Keysa mendekati Mamah Clara yang sibuk menyiram tanaman di halaman belakang rumah. "Mah, Keysa datang," kata Keysa kemudian ia mencium tangan Mamah Clara.
Mamah Clara menatap Keysa sebentar, kemudian ia menyimpan gembor motif awan itu di dekat tanaman paling ujung. Ibu dan anak itu duduk menikmati tanaman hijau yang memanjakan mata.
"Ada apa?" tanya Mamah Clara tanpa basa – basi.
'Mamah bahkan gak nanya kabar Key.' Batin Keysa sembari tersenyum pahit.
"Mah gimana kabarnya? Udah baik – baik aja?" tanya Keysa perhatian. Berbeda dengan Kaysha yang memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan Ibu dan Ayah, ia memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan Mamah dan Ayah.
Mamah Clara tertawa sinis, "Bisa – bisanya kamu bertanya kabar! Kakakmu baru saja meninggal! Apa kamu senang?!"
"Aku gak bermaksud begitu,Mah," kata Keysa berusaha mengatur nada suaranya.
"Lalu apa? Kita masih kehilangan Kay dan harus bersikap kalau kamu adalah Kay!" nada suara Mamah Clara terdengar kesal.
"Aku juga kehilangan Kak Kay," ucap Keysa berusaha tegar.
"Seharusnya, kamu saja yang melakukan itu," gumam Mamah Clara pelan.
Keysa menghela napas, ia menatap Mamah Clara, "Aku kesini mau nanya tentang acara pertunangan." Keysa memilih membahas topik lain. Ia tak mau terus terluka akibat perkataan wanita yang telah melahirkannya.
Mamah Clara meredam emosinya, entah kenapa setiap ia melihat Keysa selalu ada bayangan Kaysha di matanya. "Semuanya sudah siap. Kamu tinggal mempersiapkan diri."
"Teman – teman Kak Kay…mereka diundang?" tanya Keysa pelan.
"Hanya beberapa saja. Ini acara pertunangan yang privat," jawab Mamah Clara.
"Terus rekan kerja Kak Mark diundang..aku harus bertingkah gimana?" tanya Keysa.
Mamah Clara menatap putrinya, "Kay tidak pernah bertanya tentang bertingkah di hadapan orang baru."
"Saat acara pertunangan nanti, aku berperan sebagai Kak Kay. Kalau semuanya gak sempurna, Ayah dan Ibu pasti bakal marah sama aku," tutur Keysa menjelaskan.
"Ah iya juga," sahut Mamah Clara.
"Jadi, aku harus gimana?" tanya Keysa tak sabar.
"Sebenarnya, Kay tidak pernah bercerita tentang sikapnya kalau berhadapan dengan rekan kerja Mark. Coba kamu pikir sendiri saja bagaimana pola pikir kembaranmu," saran Mamah Clara.
'Gue pikir Kak Kay selalu cerita,' batin Keysa.
"Yang penting tersenyum saat bertemu dengan rekan kerja Mark. Kay itu terkenal karena ia ceria dan bisa mencairkan suasana. Tidak kaku seperti kamu," peringat Mamah Clara.
Hati Keysa seketika menghangat, ternyata Ibunya sadar akan perbedaan sifat keduanya. Itu artinya Ibunya tak sepenuhnya abai pada dirinya. Memang aneh, tetapi Keysa sedikit senang. Meskipun, secara tak langsung, Ibunya meminta Keysa bersikap seperti Kaysha.
"Aku akan berusaha," tekad Keysa.
"Apa kamu sudah mempelajari mengenai teman Kak Kay?" tanya Mamah Clara.
"Kak Helen, Kak Luna dan Kak Vaila," jawab Keysa.
"Jangan pakai Kak. Panggil saja nama aslinya," ucap Mamah Clara.
Keysa mengangguk kecil. Ia belum mempelajari sepenuhnya mengenai teman – teman Kaysha. Ia hanya membaca sekilas saja karena sejujurnya ia masih berkutat dengan kata sandi ponsel Kaysha.
"Kenapa kamu?" tanya Mamah Clara sadar Keysa hanya bertanya seperlunya.
"Apa gak bisa kita berkata jujur ke Kak Mark aja?"
Pertanyaan Keysa membuat amarah Mamah Clara muncul. Ia menatap putrinya tajam, "Kalau kamu terus bertanya seperti itu, maka kita tidak akan mengakui kamu sebagai anak," ancam Mamah Clara.
Keysa tersenyum pahit, "Mamah gak akan setega itu sama Kak Kay kan?"
"Maksud kamu?"
"Kak Kay gak mungkin diancam sama Mamah dan Ayah. Sejak kecil, Kak Kay jadi anak yang disayang. Dia gak per-"
"Kamu mau membandingan dirimu dengan orang mati?" sela Mamah Clara.
"Maksud aku kenapa Mamah sama Ayah memperlakukan aku dengan Kak Kay beda? Aku gak ngerti. Aku udah coba usaha biar Mamah dan Ayah bangga sama aku. Tapi, usaha aku gak pernah dilihat," tutur Keysa berani.
Mamah Clara tertawa kencang, "HAHAHA. Kamu gak sadar juga? Bukankah semuanya udah jelas? Kamu itu sakit Key."
Keysa tau jawaban yang keluar dari mulut wanita yang disayanginya itu akan menyakitkan. Kenapa dirinya harus terus menyakiti diri sendiri? Sudut bibir Keysa tersenyum miris, pandangannya kosong. Keysa terus mengutuk dirinya sendiri yang terlahir dengan keadaan cacat.
"Aku pulang dulu," kaki Keysa beranjak pergi meninggalkan halaman belakang rumah utama keluarga Sagara. Masa bodoh, kalau Ibunya berpikir dirinya tidak sopan.
***
Keysa menghela napas panjang. Sesekali ia memperhatikan orang – orang yang berada di sekelilingnya yang sibuk dengan dunia mereka. Sepasang kekasih yang memadu kasih satu sama lain, keluarga kecil yang memperhatikan sang anak bermain bola, dan seorang lelaki yang memberikan gula kapas pada seorang gadis yang tersenyum malu
Keysa menunduk, ia sibuk menatap ujung sepatunya. Seharusnya, ia tidak datang ke taman. Niatnya ingin menenangkan diri, tetapi malah dirinya merasa kalau dunia orang lain penuh warna, berbeda dengan dirinya.
Tiba – tiba ponselnya berbunyi. Ia melihat nama yang ada di layar ponselnya, "Kak Mark…ngapain nelepon?" ucap Keysa sembari menekan tombol hijau di ponselnya.
"Kayy, kamu dimana?" suara Mark terdengar cemas di ujung sana.
"Kenapa Kak?" bukannya menjawab, Keysa malah bertanya.
"Aku sekarang lagi di rumah Mamah kamu. Tapi, Mamah kamu bilang kamu udah pulang," jelas Mark.
"Ah…itu…" Keysa menggaruk tengkuknya.
"Kamu dimana sayang?" kali ini Mark bertanya dengan lembut.
"Taman, Kak," jawab Keysa sembari mengangkat wajahnya, menatap langit yang sudah jingga.
"Hm? Aku baru tau kamu suka ke taman," ucapan Mark membuat Keysa panik.
Keysa tak mengatakan apapun sebagai balasan. Dalam hatinya Keysa berharap Mark tak curiga.
"Sayang?" panggil Mark lembut.
"Iya, Kak?" tanya Keysa.
"Kok diam? Kamu kenapa?" tanya Mark peduli.
"Aku ada di Taman Pearly," Keysa memilih mengabaikan pertanyaan Mark.
"Oke. Tunggu ya disana," Mark menutup panggilan teleponnya.
Keysa masih berkutat dengan pikirannya sendiri. Ponselnya ia simpan di tas kecilnya.Tak ingin terlalu berlarut, ia melangkahkan kakinya ke pedagang yang berjualan permen kapas.
"Pak, saya mau satu dong," ucap Keysa.
Pedagang itu mengangguk semangat. Dengan telaten, pedagang itu membuat permen kapas dengan bentuk kelinci. Keysa menyinggungkan senyumnya begitu ia menerima permen kapas kelinci itu.
"Ambil aja semuanya, Pak," ucap Keysa memberikan uang warna biru.
Pedagang itu terlihat bahagia, setelah ia mengucapkan terima kasih, ia berlalu dengan gerobaknya. Keysa memperhatikan sekelilingnya, orang yang berada di taman mulai berjalan pulang. Langit sudah mulai gelap dan Mark belum sampai juga.
"Kay!" panggilan Mark membuat Keysa mencari sosok Mark. Keysa menatap Mark yang berteriak dari tempat parkir. Kenapa lelaki itu tidak malu berteriak seperti itu, benar – benar aneh.
Para gadis yang memang berada di taman seketika takjub melihat Mark.
"Woah! Ganteng banget!" seru salah satu gadis berseragam itu.
"Heh! Udah ada pacarnya tuh!" peringat gadis lain menyahuti. Kumpulan anak SMA itu segera meninggalkan taman.
Keysa yang mendengar pembicaraan tak berguna itu memilih mengabaikannya. Ia duduk di kursi taman sembari menunggu Mark benar – benar berdiri di depannya.
"Jalanan macet tadi," ucap Mark.
Keysa menatap Mark, kemudian ia mengangguk. Tangan kanannya memegang permen kapas yang sudah dimakan setengahnya. Mark menyamakan langkahnya dengan Keysa. Perjalanan menuju mobil Mark hanya diisi ketenangan.
"Kamu kenapa, Kay?" tanya Mark sembari menekan tombol menyalakan mobil.
Keysa menoleh pada Mark, "Aku gak apa."
Keduanya masuk ke dalam mobil. "Serius Kay? Kamu kaya kepikiran sesuatu. Gak banyak omong. Cerita sama aku ya kalau ada masalah," pinta Mark.
"Aku gak mau cerita sama Kakak," balas Keysha sembari menelan permen kapas terakhirnya.
Mark yang hendak menyalakan mobilnya menoleh ke Keysa bingung. Mark mengusap ujung bibir Keysa yang ternyata masih ada sisa gula kapas itu, "Kamu makan belepotan."
Keysa mengambil tisu di dashboard mobil. Ia jadi malu sendiri karena kecerobohannya.
"Kay kita itu mau tunangan. Kita harus terbuka dan jujur satu sama lain untuk kedepannya," nada suara Mark berubah serius.
'Tapi, lo juga gak jujur sama Kak Kay, Kak.' Batin Keysa menatap Mark.