"Assalamualaikum," sapa Anthony sambil membuka pintu.
Anthony sadar betul tidak akan ada yang menjawab salam yang dia ucapkan, tapi dia tetap melakukannya dan membayangkan nenek tersenyum menyambut kedatangannya.
Anthony memasuki rumah sunyinya, lalu dia menyandarkan diri ke kursi yang terbuat dari anyaman rotan.
"Hah!!! Capek sekali hari ini!!!" gumam dia sambil menengadahkan kepala melihat genting tua rumah Yasmini.
"Sepi sekali!! Aku belum terbiasa dengan keadaan seperti ini!!"
Anthony mengeluh, setiap kali masuk ke dalam rumah Dia pasti kembali merasa sunyi, entah apa yang barusan dia alami di luar itu tidak mengubah kenyataannya. Kesepian kali ini tidak lebih parah daripada kesepian yang sebelumnya.
Akhirnya suara nyaring dering telepon Anthony yang ketinggalan zaman berhasil memecahkan keheningan malam itu. Anthony segera mengambil ponsel, lalu dia mengangkat panggilan telepon tersebut tanpa melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
"Iya, Hallo," sapa Anthony dengan sangat malas sambil menunggu jawaban dari orang dibalik teleponnya.
"Hallo, Ton. Kenapa dengan suaramu?? Lagi sakit?" tanya Sean, ternyata dia orang yang menghubungi Anthony.
"Ahh!! Nggak, lagi malas saja," timpal Anthony.
"Ohhh!! Ech, Ton dimana alamat rumah nenekmu? Dulu pernah bilang daerah Rawa Pening ya?" tanya Sean.
"Iya, Sean. Daerah situ perbatasan dengan kota besar, kenapa?" jawab Anthony sekaligus bertanya.
"Tempat kerjaku buka cabang disana, dan aku dipindahkan ke cabang Rawa Pening mulai besok," seru Sean, dia sangat senang akhirnya bisa bertemu dengan Anthony.
"Widihh!!! Enak dong!! Kita bisa nongkrong bareng lagi," sahut Anthony tersenyum, dia sendiri sedikit ada hiburan untuk menjalani kehidupannya yang sunyi. Sontak rasa gembira tersulut di dalam hati Anthony mendengar kabar dari Sean.
"Enak kan!! Ya sudah sampai ketemu besok, jika nanti berkunjung ke rumah nenekmu akan aku hubungi lagi," ucap Sean.
"Siap!!! Aku tunggu dirumah," sahut Anthony.
Akhirnya panggilan telepon tersebut berakhir.
Anthony meletakkan ponsel diatas meja, lalu dia melihat kamar nenek yang terbuka. Segera saja dia berdiri, dan kemudian berjalan masuk ke dalamnya.
Setelah sampai di dalam, dia segera menuju dinding yang tergantung foto keluarga mereka yang sempat membuatnya tercengang beberapa hari kemarin.
"Brankas nenek??" gumam Anthony, lalu dia berpikir sejenak sambil melihat pintu brankas kecil itu.
Anthony menekan tombol yang mungkin menjadi nomor sandi neneknya, dia memasukkan tanggal lahir Yasmini. Akan tetapi, tidak ada tanda pintu brankas itu terbuka.
Anthony gagal, lalu dia mencari buku nikah nenek di almari pakaian Yasmini. Dia mencoba lagi memecahkan kode sandi brankas memakai tanggal pernikahan neneknya.
Namun, pintu brankas itu tetap tidak terbuka. Anthony menyilangkan tangan, dia penasaran dengan kode sandi tersebut.
"Berapa nomor sandinya?" gumam Anthony sambil menyilangkan kedua tangannya, dia berpikir sangat keras memecahkan sandi.
Kemudian dia mengambil pigura foto tersebut, dalam diam dia mengamati wajah keluarganya satu persatu untuk menghilangkan kerinduan dari semua keluarga.
Setelah Anthony merasa sudah puas, lalu dia meletakkan pigura itu dengan cara dibalik. Foto itu menghadap ke meja, sekelebat dia melihat deretan angka tertulis di belakang kertas foto.
Anthony pun segera menyambar pigura tersebut, lalu dia memasukkan sandi persis dengan angka yang ada di balik foto.
Tidak lama kemudian, pintu brankas itu berhasil terbuka. Anthony menarik pintu kecil tersebut, dengan rasa penasarannya yang tinggi dia melihat apa yang ada di dalam brankas.
"Uang!!!" seru Anthony tidak percaya.
Anthony mengeluarkan semua gepokan uang 10 juta pecahan 100 ribuan sebanyak 10 gepokan. Dia bingung menemukan uang Yasmini sebanyak itu.
"Aku tidak menyangka nenek menyimpan uang dalam jumlah besar sekali!!" gumam Anthony.
Yang Anthony tahu nenek Yasmini itu hidup dengan sederhana, dia ingat ketika orang tuanya masih ada setiap bulan Anthony disuruh mamanya untuk mengirim uang bulanan ke nenek melewati kantor pos giro.
Ternyata Yasmini hanya mengambil seperlunya saja untuk kebutuhan hidupnya, lalu sisanya dia tabung. Barulah Anthony paham asal usul uang tersebut.
Anthony kembali memasukkan uang neneknya ke dalam brankas, lalu menutupnya kembali. Tidak lupa Anthony mengembalikan foto tersebut ke dinding, ada setengah lembar kertas jatuh dari pigura.
"Apa ini?" gumam Anthony sambil mengambil kertas tersebut, dia semakin tertarik ketika membuka lipatan kertas sempat membaca namanya tertulis.
'Untuk Anthony cucuku tersayang.'
'Pakailah uang ini untuk membuka usaha restoran dan usaha apapun yang ingin kamu lakukan. Hanya ini yang bisa nenek berikan untukmu. Semoga semua usahamu sukses.'
Tidak terasa airmata Anthony mengalir dengan perlahan, dia merasa sangat merindukan neneknya ketika membaca surat pendek tersebut.
"Nenek, aku menyayangimu," ucap Anthony lirih, dia sampai jatuh ke lantai membayangkan setiap hari di rumah neneknya.
Kenangan bersama Yasmini terulang kembali di benak Anthony, dia ingat pertama kali menginjakkan kaki di rumahnya. Ketenangan merasuki tubuh Anthony, ketika Yasmini tiada kini terasa sangat sunyi dan sepi.
Anthony juga merasa sangat tertolong, setelah dia dipecat dari restoran kini dia punya tujuan untuk meneruskan mimpinya.
Suara pintu didobrak begitu keras, Anthony mengusap air matanya. Kemudian dia meletakkan kembali foto keluarganya. Dia segera mencari tahu siapa yang mendobrak pintu rumah dengan paksa.
Empat orang dengan memakai pakaian serba hitam, dan muka mereka tertutup hanya memperlihatkan mata serta membawa senjata tajam.
"Serahkan hartamu!!!" teriak salah satu perampok itu.