Chereads / BETWEEN US : Eternal / Chapter 31 - Rustle

Chapter 31 - Rustle

"Selamat datang Zefa."

Terdengar sapaan ramah dari seorang wanita berusia empat puluh sembilan tahun yang terkenal dengan panggillan Bi Naysil, pemilik salah satu kedai mie ayam langganan Zefa. Dia tersenyum ramah ketika melihat Zefa yang berjalan ke salah satu meja favoritnya yang berada di tepi ruangan dekat jendela. Sengaja Bi Naysil mempersiapkan tempat itu khusus untuk Zefa seorang karena wanita itu telah berjasa untuknya.

Zefa tersenyum lebar tatkala melihat Bi Naysil yang menyunggingkan senyum kearanya, tak lupa dia melambaikan tangan dan Bu Naysil mendekat kearahnya. "Bagaimana kabar anda sekarang, Bi? Apakah anda sehat dan baik-baik saja?" tanya Zefa saat melihat Bi Naysil berada di sampingnya dan memberikan menu mie kepada Zefa.

"Seperti yang kau lihat sendiri nak Zefa." Bi Naysil mengedarkannya pandangnya ke seluruh ruangan begitu juga dengan Zefa. "Karena kau kedai mie yang sudah ini telah kembali ke masa kejayaannya dan aku sangat bersyukur sekali." Kemudian kembali mengarakan atensinya kearah Zefa.

Zefa tersenyum. "Sukurlah kalau begitu." Sepasang mata Zefa mengarah ke buku menu yang ada di bawahnya. "Apakah Bibi belum mengerti apa yang aka aku pesan hari ini?"

Bi Naysil tertawa. "Kau memang selalu bersikap dingin seperti itu ya, tapi tidak masalah. Aku akan memberikan mie dengan ekstra ayam yang banyak, aku tidak menyangka kau akan menemukan tempat ini dengan sangat mudah." Wanita paruhbaya itu mengambil buku yang diletakkan di atas nakas. 'Ya, meskipun sudah di beri peta atau apapun dia selalu tersesat'

Zefa mengangguk. "Terima kasih dan sepertinya tadi aku juga tidak menyadari kalau ini kedai milik bibi sebab dari semua kedai, bau kuah mie yang paling harum hanya berasal dari sini.."

"Oh ya, Zefa. Apa kau tadi melihat artis yang baru saja datang ke kota ini?"

Zefa menggeleng ketika mendengar perkataan dari Bi Naysil lalu menjawab, "Tidak, aku tidak melihatnya. Memang kenapa?" Zefa mendongak ke arah Bi Naysil yang sedang sibuk memandangi kondisi di luar kedai dari jendela.

Bi Naysil tertawa mendengar perkataan Zefa yang seolah memuji masakanya. "Kau bisa tapi aku ada artis yang datang ke kota ini, selain itu aku juda dengar dia artis pendatang baru dan usianya juga masih muda."

"Oh, sejujurnya aku tidak tertarik dengan hal itu dan Bi, aku sudah menunggu mie buatanmu."

Bi Naysil menunduk dan tersenyum saat melihat wajah datar dari Zefa. "Maaf sudah membuatmu lama menunggu, tunggu sebentar ya aku akan ke dapur dulu."

Tepat saat Bi Naysil pergi, Zefa menyangga dagu dan memperhatikan pemandangan luar dari jendela yang berada tepat di sebelahnya. Zefa mengela nafas dan mulai berbicara pada dirinya sendiri. 'Andai saja kita masih memandang langit yang sama, pasti saat ini kau sudah berada di depanku'

"Permisi, apakah aku boleh duduk di depanmu?"

Zefa mengangkat kepala ketika mendengar suara seorang pria yang tengah memakai masker hitam dan topi hitam sedang berdiri di depannya. Zefa tidak mengatakan apapun dan hanya mengangguk lalu kembali menatap ke arah luar jendela

'Apakah anak muda zaman sekarang memang suka memakai topi dan masker meskipun sudah berada di dalam ruangan? Tapi tunggu sepertinya tadi ada orang yang menelfonku siapa itu? Ah biarkan saja, mungkin hanya Agus yang ingin meminjam dapur lagi' batin Zefa.

"E...Permisi, apa kau tidak ingin berkenalan denganku?" tanya pria yang berada di depan Zefa.

"Tidak," jawab singkat Zefa tanpa mengalihkan pandangan.

"Perkenalkan namaku Gregorio, senang bertemu denganmu."

'Gregorio? Kenapa aku merasa familiar dengan nama itu? Oh mungkin hanya perasaanku saja' batin Zefa yang masih menatap pemandangan di depannya.

Merasa di abaikan membuat Gregorio bertanya lagi kepada Zefa, "Apa kau benar-benar tidak mengenaliku?"

Zefa yang mulai terganggu dengan keberadaan Gregorio di depannya langsung mengangkat kepala dan menatap dingin wajah pria yang masih memakai masker itu. "Memang apa gunanya kalau aku mengenalmu?"

Gregorio sedikit terkejut mendengar tanggapan Zefa mengenai dirinya. 'Bagaimana mungkin ada orang yang tidak mengenaliku? Oh mungkin saja dia hanya bercanda' Gregorio mencoba untuk memahami Zefa dan kembali bertanya, "Apakah kau benar-benar tidak mengenalku?"

"Tidak, memang kau siapa?" tanya Zefa. Dia menatap wajah pria di depannya sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi serta bersendekap.

'Oh mungkin saja dia tidak mengenaliku katena aku memakai masker' Gregorio mencopot masker hitam yang di kenakan hingga memperlihatkan wajahnya. "Kalau sekarang bagaimana?"

Zefa berdecak kesal melihat kelakuan Gregorio yang seakan memaksanya untuk mengingatnya. "Sebenarnya apa yang ingin kau katakan padaku? Kalau tidak ada kau bisa pergi."

Gregorio menghela nafas lelah, sejenak dia menurunkan kelopak mata ketika kedua tangannya berada di atas meja. "Memang sulit mengingat karena kau tidak melihatku tapi aku bisa mengenalimu leway bau parfummu." Gregorio mengangkat atensinya menatap wajah Zefa yang nampak datar dan sayu. "Aku adalah orang yang ingin melompat dari atas jembatan beberapa minggu lalu."

Zefa mulai mengingat kejadian tersebut dimana saat itu dia sedang mencari makan malam. "Aku tidak menyangka kalau sampai sekarang kau masih hidup."

Gregorio tersenyum. "Aku tidak menyangka perkataanmu sangatlah pedas."

"Jadi apa yang ingin kau katakan padaku?" tanya Zefa.

"Bolehkah aku bercerita sedikit masalahku padamu?"

Sejujurnya Zefa tidak terlalu peduli dengan masalah yang dihadapi oleh bocah di depannya namun, dia tidak ingin melihat anak muda di depannya mati begitu saja. Zefa mengangguk kemudian berkata, "Tentu."

Dengan wajah murung dan atensi mengarah ke tangan Gregorio mulai mengatakan tentang apa yang ingin diceritakannya. "Aku hanya merasa...waktu yang terasa melelahkan ini cepat hilang dan berlalu, hanya itulah yang aku inginkan di hidup yang singkat ini."

"Kau tahu nak, yang kau butuhkan saat ini hanya orang yang bisa mendengarkan ceritamu dan masalahmu. Kau selalu menanggung beban ini sendiri dan tidak pernah berbagi, karena itulah kau merasa lelah. Bukankah begitu?"

Gregorio terdiam ketika mendengar peraktaan Zefa. Sepasang matanya menatap lurus kearah Zefa tanpa memalingkan sedikitpun, dia merasa kalau perkataan Zefa adalah sebuah kebenaran mengenai dirinya.

"Zefa, ini mie untukmu dengan tambahan eks...." Perkataan Bi Naysil terpenggal ketika melihat Zefa tengah berbicara dengan pria asing berada di depan Zefa. Dia tak mengatakan apapun lagi dan langsung meletakan semangkuk mie dan soda di atas meja. 'Akhirnya Zefa membawa pria asing ke sini' Bi Naysil tersenyum.

Zefa menoleh ke arah perempuan paruh baya di sampingnya, "Bi, bolehkan saya meminta mie satu mangkuk lagi dan soda."

"Tentu Zefa, tunggulah." Dengan semangat Bi Naysil pergi meninggalkan Zefa dan pria asing itu, tanpa dia mengetahui kalau pria itu adalah Gregorio.