Chereads / Pahlawan Humania / Chapter 3 - Monster Terlemah

Chapter 3 - Monster Terlemah

Eps. 3 Monster Terlemah

Ketika telur yang berwarna merah itu ku angkat ke atas kepala tiba-tiba saja cahaya terang sangat menyilaukan membuat kepala rasa di jatuhi oleh sebuah cairan kental terasa lengket.

Arah mata semua orang yang berada di Pasar Bebas ini juga tertuju ke arah keajaiban terjadi barusan, membuat mereka bertanya-tanya cahaya apa itu.

"Heh!" betapa kagetnya para pedang dan pembeli dari kejauhan menyaksikan cahaya terang sebelumnya.

Bersamaan dengan rasa penasaran mereka, akupun kebingungan sendiri atas apa yang sedang terjadi termasuk benda lengket terasa kental di atas kepala saya tersebut.

"Hmm??" perlahan memegang cairan yang berada di atas kepala.

"Oii, oii, oii jangan bilang kau berhasil mendapatkan satu bayi Monster!" seruan keras si tua Bogel tampak bahagia.

"Eh, apa katamu? Bayi Monster."

"Iya benar, makhluk yang dapat di samakan mirip seperti hewan sihir."

"Heh!" kagetlah aku mendengar ucapan kakek tua ini.

Begitu juga dengan ketiga anak kecil yang membimbing langkah kaki ku sebelumnya menuju Pasar Bebas, mereka bertiga memasang wajah kebahagiaan dan berkata-kata penuh dengan pujian.

"Bang, bang, Abang keren banget."

"Iya bang, pokoknya jurus rahasia Abang itu benar-benar mantap."

"Ajarin kami menggunakan sihir terlarang Abang itu donk!" ucap mereka bertiga memasang raut wajah jujur dan menyukai diriku.

Bukannya mendengarkan apa yang mereka katakan, malahan aku sibuk mencoba memahami makhluk seperti apa yang Dewi Keberuntungan berikan kepada ku.

"Hmm, basah, lengket, berlendir, licin tapi terasa kental. Makhluk apa ini ya??" tanyaku di dalam hati merasa sangat penasaran.

Akan tetapi ingatan 10 tahun yang lalu berhasil membuat ku menyadari bahwa makhluk ini bernama, Slime.

"Eh, bukankah ini Slime??"

Aku tak dapat mempercayai dan menerima hal tersebut, bagaimana mungkin Monster yang seumur hidup sangat aku benci kini menjadi partner berpetualang nantinya.

"Tidak-tidak seharusnya tidak seperti ini."

Aku harus membunuh Monster mengerikan itu dan aku tak boleh memiliki hubungan dekat dengan musuh ku sendiri karena aku sangat membenci Monster Slime berkasta Warrior tersebut.

"Ja- jangan bercanda!" teriakkan kencang terasa murka membuat kehebohan di Pasar Bebas seketika menjadi hening tanpa suara sedikitpun.

"Eeh??" kaget semuanya tidak mengerti mengapa Zaki tiba-tiba sangat marah.

"Jangan bercanda, apa maksudmu?" sambut si tua Bogel sangat kebingungan.

"Aku tidak bisa menerima bayi Monster seperti ini, oii kakek tua! Apakah aku bisa menukarnya dengan bayi Monster yang lain?"

"Ah, apa kau sedang bercanda anak muda?"

"Tidak, aku bersungguh-sungguh sekarang!"

Si tua Bogel berkata bahwa ia tidak mampu melakukan seperti apa yang Zaki katakan di karena anak muda berambut putih itu merupakan satu-satunya Humania yang berhasil mendapatkan Monster dari telur monster yang ia jual selama 10 tahun terakhir.

"Di tambah lagi kau mendapatkan Monster Slime, kelas D."

"Ternyata benar, Monster yang aku dapatkan."

Asal kau tau saja ya Zaki, semua orang yang membeli telur Monster di kios ku mengira aku seorang penipu.

Selama 10 tahun mereka semua belum pernah mendapatkan satu Monster dari semua telur monster yang aku perjualkan tapi lihat dirimu.

Dalam sekali coba, kau sudah berhasil mendapatkan Monster Slime dengan kelas D, kelas terendah sebelum kau berhasil membuatnya menjadi kuat suatu hari nanti.

"Bukankah sangat bagus?" ujar Bogel selesai menjelaskan sisi positif tentang Slime yang aku dapatkan.

Akan tetapi, karena kebencian yang sangat mendalam membuat ku tak dapat menerima apa yang dia sebutkan barusan, dengan keras akupun menolak mentah-mentah perkataannya tersebut.

"Ah, bagus dari mana?" sinis mata ku memandang penuh dengan kebencian.

Aku sempat mengira bahwa diri ku mampu mendapatkan Seekor monster kuat tapi nyatanya, mengapa harus monster lemah seperti dia.

"Coba lihat!" menunjuk ke arah cairan yang berada di kepala ku.

Ini hanyalah monster kelas rendah dan tidak berarti apa-apa, lebih baik aku tidak pernah mendapatkan nya dari pada di permalukan seperti sekarang.

Aku kira aku akan mendapat bayi monster singa atau bayi monster Naga merah akan tetapi Dewi memberikan bayi monster yang sangat tidak berguna sama sekali.

"Sialan!"

"Hiks..."

"Eh??" kaget semuanya termasuk diriku mendengar isak tangis si kecil.

Satu suara terdengar lembut seakan sedang meratapi nasib buruk yang baru saja ia dengar dari tuannya sendiri yakni tuan Zaki.

Lalu pergilah cairan kental terasa lengket itu terjatuh ke tanah, bergerak cepat lari meninggalkan kios si tua Bogel.

"Dasar makhluk tidak tau di untung."

"Berkata seperti itu tidaklah benar."

"Kau adalah sampah dari para Humania!" ucap para pedagang dan pembeli di sana menatap sinis penuh dengan rasa benci.

"Mengapa kau berbicara seperti itu, ah!" bentak Bogel sangat jengkel.

"Memangnya kenapa, baguslah kalau dia pergi."

"Dasar anak bodoh!"

Bisik-bisik tetangga dapat ku dengarkan seakan tatapan sinis tidak suka membuat ku tidak nyaman lalu pergi meninggalkan tempat busuk yang bernama Pasar Bebas.

"Tcih."

"Dasar sampah!"

"Tidak berguna!"

"Lebih baik kau mati saja."

Perkataan mereka benar-benar dapat ku dengarkan, kata-kata kasar itu di tambah lagi dengan lemparan batu krikil yang di lempar oleh ketiga anak kecil sebelumnya membuatku sedikit berdarah di bagian kepala.

Dari dalam hati ku ini, aku hanya mampu memendam rasa kekesalan atas monster jelek dan lemah tersebut.

"Karena kau, aku jadi begini. Dasar Slime sialan!" gumam bibir menggertak kesal.

Waktu terus berjalan bersamaan dengan malam telah tiba namun aku belum mendapati sebuah penginapan untuk tidur satu malam saja di desa Gurki.

Kemanapun kaki ku melangkah, tak ada satu orang yang mau menerima diri ku dan dengan alasan membuang bayi monster di Pasar Bebas tadi siang, membuat seisi desa tidak menyukai sikap yang aku perbuat sebelumnya.

Dan tanpa aku sadari ternyata kaki ku menuju ke arah ke luar desa yakni pinggiran hutan sebelah timur.

Di sekitar tempatku sekarang rimbunan pohon pisang berjejer sangat rapi, lantas hal ini menjadi alasan untuk melampiaskan rasa kekesalan yang terpendam di dalam hati ku.

"Sialan!" satu pukulan mengenai sebuah batang pohon pisang.

Satu, dua, tiga pukulan tepat mengenai target hingga membuat ku berkata dengan santai "Salam dari Binjai." ucapku merasa sedikit lega.

"Gara-gara monster Slime itu, hidupku menjadi seperti ini. Sialan!"

Andai saja aku tidak bertemu dengannya mungkin saja aku takkan menerima penderitaan seperti sekarang.

Angin malam di dalam hutan mulai terasa dingin membuat suasana di sekitar tempat ini perlahan mulai berubah menjadi terancam.

"Auuuu!" lolongan serigala terdengar panjang.

"Kuk kuh kuk kuh!" suara burung hantu membuat bulu kuduk berdiri.

"Grrrrr..." pergerakan di semak-semak menambah wawasan ketakutan ku berfikir bahwa di sini tidak aman dan harus beranjak segera pergi.

Jika aku bertemu monster kuat, aku takkan mungkin bisa menang karena aku baru berumur 17 tahun dan kekuatan petir yang aku punya hanya dapat di gunakan sekali dalam satu hari.

Ketika level ku sudah naik mungkin saja aku sudah mahir menggunakan sihir petir akan tetapi hal seperti itu akan berakhir di tempat seperti ini.

"Huaaahhk!" jeritan monster tiba-tiba keluar dari semak-semak di depan ku.

"Aaaahhkk!" langkah seribu membuat ku berteriak keras mencoba menghindari monster tersebut.

Terus melangkah dan terus melangkah, mencoba tuk kabur dari kejaran musuh akan tetapi kejaran ini tetap saja belum berakhir.

Kemanapun aku pergi, Monster Beruang hitam di belakang sana terus mengejar diriku sampai kaki ku ini mulai merasakan pegal-pegal.

"Aaahh! Tolong aku, siapa saja ku mohon tolong aku."

Tangisan air mata sudah tak dapat terbendung, rasa penyesalan telah membuat pikiran ku kacau atas apa yang telah aku lakukan sebelumnya.

Tak seharusnya aku membuang bayi itu, apa yang telah aku lakukan. Membuang bayi Monster Slime dan berkata-kata jahat kepada seekor bayi monster.

Benar kata mereka, aku hanyalah sampah dari kaum Humania. Sang Dewi Keberuntungan memberikan sebuah hadiah kepadaku namun aku membuangnya begitu saja.

"Maaf, ku mohon maafkan aku Dewi, bayi Monster Slime. Maafkan aku."

Setelah mengatakan hal tersebut tersandunglah kaki ku membuat kesadaran dalam pikiran saya bahwa aku sudah tersesat jauh ke dalam hutan sebelah timur.

"Eeh??"

"Huaaahhk!" pekik keras suara Monster Beruang hitam tepat di hadapan ku sekarang.

"Selamat tinggal."

Kata-kata terakhir yang aku ucapkan ternyata membuat satu keajaiban datang menolong yaitu Monster Slime kasta Warrior.