Mendengar ucapan itu, Li Yong menarik muka. Ekspresi wajahnya semakin dingin. Dia paling tidak suka kepada manusia seperti yang ada di hadapannya saat ini.
"Dia bukan Dewa. Dia pun bukan orang terhormat, jadi jangan berharap kalau aku mau bersujud kepadanya," ucapnya sambil tersenyum mengejek.
Orang tadi semakin marah. Seumur hidupnya, selama mengabdi kepada Hartawan To, rasanya baru sekali ini saja dia bertemu dengan manusia seperti pemuda di hadapannya sekarang.
"Beliau memang bukan Dewa di Nirwana, tapi beliau Dewa di dunia. Siapa bilang beliau bukan orang terhormat?". Dia menarik muka sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "Semua orang menghormati Hartawan To. Hanya orang-orang bosan hidup saja yang tidak mau hormat kepada beliau," katanya dengan nada dingin.
"Aku tidak percaya," jawab Li Yong dengan nada datar.
"Percaya tidak percaya, kau tetap harus percaya. Sekarang, lakukan perintahku tadi!!!" bentaknya sambil menunjuk ke tanah.
"Kalau aku tidak mau?"
Orang itu mulai naik pitam. Kesabarannya telah habis. Ingin sekali dia menghajar pemuda sombong ini. Untunglah dia berhasil menahan amarahnya sendiri. Bagaimanapun juga, dia tidak boleh bersikap gegabah. Apalagi latar belakang pemuda itu masih misterius.
Sementara di sisi lain, Hartawan To sendiri tampak tenang-tenang saja. Bahkan sekarang dia sedang duduk di sebuah kursi yang dibawa oleh para pengawalnya. Di depannya ada meja kecil. Di atas meja kecil itu ada satu guci arak dan beberapa hidangan pelengkap lainnya.
Saat ini Hartawan To sedang minum arak yang sudah dituang ke dalam cawan. Cara minumnya sangat perlahan. Seolah-olah dia sedang menikmati arak tersebut.
Ekspresi wajahnya masih tampak seperti semula. Terlihat angkuh dan masa bodoh. Sepertinya, terhadap hal-hal semacam ini, dia sudah sering menghadapinya. Sehingga hartawan itu tidak terlihat kaget walau sedikit pun.
Hebatnya lagi, dia tetap masa bodoh ketika namanya disebut dan bahkan sedikit direndahkan. Jika yang berada di posisinya adalah orang lain, niscaya orang itu bakal langsung naik darah. Bukan tidak mungkin pula akan segera menyuruh semua anak buahnya untuk menghajar manusia itu.
Untunglah, Hartawan To bukan orang lain.
Untuk membunuh pemuda di hadapannya ini, baginya sangat mudah. Oleh sebab itu sampai sekarang dia masih belum juga memberikan reaksi.
Berbeda dengan anak buahnya tadi. Karena amarahnya sudah terpancing, tanpa sadar dirinya langsung mencabut golok yang berada di pinggangnya.
Sringg!!!
Cahaya keperakan tampak lebih gemerlap ketika tertimpa sinar matahari. Dalam keadaan demikian, ketajaman golok itu seakan menjadi berlipat ganda.
"Kalau kau tetap tidak mau melakukannya, maka golok ini yang akan berbicara," ucapanya setengah geram.
"Aku tidak perduli. Dan aku tetap tidak sudi melakukannya,"
Sifat Li Yong adalah keras kepala. Ketika dia sudah mengambil suatu keputusan, kalau tidak mengubahnya sendiri, maka jangan harap ada yang mampu mengubah keputusannya itu.
Jangankan manusia, bahkan mungkin para Dewa di alam nirwana pun tidak akan mampu mengubahnya.
"Baik. Selanjutnya, biar golokku ini yang bicara," kata orang tersebut sambil berseru lantang.
Bersamaan dengan itu, tubuhnya langsung menerjang ke depan. Golok itu diayunkan. Dengan tenaga luarnya yang lumayan besar, golok tersebut dapat bergerak sangat cepat.
Wutt!!!
Sambaran golok hampir tiba dan mengarah ke bagian kepala. Sepertinya orang itu ingin membelah batok kepala Li Yong.
Untunglah pemuda itu bukan pemuda sembarangan. Sehingga meskipun serangannya cepat, tapi caranya menghindari serangan malah jauh lebih cepat lagi.
Dengan menarik sedikit tubuhnya ke belakang, golok tadi lewat satu jari di depannya.
Tapi belum lagi golok jatuh ke bawah, pemiliknya sudah kembali melakukan serangan susulan. Kali ini, sebuah tusukan dilayangkan mengincar ulu hati.
Gerakan itu sangat tiba-tiba. Siapapun tidak akan ada yang menyangka.
Dalam hatinya, Li Yong merasa cukup kagum kepada orang tersebut. Meskipun hanya seorang anak buah, tapi kemampuan sudah terhitung lumayan.
Sayangnya, saat ini dia telah berhadapan dengan orang yang salah.
Sebelum tusukan maut itu bersarang di ulu hatinya, tiba-tiba seluruh gerakan orang tersebut langsung berhenti. Serangannya berhenti. Detak jantungnya juga berhenti.
Clangg!!!
Tiba-tiba golok di tangannya jatuh ke tanah. Tidak berapa lama kemudian, orangnya juga jatuh telentang di atas tanah.
Dia telah tewas!
Tidak ada darah yang keluar. Tidak ada pula suara yang terdengar.
Yang ada hanyalah sebuah titik yang tepat berada di tengah-tengah tenggorokannya. Titik itu kecil. Lubangnya juga kecil.
Begitu dilihat lebih teliti, ternyata di sana telah tertancap sebatang jarum hitam sepanjang setengah jari!
Semua orang yang ada di sana langsung membelalakkan matanya lebar-lebar. Mereka tidak percaya dengan apa yang disaksikan oleh kedua matanya saat ini. Lebih-lebih lagi, mereka tidak menyangka bahwa pemuda asing tersebut, ternyata mempunyai kemampuan yang sangat tinggi sekali.
Membunuh dengan senjata rahasia sangatlah susah. Tidak semua orang bisa melakukannya. Apalagi kalau pembunuhan itu dilakukan dalam jarak dekat dan terbuka. Jika tidak mempunyai kecepatan yang mampu diandalkan, maka jangan harap usaha itu bakal berhasil.
Tapi sekarang, kenyataan bahwa pemuda itu mampu membunuh seorang anak buah Hartawan To dengan jarum hitam dan pada jarak yang demikian dekat.
Bisa dibayangkan, kira-kira secepat apa gerakannya?
Sembilan anak buah Hartawan To berdiri mematung. Mereka berharap bahwa apa yang dilihatnya saat ini adalah mimpi. Namun sungguh sayang sekali, semuanya nyata.
Mau tidak mau, mereka harus tetap percaya.
Sementara itu, Hartawan To sendiri terlihat berbeda. Dia tidak tampak terkejut atau tidak percaya seperti puluhan anak buahnya. Ekspresi wajahnya masih tenang. Bahkan dia masih bisa minum arak.
Apakah itu artinya, dia sudah menduga akan semua ini?
"Hahh …" tiba-tiba Hartawan To menghela nafas panjang.
Setelah itu dia bangkit berdiri, lalu berjalan ke arah anak buahnya yang bernasib malang itu. Pria gendut tersebut berjongkok lalu memeriksa luka yang diderita olehnya.
"Hemm, dia punya mata, tapi tidak bisa melihat," ucapnya seolah merasa sedikit menyesal.
Hartawan To sudah bangkit berdiri. Kemudian dia berpaling ke arah Li Yong lalu segera mengajukan pertanyaan kepadanya, "Siapa namamu?" tanyanya dengan nada hambar.
"Li Yong," jawabnya singkat.
"Li Yong, aku merasa baru mendengar nama itu,"
"Aku bukan orang terkenal. Bukan pula orang terhormat sepertimu,"
Kalau bukan orang terkenal dan terhormat, bagaimana mungkin ada orang yang mengenal dirinya?
Hartawan To hanya tertawa ketika mendengar jawaban tersebut. Meskipun sikap pemuda itu selalu tampil dingin, tapi dalam hatinya dia sedikit tertarik.
"Hahaha, bagus, bagus. Aku suka orang sepertimu. Kepandaian yang kau miliki juga sangat memukau,"
Li Yong tidak menjawab. Dia hanya tersenyum dingin kepadanya.
"Bisakah kau menunjukkan bagaimana caramu menggunakan jarum hitam itu?"
"Tidak bisa,"
"Kenapa?"
"Karena kalau aku menunjukkannya, saat itu kau pasti mati,"
Ucapannya tegas dan penuh keyakinan. Kalau perkataan itu diutarakan oleh orang lain, pasti Hartawan To tidak akan percaya.
Sayang sekali, untuk saat ini dia harus percaya. Sebab anak buahnya telah menjadi bukti yang nyata.