MENGHABISKAN waktu dengan seseorang yang baru gadis itu kenal, entah kenapa lebih nyaman dan aman dibanding saat bersama Peter yang malah membuat Kelly takut di awal pertemuannya. Mungkin karena Arka mampu mengajak bicara lawan dengan cara berbeda.
Kelly menikmati hembusan angin yang menyapu rambutnya halus.
"Mau ke tempat lain dulu? Aku bosan setelah sampai di rumah. Bagaimana kalau aku ajak kamu makan sesuatu lalu ke perpustakaan? Kelly, mau, 'kan?" tanya Arka.
Arka membuat pertanyaan yang sulit Kelly tolak. Tapi dia juga bosan jika langsung pulang. Maka Kelly menganggukan kepala tanda setuju.
Arka menatapnya senang sekali. Seakan-akan laki-laki itu telah mendapatkan sesuatu yang baik. Mata tulus dan indah itu selalu mencuri pandangan Kelly yang sedang menatap lurus jalan.
"Kamu cantik, Kelly."
"Ah, benarkah?"
Perlu dijabarkan bahwa hati Kelly mengapung saat ini. Setelah laki-laki di sebelahnya memujinya, Kelly menyampingkan telinganya sampai terpampang jelas telinga Kelly sangat merah.
Arka melihat hal itu, membuat jantungnya berdegup kencang. Telinga Arka juga sama halnya dengan Kelly. Tak bisa berbohong.
Cukup memakan belasan menit untuk Kelly dan Arka tak berbicara. Mereka saling tenggelam karena salah tingkahnya.
Arka mengusap dadanya pelan. "Perasaan apakah ini?" batinnya.
Sampai Arka berani mencairkan suasananya kembali supaya Kelly nyaman.
"Apakah kamu mendapat kebebasan setelah datang kesini?"
Pertanyaan Arka membuat Kelly diam. Rasanya, jantung Kelly akan berhenti memompa. Tangannya mengerat rok sekolah. Pipinya semerah mega.
"Hah? Maksudmu?" tanya Kelly. Pura-pura tidak mengerti.
"Maksudku, apakah kamu merasa memiliki kebebasan? Kamu murid baru, 'kan? Aku mendengar gosip perempuan lain bahwa kamu pindah ke sekolah kami karena di sana kamu tidak nyaman dengan tuntutan keras Guru dan Kepala Sekolah. Apakah Sekolahmu seperti Sekolah di Negara Korea? Stres seperti itu, 'kan?" papar Arka.
Hampir saja Kelly mengatakan bahwa dirinya Siren. Ternyata Arka menanyakan hal itu. Tapi gosip itu tidak benar. Tapi Kelly ingat bahwa dia pernah mengatakannya kepada seorang perempuan dari kelas lain yang tak dia kenal. Mungkin, Arka mendengar darinya.
"Ah, benar," jawabnya tak panjang.
Arka juga tak menanyakan hal itu lagi dan malah bercerita tentang bagaimana dirinya masuk Klub Renang yang menurutnya sangat menyenangkan. Beberapa kali, Arka menawari Kelly untuk masuk Klub itu. Katanya, Kelly tak perlu khawatir jika ada yang mengganggunya. Karena Kelly memiliki Arka.
Sampai cerita Arka selesai karena mereka sudah sampai di tempat makan yang selalu remaja kunjungi. Cafe OU yang sangat terkenal ini, ternyata dekat dengan rumah Kelly. Namun Hanna belum pernah mengajaknya.
Kelly yang ingin melepas sabuk pengaman, di halangi Arka dan dia yang menggantikannya. Tangan yang hampir menyentuh dadanya sukses membuat wajah Kelly merah malu. Arka juga dengan cepat turun dari mobil, untuk membukakan pintu Kelly.
"Terima kasih. Padahal aku bisa sendiri."
"Tidak apa-apa. Jika seperti itu, orang-orang akan mengira kita pasangan yang romantis," jawabnya.
Kelly telat mencerna perkataan Arka karena sedang sibuk mengambil ponsel. "Hm? Kamu bilang apa barusan?" tanya Kelly.
"Ahahaha. Maksudku, aku sudah lepar jadi bisakah kamu lebih cepat sedikit?" elaknya.
"Ah, maaf aku membuatmu lapar," ucap Kelly dengan polosnya.
Kini, mereka sudah menuju Cafe OU. Mereka memesan menu yang sama. Sambil menunggu pesanan datang, Kelly melihat laut dari ketinggian Cafe tersebut dibalik jendela.
Berbeda dengan Arka. Pemandangan dia ada di hadapannya. Bukan laut di sampingnya. Sesekali, Arka mengedip sangat pelan saat menatap gadis cantik itu. Rambut panjangnya yang sesekali menghalangi wajahnya, tak membuat Arka kesulitan mencari kecantikannya. Kelly benar-benar mengalihkan dunia Arka.
Kelly menatap ke arah depan dan tak sengaja melihat Arka yang curi-curi pandang padanya. Membuat Kelly tersenyum dan menatap kakinya. Kelly menatap sedih fakta bahwa dirinya adalah Siren yang memiliki ekor.
Kelly ingin lebih dekat dengan Arka. Namun Kelly takut jika orang di hadapannya kini tahu segalanya tentang Kelly. Sontak, senyumnya luntur.
"Kelly kenapa kamu cemberut? Apakah karena makanannya telat datang?" tanya Arka khawatir.
"Ah, tidak ada. Aku hanya senang karena Kak Arka mau mengajakku ke tempat ini. Sebenarnya, tempat ini dekat dengan rumahku. Tapi aku tidak pernah ke tempat ini," elaknya yang membuat Arka tersenyum tersentuh. Berarti, ini adalah hal bagus untuk membuatnya senang.
Sampai seorang pelayan memberikan makanan yang sudah mereka pesan tadi. Bersamaan dengan menyebutkan menu.
Kelly menatapnya sumringah. Dia mengambil sumpit dan langsung mencoba mie terlebih dahulu.
Arka menatapnya senang. "Apakah kamu tidak mencoba kuahnya dulu? Atau kamu memang sangatlah lapar."
"Sepertinya aku sangat lapar, haha."
Kelly dan Arka tak henti membicarakan hal random dan tertawa bersama. Lalu, mereka juga menceritakan gosip di sekolah sampai membuat Kelly mengerutkan kening dengan serius.
"Hahaha. Lucu sekali," kata Kelly dengan suapan terakhirnya.
"Kelly, sedekat apa kamu dengan Peter?" tanya Arka membuat Kelly berpikir sekejap.
"Mm. Kami adalah kerabat. Tapi aku tidak begitu tahu jelas detailnya. Namun Ibuku berkata bahwa kami keponakan," elaknya yang membuat Arka mengerti.
"Aku pikir dia seseorang yang kau suka," jawabnya.
Mendengar hal itu, Kelly juga menggelengkan kepala dan menyilangkan tangannya. "Oh tidaklah. Aku tidak mungkin menyukai orang seperti dia."
"Memangnya dia itu seperti apa?" tanya Arka. Mengais dagu.
Kelly mengambil kuping Arka dengan menggemaskan. "Ini rahasia. Tapi dia sungguh menyebalkan. Dia suka jahil dan terkadang tiba-tiba dingin padaku. Suasana hatinya terkadang tak bisa aku tebak, Kak Arka," paparnya.
"Hahaha. Benarkah? Lalu orang yang kamu suka seperti apa? Apakah seseorang yang tidak jahil dan tidak bersikap dingin tiba-tiba?" tanya Arka.
"Benar!"
"Kalau begitu, apakah itu aku orangnya?"
"Uhuk! Uhuk!" Kelly tersedak mendengar pertanyaan Arka. Arka langsung membantu Kelly karena telah membuatnya terkejut.
"Ah, maaf. Kalau begitu, aku bayar dulu tagihannya, ya," ucap Arka terburu-buru.
"B-baik, Kak."
Setelah selesai membayar, Arka mengambil jaketnya dan mengajak Kelly pulang dari Cafe tersebut.
"Kamu sudah kenyang?" tanya Arka yang dibalas dengan anggukan seperti anak kucing.
Lagi-lagi. Arka tak kuasa melihat kelucuan Kelly. Arka membukakan kembali pintu mobilnya. Mereka pun melanjutkan perjalanannya ke tempat ke dua.
"Kita akan ke tempat terakhir, 'kan?" tanya Kelly.
"Ah, pertanyaanmu seperti ingin cepat-cepat berpisah denganku," jawabnya.
"Ah, bu-bukan begitu maksudku," jawabnya.
"Kita akan kesana. Tempat yang kamu cintai," kata Arka sambil menunjukan Pantai.
Dan setelah gadis itu memijakkan kakinya ke pasir, gadis itu amat senang padahal setiap hari datang berkunjung.
Kedua tangan Kelly membentang, seakan-akan meminta udara memeluknya. Mata yang terpejam, seakan-akan sedang ingin memfokuskan untuk menatap kehidupan di dalamnya, yang gadis itu rindukan.
"Kamu bilang rumahmu dekat sini. Tapi kenapa seperti orang yang tak pernah 18 tahun ke sini?" kata Arka menjahilinya.
"Entah, Kak. Ingin rasanya aku berenang bebas di dalamnya. Tapi tidak bisa karena aku manusia."
"Jangan bangga seperti itu, Kelly. Kamu, 'kan Siren."