Tepat pukul 1 siang, kini Salsa sudah sampai dirumahnya. Tapi yang membuat Salsa aneh, banyak sekali mobil terparkir didepan rumahnya. Sekitar ada 4 mobil disini.
Salsa pun memasuki rumahnya, dan bersalim an dengan kedua orangtuanya dan juga abang nya. Tak lupa juga dengan ketiga tamu nya, tamu orangtuanya.
"Salsa langsung ke kamar, ya, Mah Pah Bang." pamit Salsa.
"Sini dulu sayang, sebentar. Ada yang mau Papah sama Mamah omongin," ujar Ghea, Mamah Salsa.
Salsa mengangguk, dan ikut duduk di samping Abangnya, Brian.
"Mau ngomong apa, Mah?" tanya Salsa penasaran.
"Papah aja, deh. Yang jawab," ucap Ghea pada suaminya, Anton.
"Oke kalo gitu. Jadi gini sayang, Papah sama Mamah mau jodohin kamu sama anak Om David dan Tante Risa." ucap Anton.
"Dijodohin? Sama Om ini dong?" tunjuk Salsa pada laki-laki yang duduk disebelah Tante Risa.
"Iya, sayang. Gimana?"
Salsa memutar otaknya. Jika ia menolak keinginan kedua orangtuanya, ia pasti membuat orangtuanya kecewa. Tapi disatu sisi, ia juga belum siap.
"Salsa masih sekolah, Pah." jawab Salsa.
"Kan hanya akad saja, Sal. Dan mungkin kita akan adain pengajian." ucap Ghea.
"Yaudah kalo itu emang yang terbaik, Salsa mau."
"Beneran sayang?"
"Iya mah pah,"
"Yaudah, kalo gitu sekarang kita siapin semuanya. Karena akadnya nanti sore." ucap Anton, Ayah dari laki-laki yang akan menjadi suami Salsa. Yaitu Dewa.
"A-apa? So-sore ini?" tanya Salsa.
"Iya, sayang. Kenapa?"
"Cepet banget, Salsa kira nanti gitu. 1 tahun kemudian atau berapa gitu."
"Lebih cepat lebih baik, Nak." ucap Risa. Mamah Dewa.
"Hehe, iya Tan."
"Panggil Bunda dong. Kan bentar lagi juga jadi istri Dewa." ucap Risa tersenyum.
"I-iya bun,"
"Boleh saya izin bawa Salsa buat bicara?" tanya Dewa.
"Wah, udah gak sabar ya, lu Wa." jahil Brian.
"Serah lo," ujar Dewa.
"Boleh, Wa. Bawa aja," ucap Anton.
"Makasih, Pah."
Dewa pun menarik pelan lengan Salsa untuk mengobrol didepan teras rumah Salsa.
"Kenapa, Om?" tanya Salsa penasaran.
"Saya minta maaf sama kamu. Kalo perjodohan ini buat kamu tersiksa, bilang aja. Biar saya nanti yang bicarain lagi ke orangtua saya sama orangtua kamu." jawab Dewa.
"Engga kok, Om. Salsa gak sama sekali tersiksa, Salsa terima. Karena kebahagiaan orangtua, kebahagiaan Salsa juga."
Dewa tersenyum tipis mendengarnya.
"Salsa boleh tanya-tanya gak, sama Om."
"Boleh dong. Silahkan,"
"Salsa gak bisa bersihin rumah. Ngepel ama nyapu aja suka gak bener. Gak bisa ngurus taneman, gak bisa nyuci baju, 5 mesin cuci punya Mamah aja pernah Salsa rusakin. Gegara Salsa tendang mesin cuci nya pas gak mau nyala-nyala. Abis itu Salsa pernah dimarahin sama Bang Ian karena Salsa pernah ngepel tangga dan Bang Ian jatoh. Emang nya Om mau punya istri kayak Salsa yang gak bisa apa-apa?" tanya Salsa hati-hati.
Dewa rasanya ingin tertawa terbahak-bahak mendengar semua penuturan calon istrinya ini.
"Memang nya apa yang ada dalam pikiran kamu dengan kata 'istri' sayang?"
Blush!
Sayang? Dewa menyebut Salsa sayang?
Salsa rasanya ingin pergi saja dari tempat ini. Malu rasanya.
"Istri itu kan kerjaannya nyuci baju, ngepel, nyapu, ngurus taneman, bersihin kaca, masak, sama nyuci piring. Sedangkan Salsa cuma bisa masak."
Dewa tersenyum kembali. "Itu pekerjaan pembantu, sayang. Kamu kan mau jadi istri saya. Cukup selalu berada di sisi saya dan layani saya saja sudah cukup."
"La-layani?" tanya Salsa.
"Iya, layani. Tahu kan?"
"Tahu dong. Layani masak, kan. Salsa itu mah bisa, Om."
Dewa terkekeh. Sepolos ini kah, calon istrinya.
"Layani di ranjang, maksud saya." ucap Dewa tersenyum smrik.
Bulu kuduk Salsa menegang. Apa katanya? Dirinya saja masih sekolah.
"Tapi kan, Salsa masih sekolah. Maaf, om." tunduk Salsa merasa bersalah.
Dewa terkekeh. Niat Dewa hanya ingin mengerjai calon istrinya saja.
"Saya bercanda. Jangan terlalu kamu pikirkan." ucap Dewa mengusap pucuk kepala Salsa.
"Masuk, yuk." ajak Dewa.
"Iya om."
"Jangan panggil Om dong. Saya gak setua itu lho,"
"Terus apa?"
"Sayang mungkin, atau honey?"
Salsa mencubit kecil dipinggang Dewa karena kesal.
Dewa terkekeh.
"Jangan bercanda, deh. Aku panggil Mas Dewa aja ya,"
"Em, boleh. Kedengarannya bagus,"
"Oke."
•••
Sekarang sudah pukul 11 malam, dan acara pengajiannya baru saja selesai. Dewa dan Salsa kini sudah menyandang status sebagai suami istri.
Dewa baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk saja. Ia melihat istrinya yang sedang menyisir rambutnya dimeja rias.
"Sayang, baju aku mana?"
"Udah aku siapin di ruang ganti, Mas."
"Oke, makasih istri." ucap Dewa mengecup bibir istrinya sekilas dan berlari ke ruang ganti.
Salsa masih mematung. Bibirnya sudah tidak perawan lagi.
Tapi disatu sisi, ia tidak berhak melarang. Karena memang sudah hak suaminya untuk berbuat apa saja pada dirinya, termasuk tubuhnya. Tapi Salsa masih kaget apa yang barusan terjadi.
Dewa sudah keluar dengan pakaian rapih serta rambutnya yang masih basah sedikit. Justru menambah ketampanan laki-laki itu.
Dewa menaiki kasur dan duduk dipinggirannya serta mengecek ponselnya. Karena sedari siang tadi ia tidak menyalakan ponselnya.
Salsa melihat suaminya yang sudah duduk dipinggiran kasur pun, ragu untuk menghampirinya. Tapi ia sudah lelah, ingin segera tidur. Besok juga ia harus berangkat sekolah pagi lagi. Mana udah jam setengah dua belas lagi.
Salsa berjalan dan menaiki kasur perlahan, ia pun menatap suaminya sebentar.
"Em, Mas." panggil Salsa.
"Iya?" tanya Dewa menoleh ke istrinya dan menaruh ponselnya didekat meja laci sampingnya.
"Kamu engga, em anu..."
Dewa mengernyitkan dahinya. Mendengar lanjutan yang istrinya akan sampaikan. "Kenapa sayang?" tanya Dewa lembut.
Salsa gelagapan. Bingung harus mulai dari mana.
"Itu apa. Em... kita gak anu. Aduh, apa sih, eh,"
Dewa mengerti, dan tersenyum serta mengecup bibir Salsa kembali.
Salsa kaget akan serangan tiba-tiba tersebut.
"Emangnya kamu siap, hm?"
"Siap."
"Eh... maksud aku, anu duh,"
Salsa merutuki apa yang ia ucapkan barusan.
Dewa terkekeh geli akan tingkah lucu istrinya ini.
"Beneran siap? Aku orangnya kalo udah mulai gak akan mau berhenti, yang." goda Dewa.
Salsa malu, ia menundukkan kepalanya karena pipi nya pasti sudah memerah.
Dewa mengangkat dagu istrinya dan memberikan kecupan lama di dahi Salsa.
"Tidur lah, kamu lelah Salsa. Besok kan harus sekolah, aku juga harus ke kantor." ucap Dewa lembut.
Malu! Salsa malu!
Ia ditolak. Ck, sakit.
Apakah tubuhnya ini tidak menarik di mata suaminya? Ataukah Dewa jijik pada tubuh Salsa?
"Jangan berpikiran aneh. Aku mau ngelakuin itu kalo kamu bener-bener siap. Dan menerima aku sebagai suami kamu. Bukan atas kewajiban, Sal." ucap Dewa seakan tahu isi pikiran istrinya itu.
Salsa tertegun mendengar semua ucapan Dewa. Betapa malu nya dirinya sekarang.
"Maaf, Mas."
"Tidak perlu minta maaf."
"Tidur ya, sudah malam." ucap Dewa.
Salsa mengangguk.
Dewa menarik Salsa kedalam dekapannya menghirup aroma bau tubuh Salsa yang memabukkan.
Salsa merasakan nyaman, dalam pelukan ini. Ini pertama kalinya ia tidur bersama pria lain dan kini adalah suaminya.
Salsa mencium bau tubuh maskulin suaminya yang sangat memabukkan dirinya. Ia rasa ini akan menjadk candu nya mulai detik ini.
"Mimpi indah, my wife,"
Salsa tidak membalas. Tapi ia mendengar dan tersenyum manis.