Aroma aneh yang tua dari Mami tiba-tiba menyeluruhi ruangan ini. Spontan matanya mencari ke beberapa sudut. Tidak ada Mami. Baru sepersekian detik setelahnya dia muncul dengan tray yang di atas terdapat segelas teh dengan sedikit kepul asap.
"Teh hangatnya, Tuan."
"Ah, terimakasih."
"Sudah punya pilihan?" tanya Mami saat meletakkan gelas teh hangat, lantas duduk sambil memangku tray.
Lelaki itu kembali menawarkan senyum yang hambar. Melangkah mendekat pada Mami, kemudian mengambil sikap yang cukup sopan dengan berdiri sambil memegangi kepala tongkatnya dengan kedua tangan.
"Terserah Mami pilihkan yang mana saja. Yang penting jangan yang galak. Aku akan meminta banyak hal sepertinya malam ini."
Mendengar ujaran tamu pertama di malam yang tidak sebegitu malam ini, Mami menahan tawa. Dalam hati ia berpikir sebaliknya. Bahwa lelaki tua ini tak akan bisa bertahan, bahkan sebelum perempuan pilihannya meremas burungnya. Atau kalaupun memang beruntung, tidak lebih dari sekedar waktu burung tersebut dimasukkan ke dalam mulut. Tak kuasa sebenarnya dia menahan geli dan kelucuan-kelucuan yang mampir dalam rekaannya sendiri. Atau jangan-jangan ia akan meminta berbagai macam gaya dengan burung yang tak bisa bangun, dan lantas terserang encok. Ah, manusia memang selalu seperti itu. Namun sebagai seorang "penjual", ia harus sebisa mungkin bersepakat degan apapun yang dikatakan pelanggannya.
"Tuan masih hebat rupanya," puja palsu perempuan dengan aroma menyengat tersebut.
Lelaki itu mengangguk lebih rileks kali ini, namun tetap dengan keyakinan yang samar.
"Baiklah, sebentar saya persiapkan kamarnya."
Kembali lelaki itu memagut pandang pada lukisan yang ia tuduh persis seperti lukisan yang pernah ia lihat sebelumnya. Mencoba sekuat mungkin melempar angan. Menerka apa yang terjadi dengan lukisan tersebut dalam rentang waktu puluhan tahun setelah ia meninggalkan rumahnya. Jangan-jangan lukisan itu tiba-tiba merasa kesepian, lantas memanggil Go-jek atau Go-car untuk membawanya pergi ke suatu tempat untuk berobat. Dan setelah sembuh benar, ia mencoba peruntungan binalnya ke wisma ini dengan kegagapan yang hampir sama persis dengan dirinya.
"Silahkan, Tuan. Mari saya bantu," tawaran Mami itu menyengkal bayangan Sipoel.