Sepeminum teh kemudian, pemuda serba merah itu sudah tiba kembali di bawah lembah. Ia terus menyusuri jalanan berdeu selebar dua kaki itu dengan ekspresi wajah yang tetap sama.
Ekspresi wajahnya makin dingin. Tatapan matanya bertambah kosong.
Jalanan setapak itu berada di pinggiran kota. Di kanan kiri terdapat hutan lebat. Semak belukar menghiasinya. Rumput setinggi dada juga berkumpul di setiap titik.
Tiba-tiba langkah Li Yong terhenti. Ia merasa di sana ada orang lain yang sudah menunggunya.
"Keluar!" katanya sambil membentak nyaring.
Suara itu ibarat halilintar. Sangat keras, menyeramkan, dan membawa suatu daya kekuatan tersendiri. Kalau orang biasa yang ada di sana, niscaya ia akan lari terbirit-birit karena saking takutnya mendengar suara bentakan Li Yong.
Jika tidak demikian pun, mungkin dia akan merasa bulu kuduknya berdiri tegak.
Untunglah di sana tidak ada orang biasa. Kalaupun ada, pasti dia adalah orang persilatan. Manusia yang memiliki ilmu kepandaian.