Chereads / RAHASIA SANG IDOLA / Chapter 4 - MEMILIH HENGKANG

Chapter 4 - MEMILIH HENGKANG

Marissa mulai muak. Pertengkaran demi pertengkaran pun terus mewarnai hubungannya dengan sang Ayah.

Echa mulai tertekan karena terus dipaksa bekerja. Demi membiayai hidup keluarganya. Apalagi Lara semakin beranjak besar, butuh biaya yang tidak sedikit.

Berbulan-bulan Echa dan Fero berulang kali terlihat konflik.Terlebih jika pekerjaannya itu menghalanginya untuk bermain dengan teman sebayanya. Marissa selalu berontak.

"Echa, kamu nggak bisa gini terus. Ayah kan sudah nggak kerja. Hanya fokus mengurus kamu agar kamu bisa jadi artis terkenal," tegur Pak Fero saat Echa menolak kembali syuting.

"Echa capek, Yah."

"Tapi, Cha, kalau kamu nggak syuting, uangnya dari mana? Katanya kamu mau liburan? Belum lagi biaya adik kamu. Semakin besar, biaya Lara semakin besar juga, Echa. Please, kamu syuting ya," bujuk sang Ayah.

Marissa pun dengan berat hati mengikuti kemauan Ayahnya lagi. Demi memenuhi kontrak yang terlanjur disepakati Ayahnya.

Berbulan-bulan, Marissa terus bekerja. Mengalah. Sekolahnya pun terbengkalai. Hingga akhirnya, Marissa berada di titik nadirnya. Ia mulai tak sanggup bertahan. Pertengkaran Marissa dan Ayahnya malam itu menjadi titik balik hidupnya.

"Echa nggak mau jadi artis. Echa capek dan mau melanjutkan sekolah, Yah. Mulai hari ini, Echa nggak mau syuting lagi!" pekik Echa yang mulai berontak diusianya yang belum genap 17 tahun.

"Mulai berani kamu membangkang Ayah ya? Udah bisa apa kamu, Cha? Sanggup kamu hidup sendiri di luar? Kalau bukan Ayah, siapa lagi yang akan mengurus kamu, Hah?!" bentak Pak Fero yang juga murka dengan perlawanan putri sulungnya itu.

Marissa hanya terdiam. Selama ini, ia sudah menuruti semua keinginan Ayahnya. Kerja banting tulang demi membiayai kehidupan mereka hingga akhirnya dari honornya syuting, Marissa bisa membeli sebuah rumah yang lebih layak dibandingkan rumah kontrakannya dulu.

"Cha, mau ke mana kamu?" hardik Pak Fero. Ia pun menarik kasar tangan Marissa.

"Lepas, Yah. Echa suntuk, mau clubbing!" pekik Marissa.

"Berani kamu melangkahkan kaki keluar dari rumah, jangan pernah kamu kembali lagi ke rumah ini!" hardik Pak Fero.

"Ok, ok, Echa juga udah muak tinggal di rumah ini. Echa capek. Mulai sekarang, Echa pergi!" sahut Marissa lantang.

Marissa pun kembali ke kamarnya. Ia mengemaskan seluruh barang dan memasukkan ke dalam koper dan langsung keluar dari kamarnya.

"Oh, sudah berani kamu hidup sendiri?" pekik Pak Fero.

"Ayah yang ngusir aku kan?" cecar Echa.

"Ya udah. Kalau kamu merasa sudah mampu hidup sendiri. Tanpa bantuan Ayah lagi, silakan. Silakan kamu angkat kaki dari rumah ini!" hardik Pak Fero kesal.

Marissa pun berusaha menahan tangisnya. Ia pun berjalan melangkah pergi meninggalkan rumah yang ia beli dengan jerih payahnya sendiri.

"Maafin kakak, Lara," batin Marissa.

****

Marissa akhirnya memutuskan hengkang. Kini ia hidup sebatang kara. Tinggal di sebuah kost sederhana seorang diri. Tapi, Marissa bahagia. Hari-harinya dipenuhi dengan gelak tawa bersama teman-temannya.

Hingga suatu hari, ia berkenalan dengan seorang pria tampan. Andika. Sosok pendatang baru, sama sepertinya. Hubungan itu bermula saat Marissa dan Andika sama-sama mengikuti ajang pemilihan sebuah cover majalah remaja.

Kedekatan Echa dan Andika pun tercium media. Dengan cepatnya berita itu menyeruak dan menjadi headline di beberapa media. Juga di beberapa acara infotainment. Pak Fero pun akhirnya mengetahui kabar itu.

Saat menonton sebuah acara, Pak Fero pun langsung mencoba menghubungi Marissa. Namun, nomornya pun sudah diblok. Hingga ia kesulitan mencari tahu. Beberapa media yang hendak mewawancarainya pun ditolak.

Suatu malam, Pak Fero akhirnya berhasil menghubungi Marissa. Keduanya pun sepakat bertemu di sebuah lokasi syuting. Pak Fero pun senang, saat mengetahui Marissa masih terlihat syuting.

"Cha, sini kamu!" teriak Pak Fero menarik tangan Marissa dengan kasar.

"Yah, lepasin. Echa mau ketemu untuk bicara baik-baik ya. Bukan untuk dikasari lagi sama Ayah," pekik Marissa dengan wajah ketus.

Karena tidak ingin merusak lokasi syuting,Marissa pun pergi menjauh. Ia yakin, akan terjadi perdebatan panjang dengan sang ayah.

"Cha, apa benar kamu berpacaran dengan Andika?" tanya Pak Fero tentang berita yang sedang ramai beredar.

"Apa pedulinya Ayah? Selama berbulan-bulan aku keluar dari rumah, apa ayah pernah sekalipun bertanya kabar aku, Yah?"pekik Marissa.

"Apa Ayah pernah mencari tahu, aku tinggal di mana, makan atau nggak? Aku sehat aja atau nggak. Apa Ayah perduli?" cecar Marissa hingga membuat Pak Fero merasa tersudut.

"Ayah nggak bisa menghubungi kamu. Kamu memblok nomor Ayah kan?" sahut Pak Fero dengan wajah kesal.

"Kalau aku memblok nomor Ayah, kenapa aku dan Ayah bisa bertemu di sini?" timpal Marissa. Wajah Fero seketika memucat.

Fero dan Marissa terlibat pertengkaran. Keduanya sama-sama keras. Tidak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya, seorang artis senior yang juga pemilik sebuah manajemen artis mencoba merelai-nya.

"Pak Fero, Echa, ada apa ini?" tegur Riko, seorang artis senior yang kagum dengan perjuangan gadis muda, Marissa.

"Eh, Pak. Nggak kok. Biasalah, pertengkaran kecil," celetuk Pak Fero.

Akhirnya Rico dan Fero bicara empat mata. Mencoba menengahi, justru Rico dianggap ikut campur urusan keluarga Fero.

"Maaf,Pak Rico. Sepertinya anda terlalu jauh ikut campur permasalahan saya dan Marissa," pekik Pak Fero yang langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Tunggu, Pak," cegah Pak Rico yang sudah menganggap Marissa selayaknya adik sendiri.

Marissa hanya bisa menangis di sebuah sudut taman yang letaknya tidak jauh dari lokasi tempatnya syuting. Tidak berselang lama, Rico, datang menghampiri Marissa.

"Cha, kamu tenang aja. Bapak akan membantu kamu. Ayahmu itu sangat keras. Tega sekali dia meninggalkan kamu hidup sendiri," ucap Rico yang semakin kasihan pada Echa.

Marissa hanya diam. Ia pun menyeka bulir bening yang membasahi pipinya. Sesaat kemudian, ia berdiri dan menoleh ke arah Pak Rico yang sudah membantunya mencari tempat kos.

"Makasih, Pak."

Marissa pun beranjak pergi setelah menghentikan sebuah taksi yang lewat area taman itu.

"Kasihan Echa. Masih muda. Hidupnya sudah begitu berat," batin Pak Rico.

****

Setelah pertemuan Pak Fero malam itu dengan Marissa putri sulungnya, Fero semakin tidak perduli. Ia memutuskan melupakan jika memiliki anak seorang artis. Baginya Marissa adalah anak yang durhaka. Pembangkang. Tidak beradab dan susah diatur.

Beberapa tahun berlalu, Marissa kini telah sukses dengan karir keartisannya. Marissa tidak pernah menemuinya. Hanya selalu mengirimkan uang untuk kebutuhan sang adik.

Suatu hari, Pak Fero berusaha mencari keberadaan Marissa. Ia ingin agar putrinya itu datang di hari pernikahannya. Sejak Marissa keluar dari rumah, praktis ia dan Lara hanya hidup berdua.

Pak Fero pun mulai membuka hatinya. Hingga akhirnya, ia berkenalan dengan Clara seorang wanita yang memikat hatinya. Tidak butuh lama, Pak Fero dan Clara akhirnya memutuskan menikah.

Marissa yang kini sudah sukses dengan karirnya pun mulai sulit ditemui. Bergabung dengan manajemen Pak Rico membuat karir Marissa semakin berkembang dan terarah. Bahkan butuh waktu hingga akhirnya Pak Fero bertemu dengan putri sulungnya itu setelah bertahun-tahun terpisah.

"Ayah cuma mau bilang, minggu depan Ayah akan menikah. Jika kamu bisa, kamu hadir ya," ujar Pak Fero.

"Menikah?" jawab Marissa.

Berita ini membuat Marissa syok. Ia tidak menyangka jika pada akhirnya akan memiliki seorang ibu sambung. Baginya Mama Angel tidak akan pernah tergantikan.

"Oh. Baguslah. Jadi Lara ada yang mengurusnya," sahut Echa yang nampak sinis.

"Kalau kamu nggak bisa datang ya nggak apa-apa. Ayah maklum, tapi kamu jangan lupa ya transfer uang buat Lara. Dia juga kan harus beli baju yang baru. Masa sih di hari pernikahan Ayah, dia nggak tampil cantik?" ujar sang Ayah. Marissa pun paham apa dimau Ayahnya itu.

"Ya udah.10 juta cukup kan buat kalian?" jawab Echa yang semakin sinis.

"Jangan lupa transfer ya. Ayah pulang dulu. Kamu baik-baik ya. Jangan buat aneh-aneh, nanti karirmu jadi hancur," sindir Pak Fero.

"Apa Ayah hanya butuh uangku? Nggak pernah sekalipun Ayah menemuiku, menghubungiku jika tidak meminta uang. Apa aku hanya di anggap mesin ATM berjalannya?" batin Marissa menjerit.

"Maaf, Yah. Aku nggak bisa datang. Mamaku hanya Mama Angel. Tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun."

bersambung .....