Chereads / Sugar Brondong / Chapter 25 - Jaga Jarak

Chapter 25 - Jaga Jarak

Gibran mengelus pipinya yang merah dan terasa sakit, sesekali diliriknya Andini yang masih memperlihatkan ekspresi marah dan malu.

"Hey, bukankah keterlaluan jika kau sampai menampar ku?" tanya Gibran saat mereka sudah turun dari bus, beberapa tatapan geli juga tawa penumpang tertuju kepada Gibran dan Andini saat itu.

"Kau! Masih berani yah protes. Itu bahkan tidak sebanding dengan apa yang kau lakukan tadi." Andini spontan menyilangkan tangannya didepan dada, wajahnya kembali memerah membayangkan apa yang terjadi di bus beberapa saat yang lalu.

Wajah Gibran tak kalah merahnya, saat melihat Andini menutupi bagian yang sempat tak sengaja disentuhnya itu. Rasa malu membuat Gibran menjadi canggung sendiri.

"Aa—aku kan tidak sengaja, dasar supir bus sialan. Kalau saja dia tidak mengerem bus mendadak ini pasti tidak akan terjadi." Gerutu Gibran geram, dia kembali menyalahkan sang supir bus.

"Berhentilah menyalahkan orang lain! Seharusnya kau pergi saja naik mobilmu itu. Kenapa juga sih pakai ikut-ikutan naik bus segala!" Kemarahan Andini seolah sulit dipendamnya lagi.

"Kau.." Andini seketika berdiri didepan Gibran. Jari telunjuknya mengarah tepat diwajah Gibran.

"Sebaiknya mulai sekarang jaga jarak denganku! Mengerti?" Bentaknya kesal. Gibran tertegun melihat kilat dimata Andini, dirinya seolah kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan Andini.

Andini lalu berbalik dan meninggalkan Gibran yang diam mematung, entah mengapa hatinya terasa pedih saat mendengar Andini memintanya untuk menjauhinya.

Andini berjalan dengan langkah cepat, dirinya benar-benar marah pada Gibran. Bayangan kejadian memalukan didalam bus terus terputar dalam ingatannya. Perasaan malu membuatnya bahkan tidak ingin melihat wajah Gibran untuk waktu yang lama.

"Sial! Bagaimana bisa hal seperti itu terjadi padaku dan bocah itu." Pekik Andini kesal dengan keadaan yang menimpa dirinya. Hampir tidak ada hal baik yang terjadi padanya sejak mengenal Gibran.

Andini berdiri didepan gerbang Brinly High School, ini adalah sekolah yang diimpikannya. Sejak dirinya masih mengabdi dan mengajar di desa terpencil, Andini sudah bertekad untuk mengajar disekolah swasta dengan gaji yang tinggi.

"Haahhhh." Andini menghela napas berat, seolah impiannya berbalik menjadi boomerang untuknya.

"Seandainya saja aku tidak pernah terlibat dengan anak itu? Mungkin saja hidupku bisa sedikit lebih tenang sekarang." Gumam Andini dengan tatapan sedih.

Gibran yang sedari tadi berjalan dibelakangnya tanpa sadar mendengar ucapan Andini. Hatinya terenyuh mendengarkan keluhan yang meluncur dari bibir Andini. Perasaan bersalah sedikit banyak turut dirasakannya.

"Maaf.." suara lirih hampir tak terdengar keluar dari mulut Gibran. Pertama kalinya Gibran mengeluarkan kata maaf atas apa yang menimpa Andini.

**

Andini baru saja selesai mengajar, dirinya berjalan dengan langkah lemas. Tubuhnya belum benar-benar pulih setelah insiden bersama Daren. Andini sendiri sudah melaporkan masalah ini kepada pihak sekolah, meski sudah mendapat perlakuan seperti itu. Andini tidak ingin masalah ini sampai ke pihak yang berwajib.

Langkahnya terhenti di kelas Daren, benar saja anak itu tidak lagi masuk sejak kejadian itu. Meski pihak sekolah sudah memintanya untuk datang kesekolah bersama orangtuanya, tapi Daren tetap tidak kunjung datang.

"Bu Andini." Seseorang menepuk pelan pundak Andini. Hal itu membuatnya tersentak saking kagetnya. Saat berbalik, Andini melihat senyum Miko yang merekah disana.

"Miko, ada apa?" tanya Andini pelan.

"Ibu lagi liatin apa sih? Dari tadi aku manggilin ibu tapi sepertinya ibu tidak mendengar." Miko ikut celingukan mencoba mencari tau apa yang sedari tadi ditatap oleh Andini.

"Ahh, bukan apa-apa. Memangnya kenapa Miko?" Tanya Andini mencoba mengalihkan pembicaraannya.

"Ahh, aku sengaja mencari ibu. Ini masalah les bu."Miko mulai menyampaikan maksudnya.

"Ohh, ya ampun, maaf yah minggu ini jadi harus batal lesnya karena aku kurang sehat." Andini menyadari kesalahannya sebagai guru yang diminta oleh bu Gracia menjadi guru les Miko dan Gibran.

"Ahh, tidak masalah bu. Tapi.." Miko terlihat ragu-ragu.

"Tapi apa?"

"Sepertinya mulai sekarang hanya aku yang akan menjadi murid les ibu." Ucapnya pelan. Andini terdiam dan mulai berpikir

"Memangnya Gibran tidak ikut Les lagi?" tanya Andini penasaran. Miko menggeleng pelan.

"Sepertinya tidak, barusan dia menemuiku untuk mengatakan kalau dia tidak ingin lagi ikut les bersama denganku." Tandas Miko.

"Kenapa?" Ada sedikit nada kecewa dibalik suara Andini.

"Aku juga tidak tau pasti, padahal kemarin dia yang begitu bersemangat untuk les. Sekarang dia berubah pikiran lagi!" Kata Miko pelan dan sama bingungnya.

'Apa karena ucapanku pagi tadi yah' batin Andini seketika gusar.

"Buuu.." panggil Miko membuyarkan lamunan Andini.

"Ahh, iyah. Yah sudah kalau begitu. Kita lanjutkan lesnya berdua saja." Sahut Andini pelan.

Andini berjalan menuju ke ruang guru, saat tidak sengaja dirinya berpapasan dengan Gibran. Gibran yang baru keluar dari kelas terlihat menatap ke arahnya.

"Ohh tidak! Jangan sampai berurusan dengannya hari ini Andini."

Andini yang terkejut spontan berbalik untuk menghindari bertemu tatap dengan Gibran. Namun saat akan berlalu, Gibran sudah lebih dulu melewatinya. Anehnya Gibran seolah tidak menganggap keberadaan Andini. Padahal jelas-jelas Gibran sudah menatapnya dari jauh.

Andini menatap punggung badan Gibran dengan tatapan bingung, dia yakin Gibran mengetahui keberadaannya tapi Gibran sama sekali tidak menegur apalagi mengganggunya.

"Apa dia tidak melihatku?" Andini bergumam heran.

Gibran berjalan dengan pandangan lurus, dirinya memang melihat jelas keberadaan Andini. Dalam hati dirinya benar-benar ingin menegur Andini dan mengganggunya seperti biasa, tapi sialnya dia justru memilih untuk berpura-pura mengabaikannya.

"Jangan berbalik Gibran, jangan berbalik." Gumamnya pelan.

Andini tanpa sadar terus menatap bayangan Gibran yang menjauh. Rasanya ada yang berbeda karena Gibran kini mengabaikannya.

"Sepertinya dia benar-benar mendengarkan pesanku pagi tadi." kata Andini sembari mengingat ucapannya sendiri pagi ini.

"Yah sepertinya ini lebih baik." Imbuhnya dengan perasaan bercampur aduk.

Andini melangkah mantap menuju keruang guru, ia mencoba menikmati waktunya tanpa gangguan dari Gibran. Bahkan saat jam pulang sekolah, Dirinya sempat berpapasan dengan Gibran. Tapi seolah abai Gibran tidak menegur atau menatapnya sedikitpun.

Andini menatap kearah Gibran dengan perasaan yang sulit dijelaskan, rasanya seperti sepasang kekasih yang tengah bertengkar.

"Haah, apa yang ku pikirkan coba!" Gumamnya seraya mengibas-ngibaskan tangannya. Dirinya tidak ingin pikiran aneh itu menggerayanginya. Saat akan melangkah menuju gerbang sekolah, bayangan tak asing terlihat tengah berdiri. Ia sesekali melirik ke arah arloji dipergelangan tangannya.

Andini memicingkan matanya, mencoba menelisik sosok itu seolah tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. "Dimas? Mau apa dia kesini?" Tanyanya penasaran. Seketika Andini ragu untuk melewati Dimas. Ia hendak berbalik saat kemudian Miko muncul dan menyerukan namanya dengan cukup keras.

"Bu Andini." Panggilnya dari kejauhan seraya melambaikan tangannya. Suara Miko yang menggema bahkan bisa mencapai telinga Dimas. Seketika Dimas menatap ke arah sumber suara hingga tatapannya berakhir pada Andini.

Wajah Dimas terlihat berbinar, ia berlari bersiap mendekati Andini. Begitu pula dengan Miko. Tanpa basa basi Andini justru melengos menuju ke arah Miko, tanpa memperdulikan Dimas.

"Din.." seru Dimas.

Andini hanya berpura-pura tidak mendengarnya. Miko melihat heran kearah Dimas, juga ekspresi tidak nyaman Andini.

"Ahh Miko, aku lupa kalau hari ini kita ada les tambahan yah. Ayo kita masuk kembali, sepertinya lesnya bisa kita lakukan di kelas saja hari ini." Kata Andini dengan senyum anehnya, sesekali ia mengedipkan matanya untuk memberi kode pada Miko.

"Loh bukannya besok baru.."

"Ayo cepat kita ke kelas." Andini sontak memotong ucapan Miko.

"Andini.." sapa Dimas yang kini sudah berdiri tepat disampingnya. Andini memejamkan matanya seolah mencoba mengontrol dirinya.

"Dimas? Sedang apa kau disini?" Tanya Andini yang kini tidak bisa mengelak lagi.

"Aku ingin bertemu denganmu. Aku pikir ini pasti sudah jam pulang sekolah." Sahutnya jujur.

"Ketemu denganku? Untuk apa?" Suara Andini terdengar tidak senang. Miko hanya menatap bingung dan heran.

"Mmm, aku hanya ingin bertemu saja. Kenapa? Memangnya aku tidak boleh bertemu dengan mantan istriku sendiri?" Pertanyaan Dimas membuat Andini spontan terbelalak, begitupun dengan Miko. Tanpa sadar Miko jadi melongo saking terkejutnya.

"Jangan bicara sembarangan disini!" Tegurnya dengan suara kesal. "Miko, maaf kau sebaiknya pulang hari ini. Kita batalkan saja les hari ini yah." Timpalnya dan langsung bergegas menarik tangan Dimas menjauh.

"Ayo pergi dari sini." Seru Andini ketus.

Miko tidak menyahuti ucapan Andini dan hanya memandang bingung.

"Tapi kan, lesnya baru besok?" Gumam Miko semakin tidak paham dengan ucapan Andini. "Terus apa maksudnya dengan mantan istri?" Miko mencoba mencerna semuanya dengan baik. Sedetik kemudian matanya membulat seolah paham. "Haaahh, jangan bilang Andini itu... janda?" Pekik Miko dengan ekspresi tidak percaya.