Chereads / Siren Soul. / Chapter 20 - Necklace.

Chapter 20 - Necklace.

Malam yang sunyi, mengistirahatkan para makhluk di bumi. Terutama, laki-laki tampan yang sedang memeluk guling biru tersebut. Dia mengerutkan keningnya di sela tidur nyenyak yang manis. Tampaknya, anak tersebut bermimpi buruk. 

Ternyata, Peter bermimpi berjalan dan tiba-tiba tenggelam di laut. Dia yang pandai berenang, dengan sengaja ingin menghabiskan nafasnya di dalam air, agar menyusul ibunya waktu itu. 

'Ibu, jangan menolongku. Kembalilah ke tempatmu. Aku yang akan menyusulmu di sana,' kata Peter dalam hatinya. 

Saat dia berbicara seperti itu, sebenarnya, dia melihat wanita dengan rambut panjang. Tubuh dan rambutnya tampak mirip dengan ibunya. Hingga Peter tidak ragu menyebut gadis itu ibunya. 

Sesekali, Peter mendorong tubuhnya agar menyatu dengan ombak. 'Aku tahu, ibu tidak bisa menyusulku di sini. Aku mohon, pergilah. Aku malu olehmu. Aku sangat kacau bukan?' kata Peter kembali. 

Air mata yang mengalir tanpa perintah, ternyata mengikuti dunia sebenarnya. Air mata Peter, benar-benar keluar saat dia tidur. 

Gadis itu tidak berbicara apapun. Hingga Peter yang mulai tidak sadarkan diri, karena banyak air yang masuk dan juga, Peter tidak mungkin menahan nafas lebih lama. 

Gadis dengan ekor ikan itu, menarik Peter ke pesisir pantai, dengan membisikan tanda perpisahan. Entah apa yang dia bisikan padanya. 

"Peter! Ayo, bangun! Bukankah kamu akan mengajak keponakan Hanna jalan-jalan? Hey, kamu laki-laki tidak bertanggung jawab, ya," bisik Elbar. Dia mendekati anak semata wayangnya. 

Peter membuka matanya.

"Hah? Apa yang terjadi barusan?" tanya Peter pada dirinya. Peter memegang kepalanya sakit. Dia juga memegang dadanya berat. 

"Peter, kamu tidak apa-apa? Kamu mimpi buruk lagi, ya? Kamu memimpikan ibu? Peter, lupakan ibumu dan tetaplah sehat, ya. Ayah mohon, jangan terlalu dipikirkan," pintanya dengan mata yang sayu. Elbar menundukan dirinya. 

Peter membelalakan matanya. "Apa? Aku harus melupakan ibu? Kenapa Ayah mudah sekali berbicara seperti ini? Ayah tidak tahu! Bagaimana terpukulnya aku saat ditinggalkan ibu, dan tinggal berdua dengan Ayah yang bahkan tidak mengerti perasaanku!" bentak Peter dengan nada amarah yang begitu tinggi. 

Peter yang berdiri tidak seimbang hingga hampir jatuh, ditangkap oleh Elbar. Namun, Peter menyingkap tangan ayahnya itu. 

Peter berjalan menuju kamar mandinya. 

"Peter," panggil Elbar pelan yang menghentikan langkahnya. "Kamu benar-benar membenciku, ya?" tanya dia kembali. 

Petet tidak menjawabnya dan masuk kamar mandi. 

Elbar pun, berakhir menutup pintu kamar anaknya itu. 

"Anakku, maafkan Ayah, ya. Ayah akan berusaha untuk mengerti dirimu," ucapnya di sela suara gemericik air yang membasahi Peter. 

Sedangkan Peter, dia sengaja tidak membuka bajunya dan berdiri dengan frustasi. Tidak lupa, guyuran air yang deras ikut mendukung kesedihannya. 

Selepas Peter membersihkan diri, dia berjalan menuju rumah di samping rumahnya. Peter berniat mengajak Kelly jalan-jalan. 

Peter mengetuk pintu rumahnya. "Kelly, apakah kau di rumah?" panggil Peter sambil mengetuk tiga kali. 

Hanna membuka pintu untuknya. "Eh, Peter. Kamu datang ke sini untuk Kelly, ya? Tampaknya kamu mau mengajak Kelly keluar?" tanya Hanna yang belum mempersilahkan masuk anak temannya itu. 

"Ah, iya, Bi. Saya mau mengajak Kelly keluar rumah. Saya pikir, Kelly bosan jika hanya berdiam di rumah. Tidak apa-apa, 'kan?" tanya Peter pada Hanna. 

"Hey, Kelly memang punya satu teman di sini. Sudah seharusnya kalian berjalan-jalan, bukan? Kalau begitu, masuk dulu, ya," ajak Hanna pada Peter. 

Peter menduduki kursi tua. 

"Peter, tunggu di sini, ya. Sepertinya Kelly belum bangun. Biar aku bangunkan dulu," kata Hanna. 

"Ah, baik, Bi," balas Peter sambil menyeruput teh panas yang diberikan tadi Hanna. "Aw! Panas ternyata," katanya. 

Sementara itu, Hanna membangunkan Kelly dengan semangat. "Kelly! Bangun! Peter menjemputmu. Katanya, kamu dan dia akan jalan-jalan, ya? Ayo, cepat! Jangan biarkan Peter menunggu lama," kata Hanna sembari membantu memilihkan baju untuk nya. 

"Ah, benar. Hari ini aku kesiangan, ya," jawabnya sambil menggisik-gisik matanya. 

"Aku tidak membangunkamu lebih awal, karena kemarin kamu sangat lelah. Aku tidak tahu jika kamu punya janji dengan Peter. Sudah, sebaiknya kamu membersihkan diri dulu, ya. Pakai baju ini. Ibu tinggal, ya," kata Hanna sembari berjalan keluar dan berbincang kembali dengan Peter. 

"Ah, Peter. Kamu sudah sarapan?" tanya Hanna kepada anak Elbar tersebut. 

"Belum, Bi," jawabnya sambil menggelengkan kepala. 

"Benarkah? Aish, apakah Elbar tidak memasak untukmu? Kalau begitu, sarapan di sini, ya. Kelly juga kebetulan belum sarapan," pinta Hanna. 

Hanna yang sudah berdiri untuk membawakannya sarapan, di cegah Peter dengan memegang pergelangan Hanna. 

Peter menggelengkan kepalanya dengan tersenyum. "Sebenarnya, aku ingin mengajak Kelly sarapan bubur juga, Bi. Supaya kami menghabiskan waktu dengan banyak. Mm, Bibi mengerti, kan?" tanya Peter kepada Hanna. 

Hanna melototkan matanya, tanda tidak percaya. "Hah? Be-benarkah?" tanya Hanna. 'Apakah Peter menyukai Kelly' batinnya. 

Peter menganggukan kepalanya. "Sstt! Jangan sampai Kelly tahu, ya," jawabnya yang dibalas anggukan menggemaskan Hanna. 

'Ah, aku jadi harus berbohong,' batin Peter. 

Jelas-jelas Peter tidak ingin berlama-lama di sana. Peter juga tidak menyukai Kelly. Dia hanya merasa kasihan saja pada gadis itu. 

"A-aku sudah siap. Peter, kita berangkat sekarang, 'kan?" tanya Kelly dengan gaun selutut. Warna biru laut, sangat cocok untuknya. Lalu rambutnya, sangat cantik. 

Peter melihat gadis itu tanpa berkedip. 

"Hey, jangan terlalu lama menatapnya. Perut kalian harus segera diisi," bisik Hanna pada Peter. 

"Ah, ba-baik, Bi. Kami pergi dulu, ya," pamit Peter pada Hanna. 

Lalu gadis itu, melihat ke belakang sambil mengayunkan tangannya senang. 

Hanna membalasnya. "Jangan lama-lama," katanya  tanpa suara yang membuat Kelly paham seketika. 

Kelly menganggukan kepalanya lucu. 

"Hah, mereka sudah remaja, ya. Wajar jika Peter menyukainya. Tapi, apa tidak apa-apa?" tanya Hanna dengan sedikit khawatir. 

"Apanya yang tidak apa-apa? Ibu khawatir, ya?" tanya Robert yang muncul tiba-tiba dengan mata yang menyipit karena baru bangun tidur. 

"Ah, tidak ada. Hey, kamu juga kesiangan, ya. Cepat cuci muka dan gosok gigi. Ibu sudah memasak sarapan favoritmu," perintahnya. 

"Benarkah? Ibu memasak nasi goreng?" tanya Robert semangat. 

"Bukan. Sup ayam," jawabnya sambil berjalan menuju dapur. 

"Hah? Itu makanan favorit ibu, tahu," jawabnya cemberut.

"Sudah. Sudah. Cepat pergi ke kamar mandi," perintahnya yang di jawab dengan hentakan kaki Robert sengaja. 

Hanna menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tubuhmu butuh sayur juga, sayang," teriak Hanna kepada anaknya itu. 

Sementar itu, Kelly dan Peter sama-sama menikmati angin pagi. Hembusan angin yang menyentuh gadis itu, membuat rambutnya terbang indah hingga menampakan leher tingginya. 

"Dingin?" tanya Peter kepadanya. 

Jelas-jelas Peter yang lebih dingin. "Tidak. Aku menikmatinya," jawab Kelly tersenyum. 

"Mau seperti itu terus?" tanya Peter dingin. 

"Hm? Maksudnya?" tanya Kelly tidak mengerti. 

Karena kesal, Peter sengaja mengencangkan ayuhan sepedanya. Hingga tangan Kelly tiba-tiba memegang erat pinggang Peter. 

"Hah? Aku terkejut, tahu," kata Kelly cemberut. 

Peter sedikit tersenyum puas. "Itu maksudku," jawabnya tengil.