Chereads / Mrs. Congeniality {IND} / Chapter 2 - Bab 2 - Ilusi?

Chapter 2 - Bab 2 - Ilusi?

"Bangun!"

Teriak seseorang tiba-tiba membuatku terentak dan terbangun dari tidurku. Dalam keadaan masih mengantuk dan setengah sadar, kudapati diriku berada di kamar yang asing bagiku.

Aku melihat ke sekeliling dengan linglung. Menatap ke atas lalu ke bawah, ke kiri dan ke kanan. Tak kutemukan satu pun keakraban dari kamar kecilku yang lusuh. Sebelum aku sempat mengamati dengan seksama di mana letak perbedaannya dan mencerna semuanya, seseorang lagi-lagi berteriak padaku, mengalihkan semua perhatianku.

"Hei! Bangun! Dasar Pemalas! Tidak tahu diri! Kenapa malah bengong di situ, hah?! Cepat bersiap!" cerca seorang wanita paruh baya sambil memerintah. Ada sebuah ketidak sabaran tersirat di matanya.

Tanpa membuang waktu, tubuhku tiba-tiba dipegangi oleh beberapa orang dan mereka langsung menuntunku ke kamar mandi, sebelum mempersiapkan bak mandi dan segalanya, bahkan mencoba membantu menanggalkan pakaianku. Sontak, tanganku menepis tangan orang berusaha membuka bajuku secara refleks, dan saat itulah aku tersadar. Ini bukan mimpi.

Beberapa menit kemudian, setelah aku berhasil menyuruh orang-orang yang berusaha memandikanku keluar dari kamar mandi, aku mengamati ruangan itu dan berpikir sejenak.

Orang-orang tadi tampaknya para pembantu rumah, dan wanita yang tadi berteriak padaku adalah majikan mereka. Namun aku masih belum sepenuhnya memahami situasiku dan apa yang sebenarnya telah terjadi padaku.

Ah, sudahlah, batinku, sembari menggelengkan kepalaku yang terasa sakit dan berdenyut-denyut. Untuk saat ini sebaiknya aku ikuti saja dulu perintah tadi dan mulai bersiap-siap.

Aku lalu berjalan ke wastafel, menyalakan keran dan mencuci mukaku, untuk sedikit meringankan rasa sakit kepala yang aku alami dan juga menjernihkan pikiranku. Usai membilas wajahku, kutatap cermin yang ada di depanku. Setidaknya, setelah melakukan itu pikiranku mulai kembali jernih dan aku bisa berkonsentrasi.

Di cermin, kudapati wajah yang tampak akrab namun juga terasa agak asing. Kusentuh, dan ini memang wajahku. Aku cukup terkejut, karena wajah ini mirip dengan wajahku saat aku masih berusia 18 tahun, tetapi ini lebih cantik dan manis dari wajah asliku. Meskipun terlihat hampir begitu mirip dan serupa, masih terdapat perbedaannya yang membuatku yakin bahwa ini memang bukan tubuh ataupun wajahku.

Seperti sebuah tahi lalat kecil yang terletak di bawah ujung mata kiriku. Inilah salah satu perbedaan di wajah kami, yang menambahkan kesan manis. Selain itu, aura yang terpancar juga berbeda. Jika karakteristik dari wajah asliku lebih tampak dewasa, tegas, jutek bak antagonis, maka wajah yang satu ini justru kebalikannya. Wajah ini tampak lebih lembut, manis, dan agak baby face. Membuat mereka yang memandangnya akan langsung mempunyai kesan baik hanya dalam tatapan pertama.

"Hah …." Aku menghela napas sebelum berjalan ke bak mandi, bersiap membersihkan diri. Aku tak ingin terlalu membuang-buang waktuku di sini, dengan hanya petunjuk-petunjuk kecil ini. Lagipula, jika aku terlalu berlama-lama, entah apalagi yang akan terjadi dan apa yang wanita paruh baya, yang kutemui tadi akan lakukan selanjutnya.

Setelah beberapa saat, aku kini sudah kembali ke area kamar tidurku yang tadi. Kini aku punya cukup waktu untuk mengamati kamar ini.

Tak seperti kamar kecilku yang telah reyot dengan cat dindingnya yang terkelupas dan mulai memudar di sana, di sini, kamar ini justru bisa terbilang sangat cantik dengan beberapa dekorasi manis dan imut. Meski aku merasa ada yang sedikit janggal, namun karena aku belum tahu pasti keseluruhannya situasinya, maka aku kesampingkan dulu. Akan kupikirkan kembali setelah aku mendapatkan petunjuk baru mengenai identitas diri dari tubuh yang kutempati ini. Setidaknya kamar ini berkali-kali lebih bagus daripada kamar kumuhku.

Tak perlu menunggu lama, seorang pelayan lalu datang untuk memanggilku turun.

Saat aku tiba di lantai bawah, tepatnya di sebuah ruang makan, kulihat lagi wanita paruh baya tadi dengan beberapa orang lainnya yang tak kukenali.

Mungkin sebaiknya aku bermain aman dengan bersikap diam dan mencoba untuk tidak menunjukkan suatu kejanggalan. Ughhh, kepalaku masih terasa sakit. Mungkin karena ini aku masih belum bisa menemukan informasi lebih lanjut dari ingatan tubuh baruku ini.

Jika kalian pikir aku tampak tenang, maka kalian salah. Aku sebenarnya cukup panik semenjak pertama kubuka mataku dan mendapati diriku di tempat yang begitu asing ini, dalam tubuh yang beda. Hanya saja aku tak menunjukkan semua itu ke permukaan karena menurutku itu bukan tindakan yang pintar ataupun tepat, yang mungkin hanya akan merugikan posisiku.

Seperti kebanyakan pecinta novel, aku juga sering membaca novel online di sela-sela waktu luangku dulu. Aku juga sering membaca novel-novel bertema kelahiran kembali, reinkarnasi bahkan soal jiwa atau tubuh yang tertukar. Beberapa tokohnya tampak ceroboh dan bodoh dengan secara sembrono menunjukkan kelemahan mereka begitu saja. Bahkan tanpa berusaha bersikap tenang dan mencari tahu dulu informasi atau petunjuk apa pun yang bisa mereka dapatkan sejak awal.

Jika itu kisah nyata, entah sudah beberapa kali para tokoh yang disebut "tokoh utama" itu mati tanpa plot amor dari sang Author. Namun beberapa karakter cerita juga menunjukkan tindakan-tindakan yang masih terbilang logis dalam situasi mereka. Tentu tak semua orang bisa bersikap tenang serta mengambil langkah cerdas dan tepat, tetapi minimal, kita tidak harus bersikap bodoh!

Sebodoh apa pun dirimu, jika kau punya nalar, kau tak akan secara gamblangnya berbuat sembrono, kecuali kau memang orang yang sembarangan dan tak pernah peduli soal apa pun termasuk hidupmu sendiri. Biasanya tipe ini tak pernah mengalami krisis hidup, jadi mereka begitu ceroboh atau mereka selalu punya orang-orang yang akan membereskan semua masalah mereka, sehingga mereka jadi tidak peduli jika tindakan mereka itu bodoh dan membahayakan karena akan selalu ada orang yang menangani itu semua untuknya dan tak pernah mengkritiknya, alias membiarkan dan membenarkan saja semua perbuatan mereka hingga mereka jadi tipe orang manja yang dengan kebodohan naifnya.

Tipe ini begitu abai akan lingkungan sekitarnya, tak jarang bahkan terhadap perasaan orang lain, karena hanya mementingkan keinginannya sendiri atau dirinya sendiri. Tipe macam mereka sangat suka memaksakan kehendak mereka sendiri tanpa memperdulikan pendapat atau situasi orang lain. Jika ada yang tak sejalan dengannya, dia akan play victim, menuduh orang itu jahat dan sebagainya. Bahkan jika ada sesuatu yang salah karena ulahnya sendiri, dia akan cenderung menyalahkan orang lain, lingkungan, kondisi dan sebagainya tetapi tidak dirinya sendiri.

Ini tipe orang yang paling aku benci dan aku tidak ingin jadi seperti itu. Karena tak selamanya kau akan tetap aman jika terus hidup dengan watak macam itu, sekalipun kau punya orang tua yang kaya dan berkuasa. Akan tetapi, jika kelak mereka tiada? Apa yang akan kau lakukan? Berteriak dan menjerit-jerit, memerintahkan orang-orang harus mematuhimu, sementara kau bahkan tidak punya kemampuan atau kelebihan apa-apa yang dapat meyakinkan orang-orang untuk mengikutimu.

Banyak orang menganggap tokoh macam ini manis, imut dan naif. Hah! Jika di dunia nyata, apa mereka yakin masih bisa menganggap tokoh ceroboh dan bodoh itu manis, tanpa sedikit pun rasa kesal? Tidak, tentu saja tidak. Kalian semua pasti akan naik pitam atau bahkan ingin mencekiknya.

Naif dan polos boleh tetapi bukan berarti harus bodoh. Naif dan bodoh itu berbeda namun perbedaannya juga hanya sebatas tipis, sehingga banyak orang yang salah mengartikan dua tipe ini. Bahkan menganggap jika orang polos dan naif itu ya bodoh, atau orang bodoh itu karena mereka naif dan polos. Sungguh lucu.

Ah! Apa yang kupikirkan, kenapa aku malah memikirkan hal-hal yang bukan-bukan. Fokus! Aku harus fokus pada situasiku yang sekarang, batinku, setelah kembali tersadar dari semua ocehan pikiran tak pentingku itu.

Untungnya, semua itu tak berlangsung lama, hanya beberapa detik pergolakan batin itu terjadi. Satu hal yang jelas, aku juga tahu hal pertama yang biasanya akan dialami atau didapat sang tokoh utama adalah 'ingatan', yang mana sayangnya saat ini tak aku miliki. Ya, tampaknya aku termasuk ke dalam kategori yang kurang beruntung, yang memulai semuanya tanpa petunjuk dari sebuah ingatan. Aku sudah mencoba mengintip ke dalam ingatan tubuh ini tetapi nihil untuk saat ini dan sakit kepala hebat yang aku rasakan.

Di ruang makan itu, ketika orang-orang yang di sana menyadari kedatanganku, mereka yang tadinya tampak sedang asyik mengobrol dengan bahagia mendadak berubah total. Kini mereka semua menatapku dengan tatapan mata yang sungguh tak bersahabat. Seolah-olah kehadiranku telah merusak keharmonisan mereka.

Aku tetap berusaha bersikap tenang meski lagi-lagi serangan panik mulai menyerang. Ingin rasanya aku berbalik lalu berlari pergi dari sini, khususnya ketika melihat sorot mata orang-orang ini. Ahhh … tatapan mereka semua mengingatku dengan ibuku. Aku benci itu.

Dengan perlahan aku menghampiri. Ya, aku sengaja mendekat pelan-pelan dengan cara yang terlihat sealami mungkin, hingga aku tak perlu menjadi yang pertama menyapa atau membuka mulutku.

Benar saja, setelah melihat diriku berjalan mendekat seperti itu, seseorang tampaknya mulai menjadi tidak sabar dan berkata ….

"Hei! Kau itu siput atau kura-kura? Kenapa lama sekali jalannya?!" sindir seorang gadis yang duduk di sebelah kiri wanita paruh baya itu dengan ekspresi yang sepenuhnya menunjukkan ketidaksukaannya.

"Hush, Angel, jaga bicaramu. Seorang gadis harus bersikap anggun," ucap wanita itu kepada gadis yang bernama Angel itu. Ia lalu melanjutkan, "Makanya kamu tidak boleh mencontoh anak ini. Dia benar-benar manja dan tidak disiplin."

Wanita itu menunjuk-nunjuk ke arahku sambil terus melontarkan cercaan serta sindiran 'halus'-nya.

Jujur, ingin rasanya kutampar dan jambak saja rambut kedua orang ini tetapi aku masih harus menahan diri sampai aku sepenuh yakin akan identitas diriku.

'Sabar, sabar, sabar,' ucapku dalam hati, sembari berusaha menenangkan diri. Aku lalu menarik napas sekali lagi.

Jika bukan karena terpaksa aku juga tidak ingin berakting seperti siput. Ini semua kulakukan demi mendapatkan informasi dari kalian. Hu hu hu ….

Kenapa rasanya ini akan begitu sulit. Baru beberapa menit saja, aku sudah ingin mengejar seseorang. keluhku sekali lagi.

Pantas saja beberapa tokoh dalam cerita itu kadangkala tak bisa mengendalikan emosi mereka, khususnya jika kau tak punya kontrol diri yang bagus. Kau pasti sudah akan melesat untuk menampar si gadis dan wanita itu, membuat sebuah adegan ala sinetron yang begitu heboh.

________________________

Author: Aida Hanabi

-----------------------------------

Support the author:

https://karyakarsa.com/aidahanabi

https://ko-fi.com/aida_hanabi

https://trakteer.id/aidahanabi

https://www.paypal.me/aidahanabi

-----------------------------------

Discord link

https://discord.gg/pdgv65wXbG

-----------------------------------

Instagram: Aida_Hanabi