Chereads / Bos, Kawin Yuk! / Chapter 5 - Perempuan Itu... Gila!

Chapter 5 - Perempuan Itu... Gila!

"Panggil perempuan tadi ke sini sekarang!" titah Dimitri dengan tampang kesal.

Untung saja kesepakatan dengan Abraham tadi berjalan dengan baik. Sudah setuju konglomerat itu mengguyur perusahaan Dimitri dengan bantuan dana yang besar untuk perluasan bisnisnya yang rencananya bakal memasuki pasar eropa.

Kalau saja kejadian di loby tadi berdampak masalah besar, maka Dimitri bersumpah tidak akan melepaskan Syifa dan membuat perempuan itu menderita karena sudah memberikan kerugian besar pada perusahaan.

"Kalau dipikir-pikir, dia itu benar-benar perempuan gila," desis Dimitri dengan tampang sudah kesal bukan main, "Bagaimana mungkin tim HRD bisa nerima karyawan kayak begitu?"

Benar-benar bikin pusing. Perempuan yang bahkan tidak pernah ia lirik sekalipun selama di kantor, tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai kekasihnya. Lalu barusan, dia bersikap seolah sedang kerasukan dan mengaku melihat ular?

"Gila!"

Tangan Dimitri kemudian menggapai telepon di mejanya, menghubungi sekretarisnya di luar, "Bawakan informasi dan data diri perempuan di loby tadi. Bawa ke ruangan saya sekarang."

Belu sempat sekretarisnya menjawab, sudah ia tutup teleponnya agak dibanting.

Tak lama, pintunya terdengar diketuk dari luar. Terbuka kemudian dan wajah Syifa melongok takut-takut ke dalam.

Melihat perempuan itu, wajah Dimitri teralih sebal. Berdecak pelan dia sangking muak.

"Kamu sudah bosan kerja?" tanya Dimitri galak, "Saya seharusnya gak perlu pusing-pusing mikirin satu karyawan kayak kamu. Tapi kamu sudah membuat masalah besar. Ke kehidupan saya, lalu juga ke urusan perusahaan. Kamu tahu? Tadi itu kamu hampir merusak kesepakatan paling besar yang saya lakukan selama lima tahun terakhir!"

"M-Maaf, Bos," gumam Syifa pelan dengan kedua tangan terkepal di depan pahanya. Wajahnya sembab oleh air mata, karena memang dia menangis terus di mejanya setelah melihat wujuh ular berkepala manusia di loby tadi, "T-Tapi benar, Bos. Saya serius lihat ular!"

"Lancang kamu!" sentak Dimitri marah. Berdiri dia kemudian dari kursinya, berjalan menghampiri Syifa yang langsung merengut takut, "Kamu teriak-teriak ular sambil nunjuk ke selangkangan Pak Abraham tadi. Gak ada hal paling lancang yang pernah saya lihat selain apa yang kamu lakukan barusan!"

Mata Syifa melebar, saat paham apa yang Dimitri maksud, "B-Bukan ular itu maksud saya, Bos! Ini siluman ular. Kepalanya perempuan! Saya lihat sendiri."

Kening Dimitri mengerut, tampak semakin murka. Dari kemarin, Syifa selalu menunjukan tanda-tanda seperti orang sinting. Kemarin dia mengaku sering kesurupan, sekarang dia bilang melihat ular berkepala manusia di kaki tamu pentingnya.

"Kalau kamu kukuh kayak begini, saya gak punya pilihan selain keluarin kamu dari perusahaan. Saya gak bisa nerima orang berkebelakangan mental sebagai karyawan."

Tubuh keduanya seketika tersentak saat tiba-tiba suara benda jatuh terdengar dari arah meja kerja Dimitri. Ternyata dua buah figura bergambar keluarganya jatuh tertelungkup di atas meja. Wajah Dimitri tampak menegang melihatnya, melirik ke arah Syifa yang wajahnya langsung tampak ketakutan.

"Jangan main-main sama mejanya Bos Dimitri!" sentaknya berbisik ke arah meja.

Karena kini Syifa melihat sosok perempuan tua tengah duduk di atas meja Dimitri sambil menggerak-gerakkan tangannya cepat ke depan dan belakang. Wajahnya seram, tapi tidak seseram sosok ular berkepala perempuan yang ia lihat di loby tadi. Makanya Syifa berani ajak bicara.

"Udah gila beneran kamu!" desis Dimitri dengan wajah jengah. Tapi tidak bisa ia pungkiri, kalau bulu kuduknya terasa meremang sekarang.

"Gak bisa kayak begini," lanjut Dimitri sambil ia lipat kedua tangan di depan dadanya, "Kamu sudah gak bisa kerja lagi di perusahaan ini. Saya gak bisa..."

Kata-kata Dimitri terhenti saat pintu ruangannya terbuka secara tiba-tiba. Ada Arfan, sekretarisnya yang masuk dengan wajah panik.

"Pak, ada kabar dari Pak Abraham! Beliau tiba-tiba pingsan saat tengah di perjalanan dari sini."

***

Kepala Dimitri menoleh ke arah kursi penumpang di sampingnya. Mendesah kemudian pria itu dengan mata terpejam. Entah apa yang terjadi, tapi dia malah membiarkan Syifa ikut saat perempuan itu meminta diajak serta menuju rumah sakit tempat Abraham dibawa.

"Turunkan dia!" titah Dimitri pelan pada Arfan yang tengah mengemudi.

Kepala Syifa menoleh dengan wajah terkejut, "Bos, tapi saya harus lihat keadaan bapak tua tadi. Saya yakin kalau ini pasti akibat sosok ular yang saya lihat tadi."

"Iya! Karena saya tadi terlalu panik dan malah percaya omong kosong itu!" sentak Dimitri galak, "Kamu benar-benar lancang, ya. Kamu pasti berpikir bisa berbuat semenar-mena hanya karena Mama saya suka sama kamu. Jangan salah! Saya bisa bilang ke dia sekarang juga, kalau kamu hanya perempuan gila yang ngaku-ngaku sebagai pacar saya."

Syifa terhenyak seketika. Diam dia dengan tampang sedih.

"Ceritanya panjang. Bos pasti gak akan percaya. Tapi saya ini hampir mati, sebentar lagi hidup saya berakhir. Tapi itu bisa saya hindari dengan menikah. Menikahnya harus sesuai dengan kriteria. Dan Bos sangat pas."

Dimitri terkekeh pelan dengan bola mata berputar jengah. Alasan tidak masuk akal lagi yang keluar dari bibir perempuan itu.

"Tapi kalau Bos gak percaya sekarang, gak apa-apa. Tapi tolong, biarkan saya ikut ke rumah sakit. Saya harus lihat sendiri. Tolong percaya yang ini. Saya janji bakal bantu."

Mata Dimitri bergerak-gerak, menelisik wajah Syifa yang tampak bersungguh-sungguh.

Entah kenapa, dia malah tidak menjawab. Terpejam matanya sambil mengembus napas pelan. Karena tidak secuilpun kebohongan ia lihat dari sorot mata perempuan itu.

***

Kepala Syifa melongok-longok ke dalam ruangan VIP rumah sakit saat dia dan Dimitri diminta menunggu sebentar sebelum bisa masuk ke dalam.

Dimitri melirik ke arah Syifa, mengerut keningnya kesal bercampur bingung akan gerak-gerik perempuan itu.

"Jangan buat masalah. Di dalam ada keluarganya. Mereka sangat dekat dengan saya, jadi jangan coreng wajah saya di depan mereka."

Kepala Syifa mengangguk pelan dengan ekspresi khawatir. Ada perasaan takut juga, ngeri kalau membayangkan harus ia lihat lagi sosok ular berkepala manusia yang sebelumnya ia lihat.

"Silakan," ujar seorang bodyguard Abraham yang membuka pintu dari dalam.

Dimitri masuk, di belakangnya Syifa mengekor sambil tanpa sadar ia pegangi bagian belakang jas Dimitri, takut kalau tiba-tiba sosok ular menyeramkan tadi muncul.

Kepala Dimitri menoleh ke belakang sambil berdecak. Melotot matanya kemudian ke arah wajah Syifa yang langsung menyengir canggung, "Maaf, Bos," gumamnya pelan sambil melepas pegangan tangannya pada jas Dimitri.

Mata Syifa kemudian melirik ke arah ranjang tempat Abraham terbaring. Di sampingnya ada tongkat berwarna coklat di taruh, tepat di sisi tubuh pria tua itu.

Tapi yang membuat Syifa kemudian mematung adalah, saat ia lihat sosok bocah kecil perempuan tengah memeluki tongkat itu.

"Ya ampun, ngapain kamu?" tanya Syifa pelan.

Sontak semua yang ada di dalam ruangan itu menoleh ke arahnya. Termasuk Dimitri yang langsung mendesis kesal.

"Ke sini! Jangan ganggu!"

"Kamu bisa lihat aku?" tanya sosok bocah tadi kebingungan, "Aku suka sama tongkatnya."

Syifa melangkah mendekat. Secara refleks Dimitri menahan tangan perempuan itu, "Mau apa kamu, Gila?"

Pertanyaan itu tidak Syifa gubris. Ia tepis tangan Dimitri sambil dia terus melangkah mendekat.

Keluarga Abraham melirik sinis ke arah Syifa, kemudian mereka juga melihat ke arah Dimitri yang mengangguk memohon maaf.

"Ayo sini, main sama aku di luar," pinta Syifa pada sosok bocah perempuan yang tengah meringkuk terus mengelusi tongkat milik Abraham.

Bocah itu tampak ragu. Namun akhirnya dia mau juga memegang tangan Syifa, tampak terkejut dia. Tampak tertarik, karena baru ia temui manusia yang bisa melihat sosoknya.

Syifa berjalan keluar kamar kemudian dengan tangan seolah tengah menuntun seseorang. Jelas persis terlihat seperti orang gila di mata orang-orang di dalam ruangan itu.

Dimitri sekali lagi mengangguk sopan pada keluarga Abraham, "Maaf, Bu. Maaf atas ketidaknyamanannya. Saya harap Pak Abraham bisa cepat pulih."

Setelah mengatakan itu, Dimitri menyusul Syifa keluar. Dalam hati ia berjanji, bakal memarahi perempuan itu habis-habisan, dan kemudian akan ia pecat.

"Hei! Sudah keterlaluan kamu itu!" ujar Dimitri marah, menghentikan Syifa yang tengah berjalan di lorong.

Syifa berbalik, meraut takut wajahnya. Sadar dia, kalau Dimitri jadi lebih menyeramkan dari semua hantu yang pernah ia lihat kalau sedang marah. Yah, meski sosok ular yang sebelumnya ia lihat tetap lebih menakutkan.

"Bocah kecil ini suka sama tongkatnya," ujar Syifa sambil melihat ke arah bocah perempuan yang jelas tidak bisa Dimitri lihat, "Kayaknya dia sudah menyedot energinya Pak Abraham. Makanya sampai gak sadarkan diri."

"Memang iya?" tanya bocah itu tampak terkejut.