Melupakan sejenak kebimbangan Dani dan Intan, sekarang terlihat Leslie tengah terduduk di bawah batu besar dengan nafas yang cukup memburu.
Keringat bercucuran di dahinya, sebagian besar tenaganya habis karena berlari. Leslie menengadahkan wajahnya kelangit. Serintik air langit jatuh, mendarat tepat di bawah matanya.
Tahilalat kecil di bawah matanya itu sekarang mempunyai teman, setetes air yang entah kenapa bisa jatuh. Padahal tidak ada awan, atau pun pohon yang bisa saja menjatuhkan air.
Leslie menghela nafas gusar. Ia termenung dengan apa yang baru saja terjadi. Dunia damainya, keresahan, rasa ingin kabur sekarang bertukar menjadi masalah diluar nalarnya.
Darah segar terlihat di tangan Leslie, hanya menempel dan sedikit tetesan. Terkesan itu bukan miliknya.
Sebelah mata Leslie sekarang berubah lagi menjadi biru kekuningan. Melotot tajam ke arah depannya. Seketika angin berhembus, menyibak surai lembut Leslie ke arah belakang.
"Ra,,"
"Hei bocah!"
Suara bariton yang lebih menyerupai robot itu menyapa telinga Leslie sebelum dia menyelesaikan kata-katanya. Sorot kebencian sangat jelas terpancar dari mata Leslie.
Belum lagi keringat dingin yang muncul. Ia tahu betul makhluk di depannya ini, ia sering melihat lukisan-lukisan makhluk ini di desa.
Makhluk yang dihormati oleh warga desanya. Bertubuh manusia dengan ukuran besar, berkepala kerbau. Matanya semerah api. Inilah ragon, dedemit serakah yang selalu meminta imbalan atas pekerjaan yang tidak dilakukannya.
"Cih! Kau sudah ditandainya"
Leslie mendesis, ia tak paham apa yang di ucapkan dedemit itu. Namun, ketakutan jelas terpancar dari wajahnya.
Ragon meraung marah, suara khas kerbau bercampur kucing terdengar memekakan telinga Leslie. Leslie menutup telinga dan matanya.
Kemudian tubuh Leslie melayang, terhenpas ke samping dan berguling di lereng bukit.
Sekarang kita bisa melihat dengan jelas keberadaan Leslie. Ia tepat di perut bukit, lebih dekat ke puncaknya. Tanah yang begitu miring membuat Leslie terpental cukup jauh.
"Aarrkhh"
Leslie menubruk batu. Pelipisnya berdarah, punggungnya melengkung menahan sakit akibat benturan.
Ragon melayang ke arah Leslie, ia memukul Leslie dengan tangan besarnya. Lalu menarik kerah Leslie dan mengangkat pria itu dengan mudah ke udara.
"Setan busuk!"
Makian Leslie semakin membuat amarah Ragon naik. Makhluk itu mendengus kesal, asap keluar dari hidungnya, terasa sangat panas begitu mengenai wajah Leslie.
"Terima akibatmu, bocah sialan!"
Leslie kembali di hempaskan ke tanah, Ragon menampari pipi pria mungil itu dengan tangannya yang berkuku tajam. Bekas tamparan dan kukunya membuat wajah dan leher Leslie penuh luka.
Tak hanya itu, Ragon kemudian mencabik pakaian yang di kenakan Leslie. Pakaian itu telah compang camping, tak berbentuk, hingga memperlihatkan tubuh putih Leslie yang penuh lebam dan luka.
"Bajingan kau! Makhluk laknat!"
Ragon sangat marah, badannya membesar, hingga baju yang terbuat dari kulit binatang itu robek tak berbentuk.
Leslie bergidik ngeri melihat tubuh penuh bulu yang di miliki Ragon, ia sangat membenci makhluk itu. Namun ketakutan lebih mendominasi ketika Ragon berjalan mendekat.
"Menjauhlah!"
Pekik Leslie, sangat ketakutan.
Ragon menyeringai, terlihat taringnya sangat tajam. Senyum kepuasan yang ditampilkan makhluk itu sangat menyeramkan. Guratan matanya yang mengeluarkan ekspresi marah tak kunjung hilang ketika dia menyeringai puas.
Leslie meneriakan kata tolong dalam hatinya. Meski ia tahu semua akan sia-sia.
Ragon mengangkat tubuh Leslie, lalu menghempaskan di atas sebuah batu. Makhluk itu kalap, ia memutar tubuh Leslie dan menanamkan kemaluannya pada bokong Leslie yang telah penuh oleh lebam kebiruan.
~~
"Mereka di sini!" Teriak seorang warga desa.
Dani dan Intan yang tengah berlari di area persawahan tersentak. Lalu mereka menoleh pada arah datangnya suara.
Puluhan warga berlarian mengejar, Intan dan Dani melotot, mereka pun berlari. Berusaha lebih kencang, namun tak jauh setelah itu, mereka tertangkap.
"Anak sialan!" Maki Ayah Dani.
"Ampun yah" Pinta Dani memohon.
Ayah Dani kalap, ia memukuli anaknya sendiri dan menggiring langsung ke rombongan.
Dani sayup-sayup mendengar tangisan Intan. Intan di tarik paksa dan di lucuti pakaiannya di tengah sawah.
Dua muda mudi itu mendapat penderitaan mereka masing-masing.
Dani tak sanggup hanya sekedar mendengar permintaan tolong Intan.
Tubuh Dani telah lemas, berbagai luka dan lebam memenuhi seluruh tubuhnya. Intan tak kuasa lagi melawan, ia pasrah.
Tak lama kemudian tetua suku datang. Kelompok yang terdiri dari 6 orang tua renta itu mendecih marah. Mereka satu persatu meludahi Dani dan Intan yang sudah sangat memprihatinkan.
"Giring mereka ke lapangan" perintah ketua para tetua.
Arakan pun berganti, menjadi sesi hikuman untuk Dani dan Intan. Fi lapangan, sudah banyak masyarakat yang berkumpul.
Dani sempat melirik jam, ini sudah jam 2 pagi. Namun sepertinya tak ada yang beristirahat, semua warga desa dari yang kecil sampai yang tua memandang sinis padanya dan Intan begitu mereka tiba di lapangan.
Api unggun besar telag berkobar di tengah lapangan. Terdapat juga tikar dari anyaman daun pandan di sebelah api tersebut.
Dani kemudian di seret menuju tikar itu. Ia di pukuli beramai-ramai sambil para tetua membacakan mantra.
Lapangan heboh, seluruh warga desa berkomat-kamit membaca permintaan ampun dengan nada marah dan putus asa. Intan menangis, ia sekarang hanya bisa tersimpuh tanpa tenaga. Tubuhnya linu akibat perbuatan tak terpuji yang ia terima disawah tadi.
"Bakar dia!" Perintah salah seorang tetua suku.
Dani melotot, matanya yang telah berdarah itu terlihat sangat takut.
"Tidak!" Pekik Dani tertahan.
Ayah Dani maju melangkah ke arah putranya. Ia mengangkat Dani dan menggiring ke arah api unggun yang sudah sangat besar. Beberapa orang terlihat menyiramkan minyak tanah untuk menambah kapasitas api.
"Maafkan ayah" bisik ayah Dani pelan.
"Ayah, aku tidak salah, aku tidak salah"
"Ayah harus menghukummu. Agar Ragon tidak marah"
Dani menjatuhkan dirinya, ia berlutut di kaki Ayahnya. Kepalanya di tengadahkan dengan tangan yang dekap di dada.
"Ayah! Aku tidak salah, aku hanya menjalan perintah dari Leslie"
Semua warga desa terdiam, mereka menatap Dani curiga. Sedangkan Intan melotot tak percaya dengan penuturan Dani.
"Aku di suruh menyelamatkan wanita itu!" Dani menunjuk Intan "karena Leslie mencintai wanita itu. Mereka sepakat akan memberiku imbalan yang besar jika aku membantu mereka"
Semua warga desa memandang marah pada Intan. Intan meneteskan air matanya, sambil menggeleng. Ia ingin bersuara namun tak sanggup. Tenaganya benar-benar hilang.
"Aku hanya patuh pada Leslie! Karena dia tuanku! Aku merasa tidak adil! Leslie lah yang patut di bakar!" Ucap Dani berapi-api.
Semua warga desa terlihat berdiskusi. Dani memandang dengan tatapan harap-harap cemas.
"Obati Dani!, bakar wanita ini!" Seru Tetua kemudian.
Dani tersenyum miris, beberapa orang mengangkat tubuhnya untuk di obati. Sedangkan Intan memandangi Dani dengan sorot mata sangat kecewa.
Beberapa warga desa menelanjangi Intan lalu memperkosanya secara bergantian, Lagi. Kemudian menggiring wanita malang itu ke depan api unggun dan mendorongnya ke dalam kobaran api tersebut.
Dani yang melihat itu meringis, ia memandangi Intan yang mulai dilahap api.
Terlihat jelas makian Intan untuknya "kaulah setannya"
~~
Sosok pria putih pucat bertudung memandangi Leslie yang teringkuk pungsan di tanah. Ia kemudian melepaskan jubahnya, kemudian menyelimuti tubuh mengenaskan Leslie.
"Aku tak seharusnya meninggalkanmu tadi. Maafkan aku Leslie~"