Chereads / Cinta Noda Hitam / Chapter 37 - Tragedi kecelakaan yang fatal

Chapter 37 - Tragedi kecelakaan yang fatal

Aku menyuruh Alvin untuk segera pergi dari rumah ini, lama kelamaan dia semakin menguras emosi yang ada dalam jiwaku. Bantahan demi bantahan yang ditutupinya semakin membuatku geram dan tak habis pikir.   

Dengan segera ku panggil pak Tarno untuk melabrak dan mengusirnya dari sini. Setelah berbagai upaya yang dilakukan pak Tarno terhadap Alvin, akhirnya dia pergi meninggalkan kediamanku ini. 

Keesokan harinya aku pergi ke kantor untuk bekerja seperti biasanya. Saat aku sedang bekerja, kira-kira waktu menunjukan pukul 09.30wib, tiba-tiba terdengar suara handphone berbunyi dari dalam tas kecilku.

"Assalamu' Alaikum, non?" Ternyata si mbok yang menelepon.

"Wa'alaikum salam. ada apa mbok, tumben si mbok menelpon" jawabku pada si mbok penasaran.

"Ini non, anuu!!"  Suara mbok inah begitu gemeteran dan terdengar sangat panik.

"Ada apa, mbok?" Jawabku penasaran

"Anu non, Pak Ariya dan Bu Diyana mengalami kecelakaan mobil, dan sekarang mereka sedang dalam perjalanan perjalanan ke rumah sakit.

Deg! Suara detak jantungku berdegup sangat keras, mendengar kabar tersebut yang seketika menghujam jantungku sangat terasa sakit dan tidak percaya.

Orang yang selama ini telah menganggapku sebagai anaknya sendiri telah mengalami kecelakaan, hatiku sama sekali tak percaya. 

Aku hanya tertawa kecil dan dengan sesaat aku bersedih, pada saat si mbok bercerita. Si mbok semakin meyakinkan aku kalau semua ini memang benar dan kenyataan.

Ternyata kabar tersebut memang benar, orang-orang yang berada di dalam kantor berseliwuri kalau Pak Ariya mengalami kecelakaan, termasuk Rany sang asistenku. Dia terburu-buru masuk tanpa permisi terlebih dahulu, karena situasi saat ini sangat genting, dan membuat seisi kantor menjadi panik. Terutama dengan diriku, yang selama ini sudah menganggap mereka sebagai orang tua ku sendiri, begitupun sebaliknya sama dengan anggapan mereka terhadapku yang mengakui aku sebagai anak kandung mereka sendiri.

Dengan sesat aku tak mendengar atau pun merespon suara Rany yang sedang berusaha menceritakan semuanya terhadapku, karena aku pun sudah lebih dulu mengetahuinya. Aku pun sendiri tak ingat dunia pada sesaat, teringat akan binar-binar senyum kebahagiaan saat bersama mereka berdua, aku tersadar setelah Rany menepuk pelan pundakku. 

Tanpa berbicara sepatah kata pun pada Rany, aku langsung keluar dari dalam ruangan menuju parkiran untuk mengambill kendaraanku, setelah melihat pesan dari mbok inah yang mengirim alamat rumah sakit yang merawat mereka.

Terdengan lapat-lapat suara Rany yang menyauriku, tapi tak aku respon saking panik dan terburu-burunya. Tapi setelah aku memegang pintu mobil, ada tangan seseorang yang tiba-tiba menggapai tanganku. 

"Dalam keadaan seperti ini ibu jangan menyetir sendiri dulu, biar aku yang menyetir dan mengantar ibu!" Ternyata Rany, dia buru-buru menghampiriku karena dia khawatir terjadi apa-apa dengan diriku, mengingat tekanan batin yang saat ini mendera perasaanku.

Tak terasa air mataku keluar dari pelupuk mata yang mengalir sangat deras, sehingga membasahi seluruh pipiku. Aku menangis tanpa mengeluarkan suara sama sekali, karena takut membuat Rany semakin khawatir.

Setelah melewati perjalan selama beberapa menit, kami pun sampai di sebuah rumah sakit yang telah di tuju dari tadi. Dengan segera aku keluar dari dalam mobil, langkah kakiku begitu tergesa-gesa sehingga tak terasa menyenggol seseorang yang sedang berjalan di sampingku, dan membuatnya sedikit memarahiku. Terdengar suara Rany menyahut dari belakang, dan segera meminta maaf atas kesalahanku. 

Aku tinggalkan mereka dan berlari menuju ruang pendaptaran utama. Setelah suster yang bertugas disana menunjukan ruang perawatan mereka aku segera menuju ruangan tetsebut, dimana mereka sedang dirawat di ruangan UGD. 

Kecelakaan yang mereka alami sangat fatal, sehingga salah satu dari mereka mengalami koma. Setelah salah dokter yang mengurus mereka keluar dari dalam ruangan yang memberitahuku, tapi aku belum tahu siapa yang mengalami koma sekarang ini, karena aku tidak di perbolehkan untuk memasuki dalam ruangan.

Hati dan perasaanku saat ini tak menantu serasa bercampur aduk. jiwaku terasa melayang, menginjak tanah pun tak aku rasakan. Begitu bergemuruhnya hatiku, seperti diterpa terjangan ombak yang teramat besar yang seketika datang menerpa bayangan diriku saat ini.

Sesekali aku melihatnya dari dinding kaca yang tirainya sedikit terbuka. Ku melihatnya dari celah-celah tirai tersebut, sambil mondar-mandir tak terasa tenang sedikit pun dalam hatiku. Selagi menunggu mereka ditangani oleh dokter-dokter ternama yang khusus dalam ahli bedah, aku dengan segera pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu dan melakukan sholat. 

Dalam sembahku terhadap tuhan, aku hanya meminta kebahagiaan yang tiada terkira dengan memohon untuk menyelamatkan nyawa Pak Ariya dan Bu Diana yang sekarang ini sedang mengalami koma. 

Mengingat lagi kebelakang, kebahagiaan yang ku miliki perlahan satu persatu meninggalkanku. Dimana disaat aku kehilangan sosok Ayah yang menjadi pelindungku di susul dengan ibu yang meninggal karena sakit yang dideritanya. Namun bukan hanya terpisahkan oleh maut, dengan ikatan keluargaku pun aku alami. Memutuskan ikatan persodaraan dengan adik pungutku Sinta saat itu, Yang sekaligus berbarengan dengan harus terpaksa kehilangan sang suami tang teramat aku satang dan aku cintai.

Tapi sekarang ini, aku sudah tak memikirkan semua kejadian buruk yang meninpaku saat itu, dengan di hadirkannya sosok Ayah dan lbu pengganti seperti Pak Ariya dan Bu Diana,  yang memilki hati muliya dan luas seluas alam semesta ini. Bagiku yang menganggap mereka sebagai malaikat tak bersayap, yang seketika hadir dalam lembah hidupku untuk melengkapi dasar hatiku yang mulai merapuh.

Disaat aku sedang berdo'a untuk kesembuhan mereka, terdengar ketukan dari pintu mushola seraya menyahut pelan namaku. Tidak lain suara tersebut adalah Rany, dia menghampiriku untuk menyampaikan pesan dokteryang menangani mereka berdua.

Rany mengatakan bahwa mereka saat ini membutuhkan trankusi darah, aku sedikit terkejut mendengarnya. Mengingat mereka yang sudah tidak mempunyai sanak sodara, selain kedua anaknya yang sekarang ini sedang menjalani tugas di Blitar dan berpropesi sebagai tentara militer. Meski dalam usia masih muda, mereka sudah sukses dalam mewujudkan cita-cita mereka. Dan itu pun berkat dorongan dan dukungan dari kedua orang tuanya yang saat ini mengalami koma.

Sekarang ini mereka sedang dalam perjalanan pulang ke indinesia, yang membutuhkan waktu cukup lama. Aku mencoba menghubungi mereka, tapi handphone nya tidak adayang aktif, mungkin karena mereka masih berada di dalam pesawat. Dan dilarang untuk tidak mengaktifkan alat komunikasi pada saat  jam penerbangan.

Hal itu hanya membuatku semakin bingung dan tak karuan. Dalam otak dan pikiranku saat ini, hanya tertuju pada Alvin. Satu-satunya anak mereka yang berada di indonesia, tapi hal itu tak mungkin aku lakukan, mengingat baru kemarin aku memaki dan memarahi Alvin, lagi pula mereka sangat membenci Alvin dan tak ingin berjumpa lagi denganya. Hal tersebut hanya akan memperburuk keadaan mereka.

Terlihat dokter berjalan menghampiriku dengan tergesa-gesa. Aku pun sangat terkejut, saat dokter menyampaikan sesuatu yang tak menyenangkan ini.