Sorotan lampu show dari panggung terlihat sangat meriah, kerja sama tim pun sangat kompak. Cek sound terdengar menggelagar membuat merinding bulu kuduk, semua tampak ready. Acara Haflah akan di mulai tepat pukul delapan malam, di hadiri banyak Ulama' para Kyai, tokoh Masyarakat dan seluruh wali Santri.
"MasyaAllah, Semoga lancar ya acaranya" Wardah menggigit bibirnya, menatap teman-temanya yang terlihat juga sedikit tegang.
"Aamiin.." Jawab mereka kompak.
Para tamu sudah mulai terlihat memenuhi tempat duduk, di awal acara sebelum acara inti, ada persembahan kreasi para Santri. Entah itu Hadroh, drama, menyanyi dan sebagainya.
" Aduh War, aku kok deg degan ya, slemet-slemet gitu " Sanum merengek, dia mendapat jatah sebagai Pembawa acara. Kakinya tidak henti-hentinya bergetaran, bolak-balik ke kamar mandi.
" Aku punya pengalaman nih, tips menghilangkan demam panggung. Tarik nafas panjang, lalu sembur tuh nafas sebanyak tiga kali. Huft huft huft..!! " Wardah sengaja mendekatkan bibirnya ke muka Sanum.
" Ih moncrat war, Mana bau sambal bawang lagi!!" Protes Sanum sambil mengelap mukanya.
"Yakin gak mau Coba?" Bujuk Wardah.
" Iya iya !" Sanum mencobanya berulang kali. Lalu Sanum mulai merasakan ada sedikit perubahan.
Sanum tetap duduk di kursi sebelah panggung, sambil menunggu intruksi dari panitia. Berkali-kali ia menghempaskan nafasnya, lalu senam bibir agar tidak belibet dalam membawakan acara.
"Mbak acaranya sudah bisa di mulai sekarang, Abah Yai sudah rawuh" Panitia tergopoh mendatangi Sanum memberi aba-aba.
" Iya terimakasih" Jawab Sanum singkat. Langkahnya tegang gemetaran, mic yang di pegang terasa basah karena keringat dinginya. Penampilan Sanum terlihat sangat anggun waktu itu, gaun yang di kenakan adalah pemberian Ning Hafsah, Putra ragil Abah Yai. Warna pink soft itu sangat mempesona bersama Sanum.
Sanum membacakan daftar acara urutan ke empat Setelah sambutan dari Pengasuh Pesantren.
" Sambutan ke empat, perwakilan dari ketua Panitia. Kepada yang terhormat Agus H. Ahmad Idris kami haturkan.." Suara Sanum lantang bercampur serak basah. Sorak poranda terdengar dari kalangan Santri putri ketika Gus Mad sudah sampai di atas panggung, mereka histeris dan terhipnotis karena ketampanan Gusnya.
Penampilanya sangat menakjubkan di mata mbak-mbak. Dengan sarung hitamnya yang ber logo BHS, lalu jas hitam dengan kemejanya yang bewarna putih, di tambah Tubuhnya yang terlihat tegap tinggi, kulitnya putih bersinar, juga suaranya yang tegas penuh wibawa.
" Aduh Gus, Ani ndak kuat Gus.." Ani, teman sekelas Sanum yang sedari tadi bertingkah lebay.
" Iya Gus.. keringatan itu Gus Mad kayaknya, Sini gus biar Sanum bersihin " Ini Sanum malah alaynya plus-plus.
Semua Santri putri sibuk dengan imajinasinya masing-masing, Seakan tidak mengerti apa maksud yang di sampaikan Gus Mad.
" Sekali lagi Saya beritahukan bahwa liburan akhir Tahun ini jatuh pada bulan. Mei, tepatnya pada tanggal 10!!" Suara Gus Mad terdengar lebih keras di banding sebelumnya, karena Suara Santri yang bikin gaduh.
"Horeeee..!!" Mereka girang tanpa ada rasa bersalah. Gus Mad menutup sambutanya lalu turun lewat sebelah kanan panggung, Sanum yang duduk tepat di pinggir tangga langsung membungkuk kan badan. Sambil dikit-dikit melirik, kemudian memegang erat dadanya. Agar tidak berdegub terlalu kencang Setelah memandang wajah menawan Gus Mad.
" Ooh itu namanya Gus Mad, keren ya namanya calon suamiku" Batin Sanum dalam hati berhalusinasi. Matanya terus menyorot sampai bayangan Gus Mad hilang.
" Mbak, acara selanjutnya mbak!" Panitia memberi peringatan dengan sedikit panik. Sanum kaget hingga di lempar kertas daftar acaranya.
" Iya Kang, ma'af.." Sanum kembali melanjutkan agendanya
Acara sudah sampai pada Do'a penutup, semua mengamini dengan penuh hikmat, di iringi dengan Sya'ir aamiin-aamiin Oleh vocalis terbaik Pondok, sehingga menambah ke khusyukan dalam berdo'a.
Gus Mad pada saat itu duduk di sebelah Abah Yai di deretan Paling depan, Tak taunya beliau sedang mengamati wanita Pembawa acara itu, berkali-kali beliau mendongak Kan kepalanya, karena posisi Sanum tertutup sound yang ada di depanya.
" Nyari Siapa to le?" Tanya Abah penasaran.
" Eh mboten Bah.." Gus Mad gugup.
" Monggo bah " Gus Mad mempersilahkan Abah Setelah acara selesai. Gedung acara sudah terlihat sepi, semua berkemas ke kamar masing-masing karena sudah larut malam.
Begitu juga Gus mad, ia masih diam sambil menatap langit-langit kamarnya. Entah apa yang di fikiranya, dia tetap Saja sulit untuk tidur. Lalu di cabutnya handphone yang masih ter charger di stop
Kontak. Menu yang biasanya harus di buka Gus Mad Pertama kali adalah Instagram, melihat beratus-ratus DM yang masuk membuat ia malas untuk membalas satu persatu.
" Insta story ae lah " Gumam Gus Mad penuh semangat. Followers Gus Mad dalam sebulan ini melonjak cepat, hampir 1juta followers memenuhi notif Gus Mad. Ia mendadak viral Setelah salah satu rekanya memposting video Gus Mad sedang bersholawat dengan Suara merdunya, juga di dukung dengan wajah tampanya yang menambah daya tarik. Gus Mad adalah selebgram dadakan.
" Nasamatu hawakalahaa 'arojuu.." Gus Mad bersholawat dengan menaruh kopyahnya dengan posisi miring, sangat menggemaskan. Lalu di bumbui dengan kata-kata andalanya.
Aku berjalan di saat bintang-bintang bersinar, namun ketika wajahmu tampak, maka mereka redup karena Sinar wajahmu.
Dan Klik, unggahan selesai. Dunia maya kaum Hawa gempar Setelah melihat postingan Gus Mad, beribu lop lop bertebaran di berandanya. Hingga tanpa sadar ia terlelap tanpa lebih dulu melangitkan Do'a.
Fajar menyapa. Kicauan burung terdengar ramai di balik semak-semak pepohonan depan Pondok, pagi itu redup, karena tertutup mendung yang sedikit pekat. Lalu Tak lama gerimis pun mengguyur bumi, suasana pagi itu menjadi sembab, sepi dari Sinar.
Tapi ramai dengan suasana seluruh isi kamar waktu itu. Semua sibuk dengan kardus tempat packing masing-masing, dan jadwal perpulangan di bagi menjadi beberapa bagian, karena masih kedaaan musim pandemi, semua wajib mengikuti rombongan daerah masing-masing.
" Daerah Kalimantan masih 3 Hari lagi dong Num, pantesan belum packing" Sapa Nay sambil mengikat tali rafia di kardusnya.
" Iya Nay" Jawab Sanum singkat. Ia berlari mendekati jendela tanpa mengiraukan Nay, dadanya sesak menahan isak. Namun tetap Saja air matanya jatuh perlahan. Kesedihanya datang kembali ketika Sanum mengingat bahwa dia benar-benar tidak bisa pulang Tahun ini. Semakin deras air matanya, lalu menyekanya beberapa kali.
" Num, ke kantin yuk! Kan aku udah janji mau tarktir kamu " Kedatangan Wardah tiba-tiba mengagetkan Sanum. Rupanya Wardah masih melihat bekas mata sembab Sanum, dia pun mengerti lalu mencoba terus menghiburnya. Sanum hanya mengangguk setuju.
" Pulang ke rumahku aja gimana Num, dari pada sendirian di sini " Tanya Wardah sambil menyodorkan siomay nya. Sanum sedikit kaget, dari mana Wardah tau masalahnya.