Di tempat lain, Jerry Yan baru saja membaca pesan dari Bunga. Ia sangat sibuk hari itu karena sedang opening restoran baru miliknya lagi. Ketika membaca pesan tersebut, Jerry Yan langsung bergegas ke Pesantren.
Namun, ketika Jerry Yan sampai dan bertanya dengan penjaga pesantren, penjaga mengatakan jika Bunga sudah pulang ke kampung halaman dua jam yang lalu. Seketika tubuh Jerry Yan terasa lemas, ia tak sempat melihat gadis yang mencuri hatinya itu sebelum ia pulang. Padahal sudah tiga hari mereka tidak bertemu.
"Sial, kenapa juga aku sejak tadi sibuk. Jika aku bisa lebih cepat dengan pekerjaanku, maka aku bisa aja bertemu dengan Bunga meski akan lama lagi bertemu kembalinya,"
"Sial, sial, sial!"
Jerry Yan terus menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi. Sebab pekerjaan yang mendadak lah menjadikannya tidak bisa bertemu dengan Bunga.
***
Perjalanan menuju kampung halaman tidak lah sebentar. Meski sempat tertidur di mobil, tapi Bunga sampai dengan selamat. Di rumah, Bunga sudah di sambut meriah oleh keluarga besarnya.
Selain menjadi anak ustadz ternama, Bunga ini juga salah satu cucu pemilik pesantren yang ternama di kota kelahirannya. Sejak kecil hidup di kawasan pesantren, membuat Bunga mengenal agama dengan baik.
Iya banyak memiliki saudara sepupu orang juga keluarga lainnya dari pihak ibu yang berada di kota besar. Meski demikian, Bunga selaku cucu pertama dan juga Putri pertama dari keluarga besar ternama ini, tentu saja tidak memiliki sifat yang sombong. Bunga selalu rendah hati kepada siapa pun juga.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh," salam Bunga.
"Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh, Bunga!"
Sambut semua keluarganya.
"Bunga, apa kabar kamu?" ucap Lela Anggraini, sepupu Bunga dari pihak ibu.
"Alhamdulillah, masih dalam lindungan Allah. Aku masih diberi kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga serta adik sepupuku. Um, bagaimana dengan nilai kalian? Apakah kalian juga lulus dengan hasil yang diinginkan?" begitulah ramahnya Bunga terhadap sepupunya.
"Alhamdulillah, tapi kita jadi ke Tiongkok, 'kan?" sahut Farhan Maulana, sepupu yang lainnya juga dari pihak ibu.
"Aku ada usul. Bagaimana jika kita pergi ke Jepang? Bukankah Papanya Rendy dipindah tugaskan di sana hari ini?" usul Bunga.
"Wah, setuju!" sorak para sepupu semangat.
Setelah di sambut para sepupu, Bunga tak lupa bersalaman juga dengan kakak dari Abinya. Namanya Kyai Hasyim, kemudian juga istrinya disalami juga. Kemudian, juga sanga adik bungsu kandungnya yang bernama Hasan Thariq Assidiqie.
"Bunga memang putri yang cerdas. Paman bangga sekali padamu, Nak," ucap Kyai Hasyim kepada keponakan kesayangannya.
"MasyaAllah, terima kasih, Paman. Bunga jadi malu karena Paman memuji Bunga," ucap Bunga malu-malu.
"Kenapa harus malu? Kamu memiliki nilai yang paling tinggi di sekolahmu. Sejak kecil kamu sudah cerdas ini. Katakan, hadiah apa yang kamu inginkan dari paman?" Kyai Hasyim benar-benar menyayanginya.
Bunga mengatakan bahwa dirinya tidak ingin hadiah apapun dari Kyai Hasyim. Bagaimanapun juga berkat dan juga restu dari Kyai Hasyim adalah hal yang paling diinginkan oleh Bunga.
Setelah disambut hangat oleh para sesepuh di sana, Bunga pun bergabung bersama dengan saudara-saudaranya yang ada di ruang tengah. Di mana mereka sedang membicarakan liburan setelah lulus sekolah.
"Oh, iya Mas Haidar. Kamu mau lanjut kuliah kemana?" tanya Bunga, mengawali perbincangan.
Haidar Al-Falah. Remaja berusia 18 tahun ini adalah sepupu dari pihak Ayah bunga. Yakni, putra dari Kyai Hasyim dan putra satu-satunya yang dimiliki oleh Kyai Hasyim dan istrinya. Ibu dari Haidar, tidak bisa lagi memiliki seorang anak karena ada komplikasi ketika melahirkan Haidar waktu itu.
"Mas sih pengennya di sini saja. Tapi Abi dan Umi meminta Mas untuk kuliah di Kairo sana," jawab Haidar. "Bukankah kamu juga hendak ke Kairo, Bunga?" tanyanya.
"Bagus dong Mas! Kairo memang tempat yang cocok untuk orang-orang sepertimu, hahaha," Lela meledek Haidar.
Mengapa Lela meledek? Sebab hari ini adalah salah satu remaja yang begitu kaku dan terlalu fokus tentang agama. Sehingga dirinya jarang untuk bergaul di masa modern.
"Lela, kamu ledekin Mas, ya?" kesal Haidar.
"Oh, hahaha tidak. Bercanda saja, Mas. Kalem atuh!" sahut Lela masih saja menahan tawa.
"Bunga dan juga Lela, memangnya mau meneruskan pendidikan kalian ke mana?" lanjut Haidar.
"Awalnya aku memang ingin ke Kairo. Tapi entah kenapa aku jatuh cinta dengan negara Korea. Kemungkinan Aku ingin kesana, tapi aku tidak mengizinkan aku pergi ke Korea, dan menyarankan aku untuk melanjutkan pendidikan di sini," jawab Bunga lesu.
"Yahh …. Kalau aku tetap akan tinggal di Bandung. Tapi mau bagaimana lagi? Tante Annisa, memintaku untuk menempati rumah yang ada di Jakarta dengan ibuku," timpal Lela.
Rendy yang baru saja bergabung itupun menanyakan kemana kakaknya akan melanjutkannya. Padahal Bunga sudah menjawabnya tadi.
"Ya tidak masalah jika mama Annisa menyarankan kamu tinggal di Jakarta. Bukankah memang itu tempat kalian semua, ya?" sahut Rendy, duduk disebelah Farhan.
Lela hanya mengangguk saja. Tidak mungkin baginya untuk menolak apa yang diusulkan oleh Mama Annisa. Bagaimanapun juga, Mama Anisa adalah orang yang sangat baik yang sudah memaafkan perilaku mama kandungnya yang buruk.
"Lalu, kakak sendiri mau kemana tadi?" tanya Rendy.
"Sebenarnya kakak ini memiliki rencana dengan sahabat kakak yang bernama Lidia untuk kuliah ke Korea. Tapi belum ada izin dari Abi," jawab Bunga.
"Yang orang non muslim itu?" tanya Si bungsu, Hasan. "Terus nanti Kakak makannya gimana di sana? Aku lihat di situs pembagian video, di sana itu jarang banget ditemukan makanannya halal," lanjutnya.
"Benar juga apa yang dikatakan oleh Hasan. Kak, apakah kamu sudah berpikir matang-matang?" timpal Farhan.
Bunga terdiam. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagaimanapun juga cita-citanya ingin pergi ke Korea harus tercapai, apalagi dirinya ingin sekali lulus dari sana sebagai dokter atau seorang desainer yang baik.
"Tapi bukankah ayahnya Rendy juga ada di luar negeri? Abi, Paman, semuanya berangkat, masa iya aku tidak?" Ucap Bunga. Mas Haidar juga ingin pergi ke luar negeri, kenapa aku tidak?" protesnya.
"Ya sudahlah … jangan berkecil hati. Bagaimana jika aku yang menemani kak Bunga di Korea? Tunggu aku 1 tahun lagi, ya. Hehe, kan, tahun depan aku lulus SMA," celetuk Rendy.
"Kelamaan!" teriak semua sepupu di sana.
Rendy hanya cengegesan saja, merasa tidak melakukan apapun dengan menggaruk kepalanya.
"Ah, iya. Maaf menyela sebentar, ya. Jadi, bagaimana ini? Apakah jadi kalian ke Jepang?" tanya Farhan. "Aku dengar, Rendy juga sudah membeli tiket ke sana--" sambungnya, melirik ke arah Rendy.
"Hah?" Bunga, Haidar dan Lela menganga.
"Tapi aku dan Hasan tidak ikutan ke sana, ya. Kami sibuk, hehe. Bukan begitu, Bro?" Farhan mengangkat tangannya dan melakukan tos dengan Hasan.
"Lah, kenapa?" tanya Bunga penasaran.
Lain dengan yang lain, antara Farhan dan juga Hasan ini malah tertarik dengan dunia tausiyah. Mereka rela tidak ikut liburan ke luar negeri karena ingin mengikuti Abi Rizal melakukan tausiyah ke luar kota. Kedua remaja ini juga sering sekali ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren seperti Haidar. Hanya saja bedanya, Farhan dan juga Hasan masih gaul dengan beberapa teman-temannya yang ada di luar sana.
"Lalu, siapa saja ini yang mau ikut terbang ke Jepang?" tanya Rendy.
"Mas Haidar, Kakak, Lela dan Bang Rendy saja, 'kan?" ucap Bunga.
Semua sudah sepakat, jadi Bunga akan liburan dengan tenang tanpa memaksa saudara-saudaranya ikut bersamanya. Hanya saja masih ada hal yang mengganjal di hatinya. Yakni, seorang pria berusia 25 tahun itu belum mengetahui jika Bunga sudah kembali ke rumahnya. Itu yang membuat Bunga sedikit memiliki beban.