Chereads / BALASAN UNTUK SUAMIKU / Chapter 2 - Menemukan Bukti

Chapter 2 - Menemukan Bukti

****

'Terus saja kamu berpura-pura, Mas. Sampai kamu ketahuan berkhianat dariku, akan kubuat kamu menyesal seumur hidupmu.'

****

Jam dinding hampir menunjukkan pukul 22:00 malam, tapi Mas Helmi masih anteng dengan ponselnya, entah apa yang sedang dia lihat hingga membuatnya senyum-senyum sendiri.

Kuambil ponselku di atas nakas, mengecek hasil bajakan aplikasi Whatsappnya tapi kosong. Dia sedang apa sebenarnya? Dada ini bergejolak, penasaran dengan apa yang dilakukan suamiku.

"Dinda, belum tidur?" tanyanya tanpa menoleh.

"Belum, Mas. Nggak tau kenapa Aku susah tidur, Mas sendiri lagi ngapain jam segini belum tidur? Bukannya besok ada acara di Jakarta?" tanyaku.

"Belum ngantuk, tadi Mas ngopi di kantin. Jadinya nggak ngantuk gini," kilahnya seperti beralasan.

"Ya sudah, Dinda temani, ya!" tawarku.

"Nggak usah, Dinda bobok saja, ya!" tolaknya dengan cepat.

'Mencurigakan sekali. Apa yang sebenarnya terjadi sama kamu, Mas? Apa kamu benar-benar berpaling dariku? Setelah 15 tahun kita menjalani bahtera rumah tangga kita.' 

Tak terasa air mataku lolos juga dari pertahananku untuk tak menangis, harus melakukan cara apa lagi biar aku bisa membuktikan kecurigaan ini?

Hana. Ya, dia karyawan lamaku. Aku akan meminta bantuannya, atau kalau perlu aku akan membayarnya untuk pekerjaan tambahan ini.

****

[Hana, temui Ibu di parkiran sekarang! Bilang saja kamu izin ke toilet atau apa sajalah terserah kamu!]

Kukirim pesan itu kepada Hana, Karyawan terlama yang ikut denganku.

Aku tetap berada di dalam mobil menunggunya, sepuluh menit kemudian, ia baru datang menghampiriku. Aku segera memintanya segera masuk ke dalam mobil.

"Ada apa, Ibu memanggil saya?" ucapnya, canggung.

"Kalau ke toko, Bapak ngapain saja, Hana?" tanyaku mulai mengintrogasi.

"Ngapain, ya? Seperti biasa mengecek penjualan kadang beristirahat di ruangannya," jawabnya seperti bingung dan mengingat sesuatu.

Kebetulan, di setiap toko dia selalu membuat ruangan untuk istirahat para karyawan dan  ada beberapa toko yang memiliki ruangan khusus untuknya beristirahat dan memantau semua pekerjaannya dari sana. 

"Oh, kalau ada yang mencurigakan tentang Bapak, tolong kasih tahu saya!" ucapku.

"Baik, Bu! Oh iya, Bu. Beberapa hari lalu Bapak meminta Luna untuk di mutasi ke jakarta, memang di sana kekurangan orang, ya?" ucap Hana.

Pertanyaan Hana membuatku memijit kening, kenapa Mas Helmi harus memutasi karyawan dari sini lagi, sih? Padahal di sana sudah ditaruh karyawan kepercayaan kami, seharusnya tinggal membuka lowongan kerja di sana dan karyawan lama memberi pengarahan saja, beres 'kan?

Oke, kali ini aku gagal lagi mencari bukti penghianatan suamiku, atau aku yang terlalu curiga kepada Mas Helmi? Bisa saja penipuan jaman sekarang aneh-aneh, transfer ke no rekening Adek atau ke no rekening Mama, Mama lagi di kantor polisi. Ah, buang-buang waktu saja.

Aku perlahan meninggalkan parkiran, dan memutuskan pulang saja. Namun niatku terhenti ketika sebuah mobil yang begitu sangat kukenal memasuki area parkiran. Dia bersama perempuan muda, dan berpakaian seksi dengan rambut sebahu. 

"Astaga, Mas Helmi!" gumamku.

Dengan cepat aku kembali memasuki parkiran dan memarkirkan mobil agak jauh dari mobil Mas Helmi. Tanganku menyambar sebuah kaca mata hitam di dalam tas, aku tak boleh kehilangan jejak mereka lagi.

Mereka berjalan menuju toko, membuat keyakinanku tentang perselingkuhan Mas Helmi kembali memudar. Jika wanita itu pasangan selingkuhnya Mas Helmi, logikanya mana mungkin dia nekat membawanya ke toko, untuk apa? Sedangkan dia tahu hampir semua karyawan tahu, kalau Mas Helmi sudah beristri.

Langkahku masih mengikuti mereka, hingga wanita itu benar-benar dibawa memasuki toko, karyawanku menyapanya. Bahkan Hana, dia justru memeluknya. Apa-apaan ini? Siapa wanita itu?

Aku melihat Hana berbicara sesuatu kepada Mas Helmi dan terlihat sangat serius. Namun sayang aku tak dapat mendengar percakapannya, karena jarak yang cukup jauh.

Disaat wanita itu ikut masuk ke ruangan khususnya Mas Helmi, aku semakin yakin mereka ada apa-apanya. Aku tak boleh gegabah agar aku bisa mendapatkan bukti dengan sempurna.

Dua puluh menit kemudian, Mas Helmi kembali keluar dengan wanita itu, mereka meninggalkan toko dan aku kembali membuntutinya. Dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, menuju arah kawasan Lembang.

Hawa dingin mulai kurasakan, menelusup terasa hingga ke tulang. Di pinggir jalan raya berjejer hotel dan vila-vila, mobil Mas Helmi berbelok memasuki sebuah Hotel yang terbilang mewah. Jika mereka tak ada apa-apanya, tak mungkin pula mereka sampai berniat dua-duaan di kamar hotel.

Dugaanku ternyata benar, bahkan terjadi di depan mataku. Aku cukup frustasi mengingat pernikahan kami yang sudah berlangsung selama 15 tahun ini, namun baru kali ini aku memergoki kegilaan suamiku.

'kamu jahat, Mas! Jika ada kekuranganku yang tak kamu sukai setidaknya kamu bilang, bukan begini caranya! Kamu bahkan lupa saat aku menerimamu menjadi kekasihku kamu hanya pelayan biasa di toko kaus kaki. Lewat tanganku dan keluargaku Allah angkat derajatmu hingga menyandang gelar sarjana.' 

Aku pastikan mereka sudah memasuki kamarnya, baru aku turun dan memesan Kamar di sebelah kamarnya Mas Helmi. 

Sekitar tiga jam aku berada di kamar hotel, menunggu seseorang yang sedang menjalankan tugasnya. Ya, aku berhasil meminta tolong kepada pemilik hotel untuk mencari bukti perselingkuhan mereka, meski harus adu mulut terlebih dahulu, karena menurutnya akan mengganggu kenyamanan tamu-tamunya. Namun, bukan Adinda namanya jika tak bisa membuat mereka diam seribu bahasa, saat aku memperlihatkan sebuah video suamiku memasuki hotel ini dengan selingkuhannya, tak sengaja nama hotel ini terekam dengan sangat jelas.

"Permisi!"

Aku segera menghapus air mataku, dan segera menemui orang itu.

"Ini, sesuai dengan apa yang Ibu minta, jadi kami mohon video yang menyertakan nama hotel kami untuk segera di hapus." Lelaki itu memohon padaku, ia menangkupkan kedua tangan di dadanya.

"Baik, terimakasih!" ucapku.

Aku duduk di sudut ranjang, memperhatikan sebuah rekaman video hasil dari CCTV yang sengaja di letakkan di kamar Mas Helmi saat petugas mengantarkan kopi pesanan Mas Helmi.

Aku membekap mulutku saat rekaman itu menayangkan kebejatan suamiku, sungguh menjijikan. Mereka bermain dengan sangat liar, bahkan terlihat seperti sudah biasa melakukan hal tersebut.

Air mataku kembali menggenang di pipiku. Kurasa tak apa aku menumpahkan semuanya di sini, asal jangan anak-anakku dan keluargaku tahu busuknya suamiku, sebelum aku mengambil sebuah keputusan dan membuat Mas Helmi menjadi gembel sekalian.

****

"Dinda, seharian ini kemana saja?" tanya Mas Helmi saat aku baru sampai rumah.

Ya, saat aku mengikutinya, hingga menemukan bukti-bukti perselingkuhannya, aku tak menjawab panggilan telepon darinya.

"Ke rumah Mama. Bukannya kamu hari ini ke Jakarta, Mas?" tanyaku sinis.

"Nggakjadi. Mas sengaja tak datang karena malam ini Mas ingin mengajakmu makan di luar," jawabnya beralasan.

Aku berlalu begitu saja dari hadapan lelaki yang tak berakhlak itu tanpa menanggapi ajakan makan malamnya. Hatiku telah hancur dengan pengkhianatan yang telah dia lakukan yang entah sejak kapan.

'Tak akan ada maafku untukmu, Mas!'

______________________