"Ehmm!!! Senang rasanya bisa menghirup udara segar dengan bebas!!" gumam Vanya sambil menarik napas dalam-dalam di udara asri pagi belum terkontaminasi oleh asap polusi.
Vanya keluar dari mobil, lalu dia berjalan menuju ruang manager. Setelah semalam di rumah Purnomo gonjang-ganjing, Vanya menikmati cela kebahagiaan yang dia dapat dari masalah tersebut.
Tidak dipungkiri Vanya merasa sedikit lega, dia berharap Purnomo segera menceraikannya dan terlepas dari pernikahan yang membuatnya tertekan. Di sisi lain dia juga merasa prihatin kepada Anita. Perasaan Vanya campur aduk, dia sampai bingung harus merasa sedih maupun senang.
"Selamat pagi Bu Vanya," sapa salah satu karyawan restoran sambil berlalu melakukan aktivitasnya.
"Pagi juga,"
Vanya membalas seulas senyum kepada karyawan tersebut. Dia sangat merindukan restoran, sudah berapa minggu dia tidak datang akibat penyakit asam lambungnya.
Vanya sudah berada di ruang manager hanya untuk menaruh tas jinjingnya, kemudian dia berjalan keluar ruangan. Setelah cukup lama berbaring di ranjang, dia ingin menggerakkan ototnya yang kaku sambil berkeliling area restoran.
Setiap dia berpapasan dengan karyawan restoran pasti mereka menyapanya. Vanya sudah melewati gazebo, Hall, parkiran.
Di tempat parkiran Vanya berhenti cukup lama, dia senang merasakan angin pagi yang segar dibawah pepohonan. Setelah perasaan senangnya terisi penuh, dia berjalan menuju dapur.
Padahal tujuan awal Vanya datang kesini karena ingin bisa memasak, tapi tujuan itu lenyap begitu saja ketika Anthony mengisi harinya yang menyesakkan menjadi kenangan indah berwarna-warni.
Kepala Koki yang bersantai itu menghampiri Vanya, dia melihat waktu bos wanitanya masuk melewati pintu dapur.
"Pagi Bu Vanya. Lama tidak terlihat, apa kabar Bu?" tanya Koki.
"Sekarang saya sehat, bapak sendiri apa kabar?" tanya Vanya balik.
"Seperti yang anda lihat. Saya juga baik-baik saja," jawab Koki dengan tersenyum sambil mempersilahkan Vanya masuk dapur ke tempat memasak.
"Ibu Vanya mau di bikini apa?? Kalau sarapan bagaimana?"
Kepala Koki bertanya sambil menawarkan Vanya menu sarapan, dia tidak tahu bahwa Vanya hanya ingin melihat-lihat saja.
"Oh tidak, Pak. Terimakasih, saya kesini hanya jalan-jalan sambil menyapa kalian. Baiklah, Pak. Silahkan dilanjutkan pekerjaannya,"
"Maaf bila kehadiran saya mengganggu," ungkap Vanya sambil berbalik arah ke pintu keluar.
"Tidak sama sekali Bu Vanya. Jika anda ingin makanan sesuatu, saya bisa membuatkannya apapun itu," jelas Koki.
"Hehe siap, Pak," sahut Vanya menoleh ke kepala koki yang berjalan di sampingnya, lalu kembali berjalan lagi.
Vanya pun kembali ke ruang manager, dia sudah berkeliling restoran. Akan tetapi, dia tidak melihat Anthony dimana pun.
"Dimana Anthony?? Apa dia hari ini libur?" gumam Vanya masih mengira-ngira.
Ketika Vanya sudah berada di depan ruang manager, dia melihat staff Cleaning Service yang mengepel lantai di depan ruangannya.
"Selamat pagi Bu Vanya," sapa Cleaning Service itu sambil tersenyum.
"Selamat pagi. Karyawan baru ya? Namamu siapa?" tanya Vanya menyelidik.
"Iya baru, Bu. Nama saya Bondan," jawab Bondan mengangguk.
"Bondan, hari ini siapa yang libur?" tanya Vanya, dia tidak berani menanyakan Anthony secara terus terang.
"Hari ini yang libur Bambang, Bu," jawab Bondan dengan tersenyum.
"Ohh!! Jadi Anthony shift siang?" tanya Vanya keceplosan, dia sudah tidak tahan lagi menyembunyikan perasaannya, akhirnya dia bertanya juga tentang Anthony.
"Sejak Cleaning Service hanya 2 orang, kini shift-nya hanya pagi saja, kembali seperti aturan semula, Bu," jelas Bondan.
"Berdua? Berati yang keluar siapa? Anthony?" Vanya bertanya, lalu dia jawab sendiri dengan suaranya terdengar seperti orang yang kaget.
"Iya Bu. Kak Anthony yang keluar," jawab Bondan.
Mereka mengobrol cukup lama, tidak sadar banyak mata karyawan yang melihat mereka. Namun, Vanya tidak memedulikannya. Pikirannya penuh dengan nama Anthony.
"Hah!! Bagaimana ceritanya? Kenapa tidak ada yang memberitahuku jika dia keluar??"
Vanya semakin tertarik, dia terus bertanya sampai rasa penasarannya hilang. Bondan menceritakan kejadian malam dimana Anthony hampir saja dipenjara.
Setelah selesai mendengarkan cerita Bondan, Vanya masuk ke dalam ruangannya. Dia duduk di kursinya sambil mencerna cerita Bondan.
"Purnomo memang jahat sekali!! Aku tidak menyangka dia selicik itu,"
"Aku jadi kasihan dengan Anthony, gara-gara uang hasil penjualan perabot rusak itu dia harus dipecat," gumam Vanya.
Vanya menggelengkan kepala, dia ingin segera bekerja terlebih dahulu baru memikirkan hal yang lain. Vanya sudah mengambil laptopnya, dia butuh bolpoin untuk membuat catatan.
Kemudian Vanya mencari bolpoin tersebut di laci meja, tangannya meraba-raba tapi tidak juga ketemu. Akhirnya dia mencari menggunakan mata dan tangannya. Vanya berhenti sejenak ketika melihat amplop coklat.
Dengan perlahan Vanya mengambil amplop tersebut, lalu dia membukanya yang ternyata berisi uang 5 juta yang hampir menjebloskan Anthony ke penjara itu.
"Dia keras kepala juga, tidak mau menerima uang pemberianku. Tapi untunglah, dengan sifatnya itu dia selamat. Sekarang bagaimana kabarnya ya?"
"Haduh!!! Kenapa aku kembali memikirkan Anthony sih?" gerutu Vanya.
Jauh di lubuk hati Vanya, dia merasa sedih. Karena dia harus kehilangan orang yang memberikan semangat kepadanya hanya dengan kehadirannya saja.
Entah kenapa Vanya tidak bisa berhenti memikirkan Anthony, hari ini tidak seperti hari sebelumnya. Dia ingin menelepon Anthony, tapi masih bingung mencari alasannya. Apakah Vanya tahu, bahwa dia sebenarnya merindukan Anthony juga?
Apakah dengan keluarnya Anthony membuat mereka lebih bebas untuk bertemu?