubahnya, Bronny.

Setelah mengecek barang apa saja yang perlu dibawa, sepatu, jaket, senter kecil, dan Bronny's Note, Icho pelan-pelan lompat dari jendela.