Chereads / Ini Kisah Cintaku Seorang Wanita Mandul / Chapter 5 - SEBUAH KEJUTAN DI PAGI HARI

Chapter 5 - SEBUAH KEJUTAN DI PAGI HARI

Pagi yang cerah. Aku disambut oleh nyanyian burung yang berceloteh manja. Semangatku masih sama seperti hari kemarin. Bahkan hari ini aku merasa jauh lebih bersemangat. Aku harap hari ini seluruh pekerjaanku berjalan lancar.

Seperti biasa aku berangkat menggunakan ojek online khusus wanita. Seperti yang aku ceritakan tadi, pagi ini semangatku naik berkali lipat. Entah karena apa, aku masih belum menemukan penyebab pastinya, tetapi sepertinya efek dari bertemu Haris si Dokter Ganteng itu.

Aku juga tidak menyangka kalau pertemuanku dengan dia membuatku lebih bersemangat menjalani hari berikutnya. Aku menertawakan diriku sendiri, di usiaku yang sudah menginjak hampir kepala tiga aku masih saja bertingkah seperti anak-anak. Persis seperti remaja yang jatuh cinta. 

Tidak seperti kemarin yang belum ada siapa-siapa saat aku tiba di rumah sakit, hari ini ada sebuah mobil sedan putih yang terparkir di parkiran khusus untuk para Dokter.  Setelah aku turun dan membayar ongkos, aku mengarahkan langkahku ke tempat ganti yang terletak lumayan jauh dari gedung utama dan melewati area parkiran. Aku tidak peduli siapa pemilik mobil tersebut.

"Risma!" Suara Haris menghentikan langkahku yang belum seberapa jauh. 

Aku berbalik dan melihat dia berlari kecil ke arahku dengan sebuah kotak makanan di tangannya. Hari ini lelaki itu berpakaian serba putih, dengan warna kulitnya yang juga putih bersih Haris tampak begitu menyilaukan di mataku. Jas putihnya yang tersibak saat dia berlari membuatku tanpa sengaja melihat dada bidangnya yang terbungkus kemeja putih pas badan. Risma, jaga pandanganmu. Aku mencoba mengingatkan diriku sendiri. Dia memang benar-benar seksi. 

Aku menunggunya sampai dengan senyum yang terpatri begitu saja di bibirku. Entah perasaanku saja atau memang benar, pandangan mata Haris hanya fokus menatapku. Seolah-olah dia tidak ingin berpaling sedikit saja. Aku yang terlalu berharap atau memang kenyataan yang ku lihat, Haris tampaknya memiliki perhatian lebih terhadapku.

"Saya sudah menunggumu sejak tadi. Hingga tanpa sadar aku tertidur di dalam mobil. Kamu sudah sarapan? Saya  tadi pagi memasak nasi goreng cukup banyak, sengaja supaya saya bisa membawakannya untukmu. Nih, ambil." Haris menyodorkan kotak makan berwarna biru muda itu padaku.

Haris memasak? Dia benar seorang pria yang piawai mengerjakan pekerjaan dapur?  Rasanya aku semakin terpesona pada pria di hadapanku ini. Dengan tangan sedikit gemetar aku menerima kotak makan yang disodorkan olehnya. Aku penasaran dan ingin segera mencoba, bagaimana rasa masakan Haris. Aku sangat yakin, rasanya pasti sangat nikmat.

"Terima kasih, Haris. Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot membawakan saya makanan seperti ini." Aku tersipu. 

Dengan perlakuan Haris yang seperti ini aku merasa diperlakukan lebih olehnya. Dia benar-benar pintar membuatku terbawa perasaan. Baru bertemu dengannya dalam hitungan jam, tetapi dia sudah meruntuhkan benteng pertahananku selama setahun ini. Aku yang sudah tidak berminat pada laki-laki berubah pikiran karena dia. Aku tidak bisa mengelak kalau aku memiliki perasaan yang tidak biasa terhadapnya.

"Saya tidak merasa kamu repotkan. Lagipula, memasak adalah rutinitas saya. Lain kali kamu harus mencoba masakan saya yang lain. Semangat untuk hari ini, sebentar lagi saya harus rapat. Jangan lupa istirahat kalau kamu merasa lelah. Saya tinggal dulu, Risma." Haris berbalik dan melangkah pergi tanpa memberiku kesempatan untuk membalas ucapannya.

Aku tersenyum, dia baru saja menyemangatiku dan meningatkanku untuk beristirahat. Dia memang pria yang benar-benar sempurna. Di dalam dirinya seperti ada paket komplit yang sulit di temukan di dalam diri pria lain. Dia tidak hanya enak dipandang, tetapi juga memiliki kepribadian yang baik. Aku benar-benar terjebak dalam lingkaran pesona seorang Haris.

Kesadaranku kembali, aku segera melanjutkan langkahku menuju ruang ganti. Pekerjaan hari ini aku yakin bisa melewatinya dengan mudah. Dorongan semangat dari Haris seolah memberikanku tenaga ekstra dan siap melewati hari ini dengan baik.

Bertemu dengan seorang pria seperti Haris memang seperti sebuah keajaiban. Dia yang ramah dan rendah hati sepertinya mudah untuk akrab dengan siapa saja. Setiap wanita yang dekat dengannya sangat wajar jika memimpikan kehidupan yang indah bersama lelaki tampan itu dan aku salah satu dari mereka. Dia membuatku berani berharap untuk memiliki kehidupan pernikahan yang baru dengannya. Aku benar-benar mulai gila. 

Aku segera menepis kehaluanku, setelah mengganti pakaian dengan seragam kerja aku segera membawa peralatan bersih-bersih ke area yang menjadi bagianku. Sesekali aku menyempatkan diri melirik ke ruangan tempat Haris praktik. Namanya juga naksir, melihat ruangannya saja sudah membuatku senang, terlebih lagi saat bisa melihat penghuninya ada di dalam sana.

Aku mengembuskan napas sedikit kasar. Berusaha menyadarkan diri supaya tidak terlalu tenggelam dalam perasaan yang menggebu. Aku takut harapanku terlalu tinggi dan jatuh, bisa dibayangkan bagaimana hancurnya hatiku.  Saat mengingat kembali rasa sakit yang ditimbulkan oleh Ramdan aku merasa begidik ngeri. Bayangan penghianatan itu masih terbayang begitu jelas. Tentu saja aku tidak ingin hal itu terjadi kedua kalinya di dalam hidupku.

"Perlu bantuan?" Suara seorang pria asing membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke sumber suara.

Ada seorang lelaki yang menggunakan seragam sama denganku sedang berdiri tidak jauh dari tempatku bekerja dan melambaikan tangan.  Aku sedikit membungkuk sebagai penghormatan seraya tersenyum ke arahnya.

"Terima kasih, sebentar lagi tugas saya selesai," sahutku dengan hati-hati. 

Dia tidak terlihat seperti orang jahat, tetapi apa salahnya aku sedikit lebih berhati-hati. 

"Kamu baru, ya?" tanyanya lagi. 

"Benar, saya baru bekerja dua hari di rumah sakit ini," jawabku seperlunya.

"Perkenalkan, nama saya Ivan. Kalau boleh tahu, siapa namamu?" Lelaki itu lagi-lagi bertanya.

"Nama saya Risma." 

"Namamu bagus, Risma. Nama yang cantik, secantik orangnya. Kalau begitu selamat bekerja, saya tidak ingin mengganggumu lagi. Salam kenal Risma." Lelaki itu kembali melambaikan tangan sebelum akhirnya meninggalkanku.

Berbeda dengan Haris, Ivan sepertinya lelaki yang santai, lebih cuek dan sedikit aktif. Dilihat dari wajahnya di usianya sedikit lebih muda dariku. Sebuah perkenalan yang bagus.

Bekerja di rumah sakit ini adalah kesempatan bagiku untuk membuka diri, lebih  banyak teman sepertinya bagus juga. Aku tidak mau terus seperti katak dalam tempurung, aku harus memiliki kehidupan baru yang lebih baik. Setidaknya lebih baik dibanding saat aku bersama Ramdan.

Setiap orang mungkin sama sepertiku, memiliki kehidupan yang tidak mudah, hanya saja masalah kami tidak sama. Aku selalu mengajarkan pada diriku untuk selalu bersyukur dengan apa yang aku jalani saat ini. Di luar sana mungkin banyak orang yang memiliki kehidupan yang jauh lebih buruk dariku, tetapi masih bisa berdiri dengan tegak lalu untuk apa diriku berlama-lama menyendiri dan meratapi kehidupan yang bahkan masih lebih baik dari mereka?

Satu hal yang aku percaya, setiap kegagalan yang aku alami, Tuhan sudah menyiapkan keberhasilan untukku suatu hari nanti. Setiap kehilangan yang terpaksa harus aku rasakan, Tuhan akan menggantikannya dengan sesuatu yang baru, lebih baik dan lebih indah. Bukankah ada yang bilang kalau kita berprasangka baik kepada pemilik dunia maka Dia akan memberikan yang terbaik juga untuk kita?

Namaku Risma Anindira, aku akan menemukan kehidupan lebih baik di masa depan. Tidak ada yang bisa meruntuhkanku lagi untuk kedua kalinya. Kali ini, aku tidak akan membiarkan siapapun mengusik kehidupanku. Kalau itu tentang Haris, semua masih bisa dibicarakan.