Mentari memancarkan sinar terangnya, secerah paras Sarah pagi ini. Hari ini adalah hari pertama Sarah masuk kelas Sastra Inggris. Ia begitu bersemangat menyusuri jalan menuju Gedung kampus. Jarak antara asrama dan Gedung perkuliahan tidak begitu jauh, hanya butuh waktu kurang lebih 5 menit untuk berjalan kaki dan sampai di Gedung megah ini. Jalanan menuju kampus sangat sejuk, rindang dan hijaunya pepohonan benar-benar menyejukkan. Sarah dan Kate berjalan santai menikmati udara pagi. Sesampainya di depan Gedung Layden University, Sarah benar-benar merasa takjub.
'Akhirnya, impianku selama 2 tahun menjadi nyata.' Batin Sarah.
Banyak pengorbanan yang telah Sarah lakukan demi bisa lolos seleksi dan menjadi mahasiswa di Layden University. Terlebih lagi, kampus ini adalah kampus impian semua orang. Gedung yang megah, fasilitas yang lengkap, dosen-dosen pintar, semua ada di sini. Sejak 2 tahun lalu, Sarah rajin mengikuti seminar yang diadakan oleh Layden University. Ia juga selalu mengambil kursus tambahan sepulang sekolah supaya lolos seleksi. Dan akhirnya, hari ini, semua elah itu terbayarkan sudah.
"Bye Sarah, sampai ketemu nanti ya," ucap Kate seraya melambaikan tangannya.
Sarah mengangguk dan tersenyum, ia pun melambaikan tangannya kepada Kate. "Bye,"
Sarah dan Kate harus berpisah di lobby kampus karena mereka berdua memiliki kelas yang berbeda. Sarah mengecek kembali jadwal kelasnya hari ini dan memastikan ruangan kelas yang ia datangi benar.
"Lantai 5, ruang 4414…" gumam Sarah, kemudian ia segera menuju lift.
Sarah melihat pintu lift yang akan segera tertutup, ia pun segera berlari dan mencoba untuk menahan pintu lift itu.
"Tunggu!" seru Sarah. Tangannya menahan pintu lift, dan tubuhnya dicondongkan kedepan ke dalam lift. Ia berhasil masuk ke lift itu, namun saking terburu-burunya Sarah kehilangan keseimbangan dan menubruk tubuh seseorang yang berada di dalam lift.
BRUK!
Dengan sigap, seseorang yang ditubruk segera menahan tubuh Sarah agar tidak terjatuh. Sarah kaget, dan dengan refleks ia pun memeluk tubuh seseorang itu. Dan saat ini, mereka saling berhadapan satu sama lain, dengan posisi layaknya pasangan yang sedang berpelukan. Jarak wajah mereka pun sangat dekat. Tapi sepertinya, kebingungan yang ada dalam diri mereka masing-masing membuat mereka tidak bisa beranjak dari posisi itu.
TING!
Pintu lift tertutup. Saat ini, hanya ada mereka berdua di dalam lift itu.
Untungnya, Sarah segera mendapatkan Kembali kesadarannya. Ia dengan segera melepaskan dirinya dari tubuh orang itu dan segera menekan tombol angka 5.
"Ma… maaf, Kak" ucap Sarah terbata-bata. Ia segera memposisikan dirinya berdiri agak jauh di samping orang itu.
Seseorang yang saat ini berada dengan Sarah di dalam lift adalah kakak tingkat Sarah yang sewaktu itu berpidato di aula. Ia juga yang memberikan tugas essay kepada Sarah dan Kate.
"Oke, lain kali hati-hati," jawab pria itu dingin.
Sarah berdiri dengan tidak tenang, ada perasaan takut karena ia baru saja membuat masalah lagi dengan pria ini. Tapi, ada perasaan lain yang ikut muncul ke permukaan hati Sarah. Yang membuat detak jantung Sarah meningkat.
Kedua orang itu saling diam, keheningan menyelimuti mereka. Dan akhirnya, pintu lift terbuka tepat di lantai 5 dan menyelamatkan Sarah dari situasi yang canggung ini.
TING!
"Permisi, kak," Sarah bergegas keluar meninggalkan lift.
Pria itu masih terpaku di dalam lift, menunggu pintu itu tertutup kembali. Ia menyandarkan tubuhnya di dinding lift dan menyilangkan tangannya. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya saat ini. Namun ia berusaha untuk terus menghapusnya. Tapi ternyata, sulit.
"Sialan, dia cantik banget."
.
.
.
Sarah berhasil menemukan ruang kuliahnya, ia pun segera masuk dan duduk dibarisan depan. Soal belajar, tidak ada yang bisa menyaingi semangat Sarah. Ia selalu serius dan fokus. Tak heran, jika Sarah terus mendapatkan posisi rangking 1 di kelasnya semasa SMA. Sarah segera menyiapkan alat perangnya. Buku catatan, dan tempat pensil rajut berwarna biru langit yang di dalamnya terdapat macam-macam alat tulis. Setelah menyiapkan semuanya, Sarah mengambil ponselnya dan membuka aplikasi Instagram. Sarah melihat salah satu temannya di Cape Town mengunggah sebuah foto. Tiba-tiba, Sarah merindukan kota itu.
"Hai, boleh aku duduk sini?" tiba-tiba Sarah dikagetkan dengan suara seseorang di sampingnya.
"Eh.. iya, boleh," jawab Sarah santai.
Orang itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Kemudian, ia mengulurkan tangannya pada Sarah. "Andrew,"
Sarah memandang uluran tangan pria itu sejenak, kemudian ia segera tahu maksud dari orang itu. Maka Sarah pun menjabat tangan yang terlihat tegas namun lembut itu.
"Panggil aku Sarah," ucap Sarah sembari memberikan senyum manisnya.
"Kamu mahasiswa baru juga?" sambung Sarah.
Pria tampan Bernama Andrew itu mengiyakan pertanyaan Sarah dengan menganggukkan kepalanya. Ia pun bertanya balik, "Kamu juga?"
Sarah menganggukkan kepalanya, mengiyakan pertanyaan Andrew.
.
.
Andrew adalah mahasiswa baru di Layden University. Ia adalah pria tampan nan pintar. Namanya sering muncul dalam daftar lomba debat Bahasa Inggris. Mata cokelatnya dan garis tegas pada wajahnya selalu berhasil membuat para gadis terpana. Caranya berpakaian pun sangat casual namun tetap rapi. Karena kepintarannya, Andrew mendapatkan beasiswa kuliah dari pemerintah Kota Layden. Dan di sinilah ia, bersemangat untuk mengasah bakatnya.
Hari pertama mengikuti perkuliahan, bukan menjadi hal yang sulit bagi Andrew. Meskipun ia bergembira, namun ia bersikap kalem. Ambisinya untuk menjadi yang terbaik selalu datang setiap hari, karena itu tak heran jika pria ini selalu berada di barisan pertama di ruang kelasnya.
Namun, yang membuatnya heran adalah, ternyata ada orang lain yang juga suka duduk di barisan paling depan.
'Siapa dia?' pikir Andrew.
.
.