Chereads / Running Time / Chapter 4 - Warning The Are Zombies

Chapter 4 - Warning The Are Zombies

"Apa maksudmu, Bajingan?!" Shuura mencengkram kerah seragam tahanan si pria berambut merah. "Kamu berniat mengorbankan temanku?"

Varen sendiri tidak takut akan kemarahan Shuura. Dengan tenang menepis tangan si pirang pendek dan membalas. "Kenapa tidak?! Dia juga menumbalkan temanku."

"Tapi Hanxel mati karena keegoisannya sendiri," bela Shuura menolak pendapat Varen.

"Aku tahu. Tapi temanmu merasa diuntungkan."

"Bukan hanya Cakra, tapi kita semua!"

Shuura berteriak. Sangat geram akan sikap sinis Varen. Ia pun mengambil ancang-ancang untuk menyerang, tetapi langsung diblokir oleh kuncian tangan Rayyan yang menahannya, sedangkan Varen ditenangkan oleh Amru.

"Sudah cukup!' bentak Fattah murka. "Kita cari solusi ini sama-sama."

"Tidak!" bantah Varen menunjuk pria di samping Shuura. "Ini adalah satu-satunya jalan keluar. Cakra harus mau membuka pintu."

"Tidak. Aku tidak setuju," raung Shuura memberontak dari cengkeraman Rayyan. "Kenapa tidak si Bajingan ini saja yang membuka pintu?"

"Hey, Shui______"

"Jangan panggil aku seperti itu!"

"Oke, fine ... Shuura, kamu puas?"

"...."

"Kamu tahu temanmu itu yang paling cerdas di antara kita. Cakra pasti bisa menemukan pintu yang tepat dengan analisis tajamnya. Bukan begitu, Cakra?" ujar Varen menatap Cakra penuh arti. Yang ditatap hanya mendengkus. Tidak mengiyakan, tetapi tidak membantahnya juga.

Shuura termangu. "Aku tahu, tapi ...."

Semua orang menunggu jeda itu berakhir, terlihat sekali si pirang diselimuti keraguan. Sesekali melirik ke arah temannya. "Ya sudah, begini saja saja ... biar Cakra yang memilih pintu dan aku yang membukanya."

"Apa?" Amru memekik keras, iris matanya melotot sempurna.

"Kenapa? Apa kamu tidak setuju dengan pendapatku?" tanya Shuura innocent.

"Iya. Aku tidak setuju."

Shuura mengernyit. "Aneh. Dari tadi kamu hanya diam. Kenapa sekarang protes?"

Semua perhatian tertuju pada Amru yang menatap lurus wajah Shuura. Mereka semua menunggu alasannya. Namun, tanpa diduga Amru membuang muka dan beranjak menuju pintu bertuliskan bumi.

"Hoy, apa yang kamu lakukan?!" seru Fattah berteriak panik, mencegah Amru membuka pintu. Akan tetapi ....

Tik ....

Tik ....

Tik ....

... tanpa mengenal ketegangan yang terjadi, waktu terus berputar.

***

"Tunggu ... tidak ada tembakan?!"

Amru membuka mata. Tidak sedikit pun, ia merasakan sakit. Lantas, pria berkulit putih itu menoleh ke arah kenalan barunya. "Apa aku membuka pintu yang benar?"

Dengan tangan masih memegang handle pintu yang otomatis tertutup, Amru mengajak kelima pria lain untuk masuk. Mereka pun mulai menyusuri ruangan dibalik Pintu Neraka, meninggalkan tubuh Hanxel yang mendingin dan membiru.

"Syukurlah, kamu tidak apa-apa." Fattah menepuk bahu Amru. Keduanya memimpin perjalanan memasuki lorong gelap yang seperti tidak memiliki ujung.

Mereka berenam terus berjalan ke depan sampai seberkas cahaya menusuk indera penglihatan. Merasa bersemangat, Amru berlari mendekat. Pancaran kebahagiaan di wajahnya berangsur lenyap ketika melihat objek yang menyambutnya.

Amru melotot, mematung di tempat.

"Sialan! Itu gerombolan Zombie."

Varen yang berdiri lima langkah di belakang Amru berteriak keras. Di sebelahnya ada Rayyan, disusul oleh Fattah dan Shuura. Lalu, yang paling dekat dengan posisi Amru adalah Cakra yang menatap sekumpulan Zombie dengan alis mengerut.

"Cepat! Kita harus pergi dari sini!" pekik Varen berbalik ke tempat semula.

"GUARRGHH!!"

Kegaduhan itu memancing amarah para Zombie, mereka berjalan tertatih-tatih dan bersiap untuk menyerang. Sial, bagi Amru yang ada di posisi paling depan. Dirinya nyaris tertangkap Zombie, jika saja Cakra tidak menarik tubuhnya untuk menyusul teman-teman yang sudah berlari lebih dulu.

"Bodoh seperti Shui!" umpat Cakra. "Ayo, cepat sembunyi di lorong. Biasanya Zombie akan tenang di tempat yang gelap."

"Hah ... huh ... Benarkah?" tanya Amru dengan napas tersengal-sengal. Pergelangan tangan kanannya masih digenggam erat oleh pria yang lebih tinggi darinya.

"Iya. Seharusnya begitu, tapi ...."

Cakra melirik segerombolan Zombie yang menguntit di belakang. Gerakan mereka masih agresif seperti diawal. Tidak ada tanda-tanda kelelahan. Geramannya pun tidak melemah sedikitpun, justru semakin menggelegi.

Menyadari kekalutan sahabat baik Shuura, Amru turut merasa panik dan berniat mencari tahu sebab-akibatnya, tetapi tindakan itu dihentikan oleh Cakra yang menyeretnya untuk berlari lebih cepat.

"Kenapa? Ada apa?" tanya Amru was-was.

"Tidak ada waktu. Nanti aku jelaskan."

Keduanya berlari semakin kencang dari kejaran Zombie yang terus meraung ganas. Sementara itu, keempat teman yang lain telah sampai di ruangan pertama. Bergegas Varen membuka pintu bertuliskan Bumi dan berniat menutupnya saat yang lain telah masuk.

"Apa yang kamu lakukan?" tegur Shuura menahan pintu. "Jangan dulu menutupnya, Cakra masih ada di sana."

"Peduli setan. Kamu ingin kita semua terinfeksi virus Zombie?"

"Tidak. Tapi kita harus menunggunya," balas Shuura menepis tangan Varen yang hendak meraih gagang pintu.

"Sebentar, Amru juga tidak ada di sini." Rayyan ikut menyela, bertukar pandang dengan Fattah yang berdiri di kubu Varen.

"Benar ... Kita tunggu mereka. Cakra mungkin tertinggal karena menolong Amru," timpal Fattah memberi keputusan, menarik bahu pria berambut merah untuk mundur.

Varen memberontak. "Apa, sih? Kenapa kalian begitu peduli? Bagaimana jika mereka telah berubah menjadi Zombie?"

"Hoi, kenapa kamu malah menyumpahi?" Shuura meradang, tersulut emosi dengan dugaan tak berdasar Varen.

"Aku hanya berbicara menggunakan logika."

"Logika ndasmu."

"Apa ka_____"

Drap ... Drap ... Drap ....

... Perkataan Varen terhenti oleh gema langkah kaki yang berlari ke arah mereka. Bunyi bising itu membuat mereka berkeringat dingin.

Apa ini detik terakhir mereka menjadi manusia?

***

"Kenapa kalian bengong?!"

Cakra menghardik begitu tiba di ambang pintu. "Cepat tutup pintunya! Zombie-zombie itu mengejar kita."

"Apa? Bagaimana bisa? Kalian ... Selamat?!"

"Tidak ada waktu!" sela Cakra memotong omelan Shuura, bergegas ia menarik tubuh kelelahan Amru masuk, lalu mencoba menutup pintu diiringi dengan bunyi geraman para mayat hidup.

"GROOAAUUUHHHH ...."

Akan tetapi, salah satu Zombie berhasil menjulurkan tangan kanannya untuk menahan pintu.

"Wuahhhhhh."

Shuura dan Rayyan berteriak kaget begitu melihat tangan berlumuran darah dengan daging busuk yang dipenuhi luka menganga. Belum lagi baunya yang amat menyengat. Ekspresi serupa ditampilkan oleh Fattah yang menganga sempurna. Sementara, Amru sibuk membantu Cakra menahan pintu dan Varen hanya mengamati dalam diam.

"Hoy! Apa yang kalian lihat?" tegur Amru gemas dengan respon pasif teman-temannya. "Cepat bantu kami."

"Ah, iya ...."

Bergegas Fattah dan Shuura membantu menahan pintu. Sedangkan Rayyan menyerang pergelangan tangan Zombie dan mencoba mematahkannya. Hanya Varen yang tidak bekerja. Pria yang memiliki manik hitam legam itu bergumam. "Kenapa mereka bisa melewati lorong gelap tadi?"

"Karena mereka mayat hidup tipe Z-H Dark 04," jawab Cakra melirik sekilas Varen yang tersentak.

"Z-H Dark 04? Apa itu?"

Amru yang ikut menyimak merasa penasaran sendiri. Alisnya terangkat naik tanda tak mengerti. Sebelumnya Cakra juga mengungkit hal itu, tetapi tidak menjelaskan secara terperinci.

"Itu adalah variant jenis Zombie yang kebal akan ketiadaan cahaya," jelas Cakra.

"Hah? Maksudnya?"

"Nanti saja penjelasannya. Waktu kita tidak banyak. Cepat buka pintu terakhir!" perintah Rayyan menyela pembicaraan. "Mereka jelas tidak bisa dilukai."

Rayyan bertukar pandang dengan Fattah yang tadi sempat ikut meninju wajah salah satu Zombie yang menerobos masuk. Akan tetapi, tubuh mereka seperti kebal akan serangan jenis apapun.

Fattah yang mengerti dengan tatapan telepati Rayyan, segera menyuruh Shuura yang paling dekat dengan 'Pintu Neraka' untuk membukanya. Beurnung si pirang itu tipe manusia penurut ketika dimintai tolong.

CKLEK!

Suara decitan bergema begitu Shuura mendorong pintu ke belakang. Seketika itu juga ruangan luas dan terang benderang menyambutnya. Suasana yang berbanding terbalik dengan lorong gelap di Pintu Bumi tadi. Sayangnya perbedaan itu membuat si pirang membeku.

"Ada apa Shui? Kenapa kamu tidak masuk?" tegur Cakra begitu melihat sahabatnya hanya berdiri di ambang pintu.

"Cakra ...."

"Ya. Apa kamu menemukan jalan keluarnya?"

"... Tidak."

Ada jeda yang menyesakan. "Jangan katakan ada serangan senjata tajam?" tebak Rayyan melotot horor.

"... Bukan itu juga."

"Apa ada segerombolan mayat hidup lain?" Kali ini, Fattah yang ikut menebak.

"...."

"Shui, kenapa kamu diam? Apa itu benar?"

"... Tidak, Cakra."

"Lalu?"

"Lebih buruk dari Zombie." Shuura menoleh ke arah teman-temannya, tetapi tatapan mata hanya tertuju pada Cakra yang balas menatap. Ekspresi datar dan cemas beradu.

"... Kita disambut tiga pintu misterius lain."

"WTF?!'

Mereka pun menyadari bahwa permainan belum berakhir.

Bersambung.