Pada hari itu, ahad di pekan ketiga bulan kelima penanggalan masehi 2021 kebetulan Firmansyah ikut dengan rombongan Yayasan Al Mahmudiyah kota Somarata. Dalam rangka kunjungan Walimatul 'Ursy[1] di kediaman salah seorang donatur Yayasan di desa Banjarasri, Kabupaten Purabaya. Hari itu cukup ramai, mengingat kebijakan New Normal dari pemerintah mulai diterapkan saat mendekati pertengahan tahun, selain itu juga dikarenakan masih dalam suasana bulan Syawal[2]. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang masih dalam suasana Lock Down,[3] kondisi saat ini tentu saja sangat melegakan semua kalangan, khususnya para pelaku usaha yang sepi order selama masa Lock Down akibat Covid-19 berlangsung.
"Mungkin diantara kalian ada yang belum tahu? Kalau dulunya bapak donatur kita ini dibesarkan di rumah besar itu," Ucap seorang dengan muka baby face,[4] di kursi depan mobil sebelah sopir, sambil menoleh kekanan disertai senyuman ramah.
"Kalau saya tidak salah mengira, itukan masih rumah keprabon[5] dari keluarga pesantren legendaris di Banjarasri nggih Gus[6] Mahmud?" Sahut sopir mobil Yayasan.
"Lho, koq tahu sampeyan Kang Yahya?" Tukas orang yang dipanggil sebagai Gus Mahmud tadi.
"Ya sekedar tahu saja, Gus. Soalnya pernah lihat di Instagram," jawab Kang Yahya si sopir mobil Yayasan. Yang langsung disambut tawa berderai seisi mobil, kecuali Firmansyah yang ternyata sedang tertidur selama perjalanan tadi.
***
Setelah Kang Yahya memarkir mobil di halaman keprabon atau rumah besar milik keluarga donatur Yayasan Al Mahmudi, satu persatu penumpang mobil itu pun turun, dimulai dari Gus Mahmud.
"Kang Firman! Ayo buruan turun, jangan khawatir bisa ngopi sambil ngudud[7] nanti kita," seru Kang Yahya yang baru turun dari mobil setelah mematikan mesinnya, setelah dia melongok sebentar kedalam ternyata Firmansyah terlihat di kursi belakang seperti tertidur.
"Eh, ya kang Yahya," "Sebentar, sebentar aku turun segera." Sahut Firmansyah dengan agak gelagapan, karena tetiba terbangun dari tidurnya.
Diapun segera turun dari mobil lewat pintu samping kiri, menyusul Kang Yahya.
"Sepintas mirip dengan lingkungan Ma'had di Yayasan kita di Somarata ya, Kang Firman, ada beberapa pohon Sawo Kecik," "Seperti menyimbolkan sesuatu." Kata Kang Yahya sambil mengeluar sebungkus rokok Surya dari saku tas cangklongnya, lalu menyalakannya sebatang. Diapun mengulurkan sebatang rokok kepada Firmansyah.
"Suwun, Kang", sahut Firman sambil menerima sebatang rokok dari Kang Yahya. Lalu menyalakannya dengan korek api milik Kang Yahya.
Keduanya lalu duduk-duduk sambil mengobrol dibawah salah satu pohon Sawo Kecik di halaman keprabon itu, sesekali terdengar tawa renyah keduanya menghiasi obrolan santai.
"Aneh sampeyan itu, Kang Firman. Sudah disukai oleh seorang putri dari seorang Kyai kampung, malah menyia-nyiakan dan sekarang akhirnya menyesalkan setelah ditinggal menikah?" Celetuk Kang Yahya disela-sela derai tawa keduanya.
"Saya berusaha legowo,[8] Kang Yahya. Karena sedari awal saya sudah punya firasat dia memang bukan jodoh saya, dan beberapa kali ibu juga sempat memberikan penilaian mengenai Aimee," sahut Firmansyah sambil menghisap lagi sebatang rokok di jemari kirinya lalu menghembuskannya perlahan.
"Sampai akhirnya saya berpikir dengan seksama, dan memilih untuk mengikhlaskannya," tukas Firmansyah, sembari menghisap rokoknya kembali.
"Yah, bagaimanapun juga semuanya Kembali ke sampeyan juga Kang Firman," "Eh, ayo Kang Firman kita segera masuk juga. Gus Mahmud dan teman-teman yang lain sudah nunggu di ndalem[9] keprabon kayaknya." Kata Kang Yahya menyelesaikan kalimatnya, disertai hisapan terakhir di batang rokoknya lalu menghembuskannya perlahan sembari bangkit dari duduknya. Puntung rokok yang tersisa dia jatuhkan ke tanah, dan diinjaknya sebentar dengan ujung selop.
"Kebiasaan, Kang Yahya ini," kata Firmansyah sambil memunguti beberapa puntung rokok disekitar tempat mereka duduk tadi, lalu mencari tempat sampah untung membuang puntung-puntung rokok itu. Sebelum akhirnya mengikuti langkah Kang Yahya, berjalan memasuki keprabon milik keluarga besar Bapak Donatur Yayasan.
***
"Nah ini dia, pak, orang yang saya ceritakan. Mas Firmansyah namanya, untuk nama lengkapnya bisa ditanyakan sendiri ke yang bersangkutan," kata Gus Mahmud dengan ramah kepada seorang bapak-bapak yang terlihat seusia dengan Abah Sumarta, ketika Kang Yahya dan Firmansyah datang menghampiri keduanya untuk bersalaman.
Sementara itu tanpa disadari oleh Firmansyah, di panggung acara Walimatul 'Ursy ini seorang wanita berhijab yang duduk disamping seorang pemuda berjubah dengan selempang hijau serta kopyah berikat surban hijau melemparkan pandangan ke arahnya, sambil berguman lirih "Mas Firman?"
"Siapa itu, nduk?" "Sepertinya kau kenal?" Tanya wanita tua berhijab disampingnya, yang sesekali menerima jabatan tangan para undangan.
"Hanya teman lama, buk," jawab wanita berhijab itu yang tidak lain adalah Aimee, dengan suara lirih. Sedangkan wanita tua disampingnya, adalah mertuanya, ibu dari pemuda disampingnya yang sekaligus adalah suaminya.
[1] Hajatan pernikahan, biasanya jadi satu rangkaian dengan Akad Nikah (entah dilaksanakan dihari yang sama dengan Akad Nikah atau tergantung kesepakatan dari keluarga kedua mempelai).
[2] Bulan ke-10 dalam penanggalan/kalender Hijriyah.
[3] Istilah mudahnya pembatasan dalam kegiatan bermasyarakat selama pandemic atau wabah sedang mengganas, disini penulis menggunakan istilah Lock Down sebagai istilah umum dalam pembatasan kegiatan bermasyarakat.
[4] Istilah untuk orang yang tetap terlihat muda meskipun sudah berumur (biasanya karena faktor gen atau bisa juga dipengaruhi pola hidup).
[5] Rumah utama dari sebuah keluarga besar dalam masyarakat Jawa (khususnya yang masih memegang tradisi dan adat-istiadat).
[6] Ya Gus (panggilan khas untuk kaum lelaki dari keluarga pendiri pesantren, atau kerabat keluarga pesantren).
[7] Merokok, dalam istilah Bahasa Jawa kekinian.
[8] Menerima, ikhlas (Bahasa Jawa). [9] Secara harfiah berarti 'rumah', dalam Bahasa Jawa.