Chereads / Pangeran Robot / Chapter 7 - Si Robot Bosan

Chapter 7 - Si Robot Bosan

Pak Supri tersenyum melihat Rio yang asik mendengarkan musik, ia bersenandung pelan meski wajahnya masih sedatar biasanya.

Majikan mudanya sedang merasa senang hari ini. Mungkin saja ada hal menyenangkan yang terjadi di sekolah. Pikirnya.

Mobil SUV sudah berbelok di depan gerbang rumahnya, Pak Jodi si tukang kebun membukakan pintu pagar besar bercat putih itu, agar mobil bisa memasuki halaman rumah.

Sebenarnya Supri tak tega dengan pekerjaan Jodi. Dengan halaman rumah seluas ini, belakang dan depan hanya dia seorang yang merawatnya. Seharusnya majikannya mempekerjakan satu orang lagi, sayangnya ide Supri ditolak mentah-mentah oleh nyonya besarnya. "Kebanyakan pohon besar, jadi gak perlu terlalu butuh perawatan kan?" Jawaban nyonya besarnya memang tak terbantahkan.

Mobil sudah terparkir dengan sempurna di dalam bagasi, Rio keluar dari mobil masih bersenandung sejak tadi.

Memasuki rumah tanpa melepaskan earphonenya. Berjalan lurus menuju anak tangga dan menaikinya.

Rio tak memiliki banyak kegiatan setelah berada di sini, saat di Jakarta dulu jadwal sangat padat dan bahkan membuatnya kewalahan. Ia bersyukur tapi juga kesal, sang bunda tidak banyak tahu seluk beluk kota ini dan tempat les mana saja yang terakreditasi untuk bisa dimasuki Rio.

Jadilah Rio yang terbiasa sibuk itu kelabakan karena tak ada yang bisa ia lakukan, ia mengerjakan pekerjaan rumah, merecoki pekerjaan Sari pembantu baru yang ramahnya luar biasa, membantu semampunya pekerjaan Jodi si tukang kebun, meski akhirnya ia menyerah karena Jodi memohon kepadanya untuk istirahat. Supri hampir tertawa melihat betapa keras Rio bersikukuh untuk meraih sapu ijuk dari Jodi.

"Jangan den, nanti Ibu marah." Jodi memelas sambil meraih sapu dari tangan Rio yang putih dan mulus.

"Saya tidak ada kegiatan pak Jodi," Rio lunglai ketika akhirnya sapu berhasil direbut darinya.

"Gimana kalo renang? kolam renang di belakang udah saya bersihkan den."

"Oke." Seperti biasa, jawaban Rio begitu singkat. Ia langsung berjalan meninggalkan Jodi yang diam-diam menghela nafas lega.

Rio berjalan menuju belakang rumahnya melalui jalan setapak di samping, melewati Supri yang entah sedang apa di sana.

"Aden mau apa?" Supri mengikuti majikan mudanya, ia bisa menebak kalau Rio kesal meski tidak ada ekspresi apa pun di wajahnya.

"Berenang. Saya bosan."

Ini baru hari ke 2 Rio berada di sini. Tapi kata bosan yang lugas sudah meluncur dari bibirnya. Tentu saja, Rio akan bosan, tak ada kegiatan yang bisa ia lakukan. Mencuci mobil? itu sudah pekerjaan Supri, merawat tanaman? Jodi adalah pawangnya, bermain basket di halaman belakang? ia tidak memiliki lawan, membaca buku? semua buku yang ada di rak bukunya sudah ia baca berulang kali.

Komputer? apa yang membuatnya bisa tertarik dengan benda elektronik itu? sedangkan ia sendiri tidak memiliki apa pun tujuan untuk membukanya.

Sudah 5 putaran Rio berenang secara serius. Gaya bebas, punggung, dan gaya kupu-kupu bisa dengan mudah ia lakukan. Itu semua ia peroleh dari pelatihan renang saat SMP dulu. Sesekali ia hanya bermain-main air dan duduk di tepian kolam. Menatap langit sore yang sedikit mendung.

Tak lama Supri datang dengan nampan berisi jus buah naga dan beberapa potong roti kukus.

"Nyemil den," ia berjongkok di sisi Rio dan meletakkan nampannya.

"Terimakasih pak Supri." Tanpa ragu Rio menengguk jus buah naga di tangannya, hingga tersisa setengah gelas besar.

"Kalau bosan kenapa nggak masuk ekstrakulikuler aja di sekolah den?"

Rio menoleh spontan, ia tidak pernah ikut ekstrakulikuler apa pun sejak SMP. Tentu saja karena jadwal les privatnya saja sudah membuatnya tak punya waktu bermain.

"Saya bingung mau masuk apa."

"Jangan buru-buru, liat-liat aja dulu. Tanya sama teman sekelas Aden." Supri bangkit

"Iya." Rio mengangguk patuh dan kembali menengguk jusnya hingga habis. Keluar dari kolam dan meraih handuknya yang tersimpan di kursi kayu teras.

Meraih bajunya yang tadi ia pakai dan kembali memasuki rumah tanpa memakainya. Hanya sebuah handuk yang di sampirkan di bahu.

"Den, dibilas dulu baru istirahat ya!" Suara Supri dari dapur yang tak jauh dari tempat Rio berdiri membuat Rio terkejut.

"Iya." dengan terburu-buru ia menuju kamarnya, menaiki anak tangga melingkar yang kadang membuatnya merasa lelah.

Kegiatannya barusan tak banyak membantu menghilangkan rasa bosannya. Sepanjang ritualnya mandi, Rio terus terpikirkan tentang usul Supri padanya beberapa saat lalu. Tentang ekstrakulikuler di sekolah yang mungkin bisa ia masuki, dan mungkin juga bisa membuatnya sibuk lalu tak lagi merasa bosan.

Rio ingin membuat perubahan di sekolah barunya. Bundanya pun terlihat tak banyak bertindak tentang ini dan itu, atau mungkin bunda masih belum bisa menemukan apa yang harus ia lakukan pada Rio.

Karena Bunda ibarat remot kontrol bagi Rio. Semua.. tergantung bundanya.

***

Makan malam berlangsung sepi, bundanya makan di dalam kamar. Rio tahu dari Supri kalau bundanya sedang tidak enak badan hari ini. Makanya ia berinisiatif untuk mengupaskan beberapa buah dan membawanya ke kamar sang bunda.

Tangan kanan Rio membawa nampan berisi semangkuk buah-buahan yang telah dikupas dan dipotong, sedangkan tangan kirinya mengetuk pintu kamar bundanya, setelah tiga kali ia mencoba akhirnya ada jawaban dari dalam.

"Masuk!" suara bundanya terdengar parau.

Tanpa ragu Rio membuka kenop pintunya dan masuk sambil menutup kembali pintu kamar. "Rio bawa buah untuk bunda," ia menyodorkan nampan itu di hadapan bundanya yang duduk berselimut di atas ranjang.

"Waaaah makasih sayang!" sang bunda meraih mangkuk itu dan mulai memakan buah yang ada di dalamnya dengan garpu, "Maaf ya, bunda drop jadi gak bisa nemenin Rio."

"Bunda istirahat saja. Agar cepat sembuh."

"Ada apa Rio? Tumben Rio begini, ada yang Rio mau?" bunda menyadari tingkah anaknya, ia tahu betul gerak gerik Rio saat ia menginginkan sesuatu.

"Rio, boleh masuk ekstrakulikuler di sekolah?" pertanyaan itu membuat bundanya tersentak.. ia merasa senang, putranya kini memiliki sebuah keinginan di kehidupan sekolah.

"Memangnya Rio mau masuk ekskul apa?"

"Masih Rio pikirkan."

"Kalau itu beneran yang Rio mau. Bunda akan batalkan semua les privat Rio di beberapa tempat yang udah bunda tinjau."

Rona wajah Rio berubah sedikit kemerahan. Rio berpikir ini adalah kemajuan baginya, dan kemajuan bagi bundanya karena biasanya sang bunda akan memikirkan kembali ide Rio dan mengedepankan keputusan miliknya.

Rio bersyukur mengatakan keinginannya sekarang, sebelum bundanya mengunjungi beberapa tempat les yang dikatakan barusan. Kalau tidak mungkin saja jawabannya akan berbeda.

"Rio suka sekolah barunya?" Suara bundanya membuyarkan lamunan Rio tentang ekskul apa saja yang bisa ia masuki.

"Suka bunda," sebenarnya ia tak yakin dengan jawabannya, baru dua hari ia menjalani hari-hari sekolah disana. Belum ada yang bisa membuatnya tertarik.

***