Chereads / Love Blooms in Winter / Chapter 4 - Menghilang

Chapter 4 - Menghilang

"Hei, apa kau melihat Natasya? Kenapa dia belum kembali, padahal sudah hampir sejam, aku sudah bilang kepadanya, dia hanya boleh mengambil kayu bakar. Apa dia pergi ke tepi danau? Di sana berbahaya, karena para pemburu kerap kali singgah atau hewan liar biasanya turun dari gunung dan mendekati danau beku itu."

Salah satu teman wanita itu bicara pada Billy.

"Terakhir aku melihatnya dia sedang bicara dengan Penelope, coba kau tanya ke dia, kau tahu benar bagaimana sifat Penelope pada anak baru yang naif dan polos, dia membencinya, apalagi kau mendekati gadis itu."

Billy berdecak, dia meninggalkan Andien Chaw gadis blasteran Jepang itu dengan segala cibirannya.

Billy mendekati tenda Penelope, suara langkah kakinya di salju membuat Penelope menyadari seseorang mendekati tendanya, dan dia Billy. Penelope dengan sengaja membuka mantelnya dan berbaring dengan provokatif, seakan memberikan akses pada Billy, apapun yang dia inginkan.

"Hai Bill, kau datang, padahal aku sudah menunggu cukup lama setelah percintaan kita yang terakhir, kau tidak lupa, kan? Aku tahu kunjunganmu ke tendaku bukan karena kau ingin menemuiku."

Terdengar decakan dari mulut Billy yang terlihat tidak sabar, dia tidak ingin mendengar ucapan wanita itu.

"Aku langsung saja, sudah sejam Natasya belum kembali dari mencari kayu bakar, apa yang kau katakan kepadanya sebelum pergi? Sebentar lagi gelap dan dia masih belum datang."

"Oh, anak itu. Aku memberikannya ketel untuk diisi air, di sana kan ada danau, apalagi air yang kau bawa tidak akan cukup untuk kita semua," ucap wanita itu kembali mengenakan mantelnya dan keluar dari tendanya.

"Dia belum kembali, pemburu saat ini masih berkeliaran di dalam hutan yang dalam, dia tidak akan memperlihatkan dirinya tentu saja, tetapi jika dia menemukan mangsa, aku tidak menjamin apa yang akan terjadi."

Terlihat Raven berlari-lari mendekati Billy.

"Billy kemarilah, kau harus lihat ini, tadi aku dan Carol masuk ke hutan mencari Natasya, tebak apa yang kami lihat? Sebuah syal di dalam tumpukan salju, tidak jauh dari tempat itu ada ketel yang jatuh dan kayu bakar yang berserakan, tapi Natasya tidak di sana."

Billy berlari kencang dan masuk ke dalam hutan bersama dengan teman-temannya. Meskipun cuaca sangat dingin, dan wajah orang-orang berubah putih dan pucat karena kedinginan, bisa terlihat Billy sangatlah pucat dengan wajah cemas dan sangat khawatir.

"A-apa anak itu ditemukan oleh seorang pemburu?" tanya Lea.

"Ba-bagaimana ini Billy, jika sesuatu terjadi pada Natasya ...."

"Jangan berpikir terlalu jauh, kita akan mencarinya. Pasti ada jejak kaki yang terlihat di salju, iya kan?" ucap Carol.

"Kalau begitu selamat mencari, kami akan menunggu di tenda dan menyiapkan makanan begitu kalian tiba," ucap Penelope tanpa rasa bersalah sekalipun. Carol menatapnya tidak percaya.

"Hei girl. Kau tadi yang menyuruhnya mengambil air, padahal kita masih belum membutuhkannya. Apa kau sama sekali tidak merasa bersalah?" ucap Carol memperlihatkan seringai, seakan tinjunya siap menerkam wanita itu.

"Apa aku menyuruhnya menghilang? Aku hanya mengatakan kepadanya agar membawa air, dia bisa menolakku jika dia tidak mau. Apa sekarang kau sedang mencari orang untuk disalahkan?"

"Kau sungguh cocok bermain di film Wrong Back, kau bisa menjadi korban yang cocok para psikopat itu, biasanya karakter wanita jelek sepertimu menjadi sasaran empuk," ucap Revan sambil berkedip kepada Penelope.

"Berhenti berdebat, kita harus mencarinya sebelum malam tiba."

***

Hangat, nyaman dan empuk, itu yang dirasakan Natasya sekarang ini, dia masih menutup matanya, namun sedikit demi sedikit dia pun membuka matanya yang terasa berat. Terlihat api menyala dari sebuah perapian, bau kayu bakar dan sesuatu yang berbau mint, juga tercium wangi anggur dan wangi kain yang baru dan bersih. Natasya merasa sangat nyaman, namun kesadaran dan kenyamanan itu menghantamnya pada realita.

Ingatannya seakan terputar ulang, dan ingatan terakhirnya dia sedang berada di dalam tumpukan salju dan tidak bisa keluar dari sana.

"Di-dimana tempat ini?" Natasya mengedarkan pandangannya, dia melihat sebuah ruangan luas dengan tempat tidur ukuran king Size, perapian yang masih kuno dan klasik, serta sofa empuk, dan meja bundar dengan sebotol Wine dan gelas mewah di atasnya.

Suara langkah kaki dari luar pintu membuat Natasya kembali berbaring dan menutup matanya. Pintu kayu itu berderik, membuat napas Natasya menjadi cepat.

"Apa tuan ingin makan di kamar ini? Sepertinya gadis itu belum sadar," ucap suara seorang pria.

"Aku tidak menyangka tuan membawa seorang gadis muda yang sangat cantik, biasanya dia tidak akan tertarik dengan menolong orang lain, dia tidak akan peduli, apalagi membawanya ke mansion ini, tempat yang tidak terjamah oleh siapapun yang tidak diinginkan tuan Leano."

"Hati-hati ucapanmu itu Mery, apa kau pikir tuan Leano seorang monster? Jika kau mengucapkan sekali lagi, dia bisa ...." Pria tua itu terdiam, mata redupnya memandang dari pintu masuk.

"Kenapa kalian berdua berkumpul di sini? Apa wanita itu belum sadar?" Suara itu terdengar dalam dan berat, Natasya bisa tahu pria itu bertubuh besar dengan hanya mendengarkan dari langkah kakinya yang kuat menapak. Wangi mint menghantam hidung Natasya, bau manis dan wangi itu bercampur dengan Wine, ingin sekali Natasya menghirupnya lebih lama, wangi itu menyenangkan dan terasa menyegarkan.

"Belum tuan, dia belum bangun, padahal dia pingsan sudah cukup lama. Apa sebaiknya kita bawa ke desa dan mencari Dokter? Bukankah dia tertimbun salju?" ucap suara wanita tua itu menyarankan.

"Tidak perlu, kalian keluarlah, biar aku yang mengatasinya," ucapnya.

"Mengatasinya?" Mereka berdua saling menatap, namun tidak bisa menentang perintah dari tuannya.

Pintu menutup, pria itu berjalan menuju meja dan menuangkan wine itu di gelas yang ada di atas meja, pria itu duduk sambil menyesapnya dan menatap kobaran api di perapian.

"Bangun. Tidak perlu lagi berpura-pura, aku tahu kalau kau sudah sadar." Pria itu masih menyesap minumannya tanpa menatap gadis itu. Perlahan Natasya membuka matanya, karena sudah ketahuan, jadi dia tidak bisa berbohong lagi.

"A-anda tahu? Erm terima kasih karena sudah menolongku," gumam Natasya gugup, meskipun dia diselamatkan oleh pria itu, Natasya merasa tidak aman, apalagi dia mungkin saja seorang pemburu.

"Bukan keinginanku untuk menolongmu, aku biasanya tidak peduli pada orang lain, dia mati ataupun hidup bukan urusanku." Pria itu masih memandang perapian tanpa memandang Natasya.

"T-tapi anda menolongku," ujar Natasya pelan.

Pria itu akhirnya berbalik menatap Natasya. Dia seakan memindai tubuh Natasya, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambutnya.

"Seorang pemburu sepertiku menemukan seorang wanita di dalam hutan, apalagi sudah lama aku tidak menyentuh wanita. Apa kau pikir aku akan melepaskan kesempatan besar itu?" Kekehan terdengar darinya. Setiap gerakannya membuat Natasya terkejut. Natasya mundur perlahan, menjauh dan menyelimuti dirinya.

"Kenapa? Kau takut? Tentu saja kau harus takut."