Chapter 3 - Bab 2

Kegiatan MOS hari pertama berjalan lancar, masih ada dua hari lagi, hari kedua kami disuruh membawa botol bekas kemasan air mineral.

Karena terlalu lelah, setelah sholat dzuhur aku tertidur hingga sore, bahkan aku terlupa jika aku belum mencari botol bekas, sedangkan teman-teman sudah semua, Sari 'pun sudah dapat.

"Aku bangunin kamu dari tadi tapi kamu gak respon, tidurmu seperti orang mati aja." Ujarnya kesal. Aku sedikit menyalahkan Sari karena tidak membangunkanku mencari botol bekas.

"Masa sih? aku gak denger kamu bangunin."

"Iya aku sudah bangunin, tapi lagi-lagi kamu kayak ngigau gitu, karena udah mau sore akhirnya aku tinggalin kamu, itu aku ud6ha carikan, tapi masih kurang, kamu cari kekurangannya gih, keburu magrib."

Aku bangun dan melongok kejendela, benar saja langit seudah menguning tanda senja sebentar lagi akan pulang keperaduan berganti gelap.

"Heh, buruan sholat ashar dulu, nanti habis waktu, sudah aku mandi nanti aku temenin cari botol lagi."

Aku mengangguk dan gegas ambil wudhu, karena tak ingin membuang waktu aku langsung sholat dan mencari botol plastik.

Aku turuni anak tangga dengan gontai, kemudian mengintip dibawah rumah. Oiya lupa, rumah kost ini rumah panggung dengan tinggi sekitar 80 centi meter. Jadi dibawah rumah itu ada ruang kosong yang biasanya digunakan untuk menyimpan kayu bakar. Karena sekarang sudah beralih ke kompor minyak tanah, jadi dibawah rumah dibiarkan kosong.

Ketika aku melihat bawah rumah, seketika hawa dingin menguar, banyak sekali sampah dibawah sana, aku menyunggingkan senyum ketika aku melihat banyak botol plastik disana. Namun untuk menjangkaunya aku harus sedikit merangkak.

Biarlah aku ambil saja daripada aku harus mencari kelain tempat, hari sudah mulai magrib, sedangkan aku belum paham daerah sekitar sini. Dengan susah payah aku menjangkau dua botol plastik. Masih kurang satu lagi dan botol itu agak jauh kebawah rumah. Sekitar tiga meter dari tempatku saat ini.

Namun tiba tiba-tiba bulu tengkukku meremang lantaran disamping botol itu ada gundukan tanah dan ada batu yang menempel di ujung gundukan tanah itu, seperti kuburan. Tapi tidak mungkin ada kuburan dibawah rumah.

Aku merangkak lebih jauh mendekati botol plastik itu berada, namun tiba-tiba ada tangan dingin menyentuh pundakku, aku masih tak berani bergerak, nafasku memburu. Dengan mengumpulkan semua keberanian, akhirnya aku menoleh kebelakang. Namun tak ada sesiapapun dibelakangku.

Aku bernafas lega, sayup-sayup aku denga kumandang adzan magrib.

"Tanggung satu lagi." Bisikku. Namun seseorang menarik kakiku hingga aku sedikit tersungkur.

"Indi ngapain kamu disitu, udah magrib ayo keluar." Ternyata Sari yang telah menarik kakiku tadi. Aku melihat wajah Sari sedikit pucat dan ketakutan.

"Tapi masih kurang." Protesku.

"Udah deh ayo." Sari terus menarik kakiku, akhirnya aku menyerahkan, karena hari juga sudah mulai gelap.

Setelah kami berdua keluar dari bawah rumah Sari menarikku kekamar

"Kamu gak takut apa keliaran dibawah rumah tu? Aku tadi lihat bayangan hitam mendekati kamu, makanya aku tadi tarik kakimu Indi." Raut wajah Sari sangat marah terhadapku.

"Tapi botolnya belum cukup Sar."

"Demi mau ambil botol, rela ku nanti celaka hah?"

"Iya maaf, aku takut besok dihukum sama kakak OSIS."

"Kurang berapa? Tanyanya.

"Satu lagi."

"Yaudah kita beli aja, nanti airnya di salin ke teko."

Aku mengangguk tanpa protes, ya fikirku sayang uangnya karena uang saku aku pas-pasan.

"Nanti biar pake uangku, tenang aja." Sari seperti tahu gejolak hatiku.

"Makasih ya." Perempuan itu tersenyum.

Setelah mandi dan sholat magrib, kami membeli air mineral diwarung depan kost.

"Ngekos didepan ya dek?" Tanya ibu penjaga warung tersebut.

"Iya bu, kami baru sehari tinggal disana?"

"Hati-hati ya dek, jangan seskali kebawah rumah itu, bahaya!" Ucapnya memperingatkan.

"Kenapa memangnya bu?" Tanyaku penasaran, pasalnya aku sudah kebawah rumah itu tadi.

"Eh gak apa-apa dek, yang penting hati-hati aja, oiya mau beli apa aja tadi?" Ibu itu langsung mengalihkan pembicaraan ketika aku tanya demikian.

"Air mineral bu, berapa? Tanya sari.

"Tiga ribu dek." Sari mengambil beberapa cemilan dan membayar.

Dalam perjalanan pulang aku menyenggol lengan Sari.

"Kenapa ibu tadi kayak gitu bicaranya ya?"

"Aku yakin rumah itu ada sesuatunya." Sahut sari sambil memasukan cemilan kedalam mulutnya.

"Aku juga mikirnya gitu."

"Kenapa memangnya?"

"Eeemmm....aku takut kamu nanti takut kalau aku cerita." Ucapku.

"Apaan sih? Kamu bikin aku penasaran aja." Sari mencubit lenganku, kebiasaan anak satu ini kalau lagi penasaran suka nyubit.

Kami duduk sofa usang didepan kost. Temen-temen yang lain lagi pada sibuk mempersiapkan peralatan untuk MOS hari kedua.

"Aku gak yakin yang aku dengar semalam itu..."

"Apa? Tanya Sari makin penasaran.

"Tengah malam tadi ada suara orang nyapu." Aku berbisik ditelinga Sari sambil bergidik.

"Ih yang bener?" Tanyanya makin penasaran.

"Iya, udah yuk masuk, aku serem disini." Ajakku.

Kami masuk kekamar masih melanjutkan obrolan, Sari sepertinya sangat penasaran, atau mungkin ada hubungannya dengan bayangan hitam yang mendekatiku sore tadi.

Kami semakin larut dalam obrolan yang membuat kami lupa jika hari tengah menunggu pukul 23.00. kamar lain juga sudah pada sepi, tinggal aku fan Sari yang masih terjaga, dna na'asnya. Akmi belum menunaikan sholat isya karena keasyikan ngobrol.

"Sari, kita belum sholat, yuk kebelakang, nanti keburu ngantuk kita."

"Ayuk, tapi tungguin ya?" Serunya.

Kamipun mengambil air wudhu sekalian gosok gigi, pintu menuju dapur kami tutup dan gegas beranjak kekamar, setelah sholat isya kami bersiap untuk tidur. Namun mata kami belum ingin dipejamkan.

Sreekk...sreekk..

Sayup-sayup kudengar suara orang menyapu lagi. Namun sangat jauh seperti jauh dibelakang rumah. Tengkukku mendadak meremang. Namun sepertinya Sari tidak mendengar suara itu.

"Sari, kamu dengar suara itu?" Tanyaku.

"Suara apa?

"Orang nyapu." Bisikku

"Gak tu." Sari menajamkan pendengarannya, dia berdiri dan menuju jendela.

Ceklek... Sari sepertinya hendak membuka jendela.

"Sar, mau apa?" Tanyaku sambil meringkuk di balik selimut.

"Aku penasaran." Jawabnya santai.

"Udah deh, jangan aneh-aneh udah malam nih." Cegahku, namun anak itu tak mengindahkan ucapanku, tetap dia buka cendela perlahan.

Krieeet...pintu jendela terbuka, gelap memenuhi lubang jendela. Namun ada yang aneh dengan raut wajah Sari.

Jeder... ceklek.. buru-buru Sari menutup daun jendela dengan gemetar. Wajahnya mendadak pucak. Dia langsung menyusulku masuk selimut.

"Ada apa?"

"Ada orang diluar, tapi gakjelas, cuma kayak siluet aku lihat tadi, hiii...serem banget."

"Kan aku udah bilang jangan dibuka."

"Tapi sepertinya bukan orang, mungkin aja....hiii...ayuk tidur."

Aku yang juga ketakutan memilih untuk tidak membuka selimut, walaupun didalam terasa panas.

Suara itu masih saja terdengar, semakin lama semakin mendekat, aku dan Sari semakin mengeratkan pelukan karena menahan takut.

Dan lama-kelamaan kami tertidur, hungga akhirnya kami kesiangan.

Tok...tok..tok..

"Sari... Indi bagun, udah subuh." Teriak Arum dari luar kamar

Aku mengeliat dan meraih jam di atas lemari rotan. Ternyata sudah pukul 05.30. kami bergegas mandi dan sholat. Didapur sudah ramai teman-teman masak untuk sarapan. Aku memasak mie instan untuk mengganjal perutku, sementara Sari menggoreng telur.

"Indi, kamu semalam tidur jam berapa?"

"Entah aku juga lupa, sangking takutnya."

"Tahu gak, semalam kakiku kayak ada yang niup dari bawah rumah?"

Aku terbelalak mendengar penuturan Sari, pasalnya akupun merasakan hal yang sama.

Ya karena lantai kamar terbuat dari papan dan jarak antara papan satu dengan yang lainnya memiliki rongga kira-kira 1 centi meter, dari sela-sela itu terasa kakiku semalam ada yang meniup.

"Baru dua malam kita disini, tapi udah kayak gini, aku..." Sari menjeda kata-kata.

"Jangan bilang kamu mau pindah." Potongku.

"Lanjut ngobrol disekolah aja ntar." Sambung Sari smabil mengedarkan pandangannya.

"Kenapa?" Namun Sari tak menjawab.

Mungkinkah Sari mengetahui sesuatu?

***

Yuj kak bantu dukung ceritaku ya, jangan lupa subscribe. ❤️❤️❤️